Logo
>

BI Sampaikan Rencana ATBI dan RPCT ke DPR

Ditulis oleh Pramirvan Datu
BI Sampaikan Rencana ATBI dan RPCT ke DPR

Poin Penting :

    KABABRBURSA.COM - Bank Indonesia (BI) hari ini menyampaikan Rencana Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI) dan Rencana Penggunaan Cadangan Tujuan (RPCT) Tahun 2025 kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) di Jakarta.

    Rencana ATBI merangkum proyeksi anggaran penerimaan dan pengeluaran BI selama satu tahun untuk mendukung pelaksanaan Bauran Kebijakan yang mencakup kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran, serta pengelolaan kelembagaan Bank Indonesia, ujar Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono, Jumat.

    Penyampaian dokumen ini merupakan bentuk pemenuhan amanat Pasal 60 dan penjelasan Pasal 62 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang telah beberapa kali diubah, dengan revisi terakhir melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK).

    Rencana ATBI mencakup Evaluasi Pelaksanaan ATBI Operasional Tahun 2024 dan usulan Rencana ATBI Operasional Tahun 2025 untuk memperoleh persetujuan, serta Evaluasi Pelaksanaan ATBI Kebijakan Tahun 2024 dan Rencana ATBI Kebijakan Tahun 2025 yang disampaikan sebagai laporan khusus.

    RPCT Tahun 2025 memuat alokasi biaya untuk penggantian dan/atau pembaruan aset tetap, pengadaan perlengkapan yang dibutuhkan, pengembangan sumber daya manusia dan organisasi, serta peningkatan kualitas teknologi guna menunjang tugas dan wewenang BI, termasuk penyertaan modal, untuk memperoleh persetujuan.

    Capai Target Inflasi

    Kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) tetap akan difokuskan pada menjaga stabilitas ekonomi di tahun 2024. Direktur Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI, Wahyu Agung Nugroho, menyatakan bahwa kebijakan tersebut bertujuan untuk mencapai target inflasi, stabilitas nilai tukar rupiah, serta mendukung stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

    “Kebijakan moneter tetap untuk menjaga stabilitas atau pro-stability karena masih ada lima tantangan yang bisa mengganggu stabilitas ekonomi kita ke depan,” ujar Wahyu Agung Nugroho dalam acara CORE Indonesia Outlook 2024: Konsolidasi Ekonomi di Tahun Politik di Jakarta.

    Wahyu menyoroti lima tantangan yang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi Indonesia, termasuk pertumbuhan ekonomi global yang melambat, inflasi yang tinggi, suku bunga global yang cenderung tinggi, penguatan dolar AS, dan tren “cash is the king” yang dapat berdampak pada kondisi ekonomi dalam negeri.

    Meskipun demikian, BI tetap mengarahkan empat kebijakan lain, yakni kebijakan makroprudensial, pengembangan pasar uang, sistem pembayaran, serta ekonomi keuangan inklusif dan hijau, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

    Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 berada di kisaran 4,5 hingga 5,3 persen, sementara pada 2024 berada di rentang 4,7 hingga 5,5 persen, dengan proyeksi terus membaik di tahun-tahun mendatang.

    Sementara itu, inflasi diproyeksikan tetap terkendali dalam kisaran sasaran 3 persen (plus-minus 1 persen) pada 2023 dan 2,5 persen (plus-minus 1 persen) pada 2024. BI tetap waspada terhadap risiko, seperti dampak harga energi global, harga pangan domestik, dan tekanan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap imported inflation.

    BI terus memperkuat kebijakan moneter dan berkolaborasi dengan pemerintah pusat serta daerah untuk memastikan inflasi tetap terkendali. Dalam proyeksi lain, neraca transaksi berjalan pada 2023 diperkirakan berpotensi surplus 0,4 persen hingga defisit 0,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), menjaga kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI).

    Kebijakan Makroprudensial Jadi Jembatan

    Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial (DKMP) Bank Indonesia (BI) Nugroho Joko Prastowo menyatakan kebijakan makroprudensial menjembatani kebijakan moneter dan kebijakan mikroprudensial.

    “Kebijakan ini baru mulai dikenal dan dikembangkan sebagai pelajaran dari krisis keuangan global pada 2008-2009. Kebijakan ini menjembatani antara makro moneter dan mikro keuangan,” katanya dikutip di Jakarta, Sabtu 27 Juli 2024.

    Nugroho menuturkan kebijakan makroprudensial masih tergolong baru di Indonesia dan belum banyak masyarakat yang mengenal dan memahami mengenai kebijakan tersebut.

    Ia menjelaskan krisis keuangan global yang terjadi pada 2008 menjadi salah satu penyebab lahirnya kebijakan makroprudensial di Indonesia.

    Dia mengatakan jika krisis-krisis yang terjadi sebelumnya selalu didahului krisis yang sifatnya makro seperti krisis utang, krisis keuangan, dan krisis nilai tukar, maka saat krisis 2008 lebih bersifat mikro ekonomi.

    Baca juga: BI perkuat makroprudensial guna dorong pertumbuhan kredit perbankan

    Kondisi tersebut memerlukan suatu kebijakan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan, karena walaupun indikator makro di level baik namun sistem keuangan sedang tidak sehat.

    Sistem keuangan yang tidak sehat ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi tidak bergerak, karena bank tidak berkenan memberikan kredit sehingga aktivitas ekonomi terhambat.

    “Saat itu kalau bank tidak mau memberikan kredit maka pembiayaan ekonomi terhambat walaupun inflasi dan nilai tukar stabil, tapi institusi keuangan tidak sehat. Otomatis aktivitas ekonomi terhambat. Ini pelajaran krisis keuangan global,” katanya pula.

    Menurut Nugroho, krisis tersebut yang pada akhirnya memberi pelajaran bahwa perlu sebuah kebijakan yang mampu menjembatani kebijakan moneter dengan kebijakan mikro yakni melalui kebijakan makroprudensial.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Pramirvan Datu

    Pram panggilan akrabnya, jurnalis sudah terverifikasi dewan pers. Mengawali karirnya sejak tahun 2012 silam. Berkecimpung pewarta keuangan, perbankan, ekonomi makro dan mikro serta pasar modal.