Logo
>

Biaya Pengeboran Migas di Indonesia Semakin Mahal

Ditulis oleh KabarBursa.com
Biaya Pengeboran Migas di Indonesia Semakin Mahal

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Industri hulu minyak dan gas bumi (migas) menghadapi serangkaian tantangan yang semakin kompleks di masa depan. Seiring dengan banyaknya proyek migas yang sedang berjalan, permintaan akan peralatan juga mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini berimplikasi pada kenaikan harga peralatan yang diperlukan untuk mendukung operasi proyek-proyek tersebut.

    "Kita menyadari bahwa tantangan yang dihadapi oleh industri hulu migas akan semakin besar ke depannya. Dengan banyaknya proyek yang berjalan di berbagai lokasi, permintaan terhadap bahan baku seperti OCTG dan rig juga akan meningkat, yang tentunya akan mempengaruhi harga," ungkap Kepala Divisi Program Komunikasi SKK Migas, Hudi D Suryodipuro dalam konferensi pers 'Supply Chain & National Capacity Summit 2024' di kantor SKK Migas, Jakarta, Rabu, 7 Agustus 2024.

    Selain itu, dorongan menuju energi hijau juga turut memperberat tantangan. Hudi D Suryodipuro menambahkan bahwa dengan kondisi tersebut, pengembangan energi fosil akan menghadapi biaya tambahan yang signifikan terkait dengan teknologi penangkapan karbon (carbon capture). Ini berarti, selain biaya yang sudah ada, industri migas harus mempertimbangkan investasi tambahan untuk mengurangi jejak karbon mereka, yang dapat meningkatkan keseluruhan biaya operasional dan pengembangan proyek.

    Dalam menghadapi masalah-masalah tersebut, SKK Migas akan menyelenggarakan acara Supply Chain & National Capacity Summit 2024 yang akan berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, pada tanggal 14 sampai dengan 16 Agustus 2024.

    Acara ini bertujuan untuk membahas dan mencari solusi terkait tantangan dalam rantai pasokan dan kapasitas nasional di industri migas, serta untuk mengeksplorasi strategi yang dapat mendukung pengembangan energi secara berkelanjutan.

    "Belum lagi tantangan yang muncul dari inisiatif untuk beralih ke energi hijau (green energy) dan mencapai emisi nol bersih (net zero emission). Dalam konteks ini, pengembangan energi fosil pasti akan menghadapi biaya tambahan yang terkait dengan teknologi penangkapan karbon. Forum ini, sebenarnya, adalah upaya antisipatif dari industri hulu migas untuk mengatasi isu-isu tersebut dan mencari solusi yang tepat," jelasnya.

    Dia menyebutkan bahwa acara tersebut juga akan dihadiri oleh berbagai vendor, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dia berharap para kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dapat secara langsung menyampaikan kebutuhan mereka kepada para vendor selama forum berlangsung.

    "Harapan kami adalah agar para pelaku industri, khususnya KKKS, dapat langsung mengungkapkan kebutuhan mereka secara jelas. Di sisi lain, para vendor juga dapat menyampaikan kekhawatiran atau isu tertentu kepada para pelaku KKKS, sehingga terjalin komunikasi yang efektif antara kedua belah pihak," ujarnya.

    Ia pun mencontohkan, ketika bicara rig, ke depan kontraktor tidak bisa mengandalkan rig-rig yang sudah ada. Untuk menyelesaikan masalah tersebut, kontraktor harus investasi, apakah dengan membeli atau membangun rig baru.

    "Tapi kalau umpamanya mereka membangun, melakukan investasi di situ, yang akan jadi pertanyaan, worth it enggak buat mereka? Apa ini programnya dari KKKS? Jangan-jangan dia baru beli rig, tahun depan bornya itu berhenti, ngebornya berhenti. Jadikan mereka bertanya, mungkin enggak balik modal. Di forum ini kita bahas bersama dengan teman-teman," kata Hudi.

    Targetkan Bor 925 Sumur Baru

    Di kesempatan yang sama, Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas Hudi Suryodipuro mengungkapkan bahwa SKK Migas menargetkan melakukan pengeboram 925 sumur baru hingga akhir tahun 2024.

    Bahkan, Hudi menyatakan, tak menutup kemungkinan jumlah tersebut akan bertambah hingga 1.000 sumur baru demi mengakomidir target long term program (LTP) produksi minyak 1 juta barel per hari (bph) pada 2030 mendatang.

    "Tahun ini SKK menargetkan 925 sumur yang akan dibor. Dan kalau kita bicara untuk menuju ke LTP kita yang 1 juta barel itu, nanti ke depan-depannya akan menjadi 1.000 sumur dan terus untuk sampai mengelola produksi," kata Hudi.

    Meski demikian, seperti yang dia paparkan, bahwa target pengeboran ratusan sumur baru itu bukannya tanpa kendala. Sebab, banyak dari para Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang mengeluhkan soal ketersediaan rig (alat pengeboran) yang masih sangat terbatas.

    "Kalau umpamanya kita hanya mengandalkan dari rig-rig yang sudah ada, pasti itu tidak akan menyelesaikan masalah," ujarnya.

    Karenanya, Hudi menegaskan bahwa sebagaimana yang kerap diutarakan oleh Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, para KKKS itu sejatinya memang harus berinvestasi untuk membangun rig-rig baru tersebut. Namun, hal itu pun tentunya menjadi pertimbangan bagi para KKKS, perihal apakah biaya investasi pembangunan rig baru itu akan sesuai dengan pertimbangan ekonomis dari segi bisnis.

    "Pertanyaan ya itu, akan balik modal enggak nanti," pungkas Hudi. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi