Logo
>

Bisakah Libur Iduladha Dongkrak Ekonomi RI Kuartal II-2025?

Insentif seperti diskon tarif transportasi, termasuk keringanan tarif tol, berpotensi mendorong pergerakan masyarakat

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Bisakah Libur Iduladha Dongkrak Ekonomi RI Kuartal II-2025?
Kawasan perkantoran Sudirman, Jakarta Selatan. Foto: KabarBursa.com/Abbas

KABARBURSA.COM - Jelang libur panjang Iduladha yang jatuh pada akhir Mei hingga awal Juni. Harapan terhadap potensi pertumbuhan ekonomi nasional kembali mencuat. 

Ekonom senior Fithra Faisal menilai, momentum ini dapat menjadi peluang bagi daerah untuk memacu aktivitas ekonomi, terutama melalui sektor transportasi dan pariwisata.

Menurutnya, insentif seperti diskon tarif transportasi, termasuk keringanan tarif tol, berpotensi mendorong pergerakan masyarakat ke berbagai daerah. 

Hal ini diyakini mampu menghidupkan kembali denyut ekonomi lokal yang selama ini tertahan.

“Diskon transportasi dan tarif tol bisa membuka peluang untuk menggairahkan ekonomi di daerah,” ujarnya dalam keterangannya, Senin, 26 Mei 2025.

Fithra mengingatkan, jika menilik kembali ke kuartal pertama tahun lalu, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,11 persen. 

Salah satu faktornya adalah masifnya belanja pemerintah yang disalurkan secara agresif di awal tahun, ditambah tingginya kepercayaan publik terhadap kondisi ekonomi saat itu.

Namun, berbeda dengan tahun lalu, pada kuartal pertama 2025 pengeluaran negara justru mengalami kontraksi sebesar 1,38 persen secara tahunan (year-on-year). 

"Ini menjadi pelajaran," terang dia.

Menurutnya, tanpa stimulus fiskal yang cukup, pertumbuhan ekonomi bisa tertahan. Fithra menekankan, kinerja ekonomi di kuartal kedua sangat ditentukan oleh geliat konsumsi masyarakat selama libur panjang.

Untuk diketahui,  Presiden Prabowo Subianto melalui siaran pers kementerian koordintor perekonomian tengah menyiapkan enam paket stimulus atau insentif bagi masyarakat yang akan digelontorkan mulai 5 Juni mendatang. Namun, saat ini masih menunggu pengumuman resmi.

Berikut daftar insentif yang rencananya diberikan mulai bulan depan:

1. Diskon transportasi
Bantuan pertama adalah diskon transportasi yang berlaku untuk moda angkutan laut, kereta api, sampai pesawat. Pemberian diskon berlaku selama masa libur sekolah, yakni Juni 2025 dan Juli 2025.

2. Potongan tarif tol
Kedua, potongan tarif tol yang ditargetkan menyasar 110 juta pengendara.

3. Diskon tarif listrik
Ketiga, diskon tarif listrik 50 persen selama Juni 2025-Juli 2025 untuk 79,3 juta rumah tangga dengan daya listrik di bawah 1.300 VA.

4. Tambahan alokasi bansos
Pemerintah juga akan memberikan tambahan alokasi bantuan sosial (bansos) berupa kartu sembako dan bantuan pangan bagi 18,3 juta keluarga penerima manfaat (KPM).

5. Bantuan subsidi upah (BSU)
Pemerintah akan kembali memberikan bantuan subsidi upah (BSU), seperti yang pernah disalurkan pada masa pandemi Covid-19. Bantuan ini berlaku untuk pekerja dengan gaji di bawah Rp3,5 juta.

6. Perpanjangan program diskon iuran JKK
Bantuan yang terakhir adalah perpanjangan program diskon iuran jaminan kecelakaan kerja (JKK) bagi buruh di sektor padat karya.

"Saya rasa itu sangat baik ya untuk kemudian membuat membangun fondasi ekonomi kita terutama di kuartal kedua," ujar dia.

Kenadati lebih lanjut, Fithra mengatakan 6 paket stimulus tersebut belum sepenuhnya menjawab tantangan struktural perekonomian, terutama dari sisi keberlanjutan fiskal.

“Tidak ada yang benar-benar cukup,” kata Fithra.

Kondisinya Tak Mencerminkan Fundamental

Ia menilai bahwa dalam konteks pemulihan ekonomi yang masih berjalan, setiap bentuk stimulus selalu membawa dua sisi mata uang: mendorong aktivitas ekonomi, namun sekaligus meningkatkan tekanan pembiayaan negara.

Ia menjelaskan, meskipun pemerintah sempat mengumumkan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencatat surplus sebesar Rp4 triliun per April lalu, hal ini lebih disebabkan oleh minimnya realisasi belanja negara di awal kuartal kedua. 

“Kondisi itu bukan cerminan fundamental yang kuat, melainkan efek dari belum bergeraknya banyak program pengeluaran,” ujarnya.

Fithra memperingatkan, bila ke depan belanja negara meningkat secara masif, efek pelumas terhadap roda ekonomi memang akan terasa. 

Namun, ia juga menekankan bahwa lonjakan pengeluaran akan memunculkan risiko pembiayaan yang lebih besar. “Jika tak dikelola hati-hati, tekanan terhadap anggaran bisa menjadi persoalan baru,” tambahnya.

Menurutnya, kebijakan fiskal harus terus dijaga keseimbangannya agar tidak menciptakan beban jangka panjang. 

Terutama ketika pemerintah mulai agresif mendorong belanja untuk menstimulasi konsumsi domestik, maka sisi pembiayaan perlu mendapat perhatian yang sama seriusnya.

Dengan kata lain, meskipun enam paket stimulus yang telah diluncurkan bisa memberikan dorongan sementara terhadap konsumsi rumah tangga, namun tantangan fiskal akan menjadi penentu utama efektivitasnya dalam jangka menengah.

Fithra mengingatkan, bahwa dalam kondisi keterbatasan fiskal saat ini, kehati-hatian dalam menyusun prioritas pengeluaran menjadi hal krusial. 

"Bukan hanya soal seberapa banyak kita belanja, tapi juga seberapa tepat sasaran belanja itu diarahkan,” pungkasnya.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Ayyubi Kholid

Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.