“ACTION speaks louder than words (Tindakan nyata lebih kuat daripada kata-kata)”. Kayaknya kalimat ini pas banget buat menggambarkan Bitcoin sekarang. Setelah nembus angka psikologis USD100 ribu, Bitcoin—alias Raja Kripto—langsung membungkam banyak pemimpin industri dan media besar yang dulu menyebut kripto ini tak lebih dari scam alias penipuan.
Dulu, waktu harganya masih receh, banyak yang ketawa sambil bilang Bitcoin itu lelucon. Tapi sekarang, Bitcoin membuktikan bahwa ukuran memang berarti. Sudah jadi buah bibir, bahkan pemerintah dan institusi besar kayak Blackrock di Amerika Serikat mulai buka pintu buat merangkul Bitcoin.
Di momen ini, Binance, salah satu bursa kripto terbesar, merilis kompilasi headline berita yang dulu meremehkan Bitcoin. Ini semacam tamparan telak buat para kritikus yang sudah banyak melempar ocehan negatif. Di daftar itu, ada nama-nama besar kayak Peter Schiff, Christine Lagarde, Hillary Clinton, Jamie Dimon, sampai Paul Krugman.
Apa saja sih yang mereka omongin? Ujarannya antara lain mulai dari “Bitcoin telah mati,” “Bitcoin gagal jadi mata uang,” “Bitcoin itu jahat,” sampai “Investor Bitcoin bakal kehilangan uang mereka.” Dan yang akrab di telinga kita semua: “Bitcoin itu ilusi.”
Dari Nol Jadi Raja
Kita juga harus inget, Bitcoin ini baru sepuluh tahun lebih sedikit umurnya. Tapi selama itu, sudah ada banyak cerita “dari miskin jadi kaya” gara-gara Bitcoin. Dari orang yang dulu beli pizza pake Bitcoin sampai investor yang jadi jutawan dalam semalam.
Dengan momentum ini, rasanya kisah-kisah kayak gitu bakal terus muncul. Meski masih muda, Bitcoin sudah melempar banyak pelajaran ke pasar keuangan global. Yang mengkritik cuma bisa gigit jari, sementara yang percaya terus ketawa di puncak.
Peluang Besar di Tahun Baru
Akhir tahun 2024 menjadi momen emas untuk pasar kripto. Bitcoin, raja sejuta umat, mencetak rekor baru dengan harga menembus USD100 ribu pada Desember 2024. Kenaikan yang setara dengan 125 persen sepanjang tahun ini membuatnya jadi aset terpanas di pasar global, melampaui emas, minyak, dan indeks S&P 500 yang justru melemah. Tapi, Bitcoin bukan satu-satunya bintang. Altcoin seperti XRP, Dogecoin, dan Sui juga menunjukkan performa luar biasa, bahkan mengungguli Bitcoin dalam beberapa hal.
Namun, apakah ini benar-benar waktu yang tepat untuk terjun ke dunia kripto, atau justru euforia ini menjadi tanda bahaya? Dengan likuiditas global yang mengetat dan dinamika pasar yang kompleks, mari kita ulas lebih dalam peluang dan risiko di balik fenomena ini.
Bitcoin Tembus USD100 Ribu, Apa Pemicunya?
Pencapaian Bitcoin menembus USD100 ribu bukan sekadar angka. Ini adalah tonggak sejarah yang menunjukkan bagaimana kripto telah bertransformasi dari sekadar eksperimen digital menjadi aset mainstream. Salah satu katalis terbesar adalah peluncuran ETF spot Bitcoin pada Januari 2024. Dengan ETF ini, investor institusi yang selama ini ragu akhirnya memiliki jalur aman untuk masuk ke pasar kripto.
Efeknya langsung terasa. Aliran dana besar-besaran dari institusi membuat Bitcoin menjadi semakin stabil dan menarik perhatian global. Menurut Quinten François, analis terkemuka, kita saat ini berada dalam “tahap euforia,” di mana optimisme pasar berada di puncaknya. Ia memperkirakan fase ini akan berlangsung hingga 2025 sebelum siklus pasar bergeser.
Namun, analis lain seperti Jamie Coutts mengingatkan kondisi likuiditas global yang mengetat bisa menjadi ancaman. Meski Bitcoin berhasil mencetak rekor baru, keberlanjutan reli ini sangat tergantung pada likuiditas di pasar global. Jika likuiditas membaik, harga Bitcoin bisa melonjak lebih jauh. Sebaliknya, pengetatan likuiditas bisa memperlambat kenaikan ini.
CEO Global Macro Investor, Raoul Pal, bahkan memprediksi Bitcoin bisa mencapai USD110 ribu pada awal 2025 jika tren ini berlanjut. Ia melihat korelasi erat antara pertumbuhan Bitcoin dan likuiditas global (M2).
Altcoin Ikutan Bersinar: XRP, Dogecoin, dan Sui
Meski Bitcoin mencuri perhatian, altcoin seperti XRP, Dogecoin, dan Sui juga mencatatkan performa yang luar biasa. Ketiganya memiliki cerita yang unik di tengah dinamika pasar kripto yang semakin beragam.
1. XRP: Optimisme Regulasi dan ETF Baru
XRP melonjak 440 persen dalam 30 hari terakhir, sebuah lompatan yang mengejutkan. Salah satu faktor pendorongnya adalah ekspektasi bahwa regulasi di bawah pemerintahan Trump akan lebih pro-kripto. Ripple, perusahaan di balik XRP, telah lama menghadapi masalah hukum, namun banyak yang percaya itu akan segera selesai.
Tidak hanya itu, ada wacana peluncuran ETF spot XRP pada 2025. Jika ini terjadi, aliran dana institusi ke XRP bisa menciptakan lonjakan harga yang signifikan, mirip dengan dampak ETF Bitcoin. Keempat perusahaan investasi, termasuk WisdomTree, sudah mengajukan permohonan ETF ini ke SEC.
2. Dogecoin: Dari Koin Meme Jadi Serius
Dogecoin, yang awalnya hanya dikenal sebagai koin meme, menunjukkan performa mengejutkan tahun ini dengan kenaikan 366 persen. Elon Musk kembali menjadi faktor utama di balik kenaikan ini. Ide “Departemen Efisiensi Pemerintah” (DOGE) yang diusulkan Musk membawa nama Dogecoin ke percakapan publik.
Meskipun tidak ada hubungan resmi antara Dogecoin dan departemen tersebut, hype ini cukup untuk mendorong harga. Namun, Dogecoin tetap menjadi aset spekulatif yang sangat volatil.
3. Sui: Pemain Baru dengan Potensi Besar
Sui, blockchain Layer 1 yang diluncurkan pada Mei 2023, mencatat kenaikan 371 persen tahun ini. Dengan kecepatan transaksi yang mengalahkan Solana, Sui mulai disebut sebagai “The Next Solana.”
Ke depan, Sui berencana meluncurkan konsol game berbasis blockchain pada 2025. Dengan pendekatan yang membuat pengguna tidak perlu memahami teknologi blockchain untuk bermain, Sui berpotensi membawa adopsi massal ke tingkat baru. Jika berhasil, ini bisa menjadi game-changer yang mengubah lanskap blockchain secara keseluruhan.
Tesla dan SpaceX: Pemain Besar di Meja Kripto
[caption id="attachment_104741" align="alignnone" width="1792"] Ilustrasi Tesla, SpaceX, dan Bitcoin.[/caption]
Kripto tidak lagi menjadi permainan investor ritel saja. Perusahaan besar seperti Tesla dan SpaceX juga aktif berinvestasi di Bitcoin. Dilansir dari The Crypro Times, Ahad, 8 Desember 2024, kedua perusahaan ini kini memiliki Bitcoin senilai gabungan USD2 miliar (sekitar Rp31,73 triliun), dengan harga rata-rata pembelian USD34.980 (sekitar Rp554,96 juta). Dengan harga Bitcoin saat ini, keuntungan mereka telah mencapai USD1,3 miliar (sekitar Rp20,62 triliun), atau naik 186 persen dari investasi awal.
Langkah ini menunjukkan bagaimana Bitcoin telah menjadi bagian dari strategi investasi korporasi besar. Meski sempat ada kontroversi, seperti keputusan Tesla untuk menerima Bitcoin sebagai pembayaran sebelum akhirnya ditangguhkan, langkah ini menegaskan peran Bitcoin sebagai aset strategis di tingkat perusahaan.
Bitcoin Sebagai Emas Digital, Status Baru di Mata Dunia
Departemen Keuangan AS baru-baru ini menyebut Bitcoin sebagai emas digital. Status ini menandai pergeseran cara pandang terhadap aset ini. Bitcoin kini dianggap sebagai penyimpan nilai, mirip dengan emas, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Namun, meski statusnya semakin kokoh, pasar kripto masih sangat muda dan rawan gejolak. Teknologi blockchain yang mendasari Bitcoin memang menjanjikan, tapi adopsi massal masih membutuhkan waktu dan pengembangan lebih lanjut.
Di Indonesia, menurut laporan terbaru dari Chainalysis, adopsi kripto sudah begitu menjamur. Bahkan Indonesia kini berada di posisi ketiga dunia dalam urusan adopsi aset kripto. Padahal, tahun lalu, kita masih di peringkat ketujuh. Ini lompatan besar, terutama di tengah pertumbuhan pesat adopsi kripto secara global yang banyak didorong oleh negara-negara Asia Selatan dan Oseania.
Chainalysis, dalam laporan yang dirilis 11 September 2024, menyebut kawasan Asia Selatan dan Oseania (CSAO) sebagai pemimpin global untuk adopsi kripto. Tujuh dari 20 negara teratas dalam Global Crypto Adoption Index 2024 berasal dari kawasan ini. Negara seperti India, Indonesia, dan Vietnam jadi tiga besar yang mendominasi.
India berada di peringkat pertama, didukung oleh tingginya transaksi di bursa terpusat (centralized exchange) dan layanan DeFi. “India menunjukkan dominasi besar dalam adopsi kripto, dengan lonjakan transaksi di bursa terpusat dan DeFi,” tulis tim Chainalysis.
[caption id="attachment_104740" align="alignnone" width="2379"] Peringkat adopsi kripto global berdasarkan berbagai metrik, seperti indeks keseluruhan, nilai layanan terpusat, dan aktivitas DeFi. Sumber: Chainalysis diolah KabarBursa.com.[/caption]
Sementara itu, Indonesia yang tahun lalu hanya di posisi ketujuh, sekarang melesat ke peringkat ketiga. Kontribusi utama datang dari aktivitas tinggi di DeFi, baik untuk skala ritel maupun keseluruhan. Ini jadi bukti bahwa penggunaan kripto di Indonesia bukan lagi sekadar tren, tapi mulai menyentuh berbagai lapisan masyarakat.
Strategi Investasi Kripto di Ambang Tahun Baru
Bagi yang ingin terjun ke dunia kripto, akhir 2024 adalah momen menarik sekaligus penuh tantangan. Beberapa strategi ini bisa menjadi panduan:
1. Diversifikasi Portofolio
Jangan taruh semua uang di Bitcoin, meskipun harganya sedang naik. Alokasikan sebagian ke altcoin seperti XRP atau Sui yang memiliki potensi besar. Tapi ingat, altcoin biasanya lebih volatil dibandingkan Bitcoin.
2. Gunakan Strategi Dollar-Cost Averaging (DCA)
Metode DCA memungkinkan Anda membeli kripto secara bertahap sehingga mengurangi risiko beli di harga puncak. Misalnya, alokasikan USD50 (sekitar Rp793.250) per bulan untuk membeli Bitcoin atau altcoin.
3. Pantau Perkembangan ETF dan Regulasi
ETF Bitcoin telah menjadi game changer tahun ini. Jika ETF untuk XRP disetujui, potensi kenaikan bisa luar biasa. Selain itu, pantau perkembangan regulasi, terutama di bawah pemerintahan Trump yang pro-kripto.
4. Tetap Bijak di Tengah Euforia
Meski pasar sedang naik, jangan terbawa hype. Gunakan uang dingin, bukan dana untuk kebutuhan harian, sehingga risiko kerugian bisa diminimalkan.
Bitcoin dan altcoin seperti XRP, Dogecoin, dan Sui menawarkan peluang besar menjelang 2025. Namun, dunia kripto tetap penuh dengan risiko. Volatilitas harga dan ketidakpastian regulasi adalah tantangan utama yang harus dihadapi investor.
Bagi yang ingin mencoba, penting untuk tetap bijak dan tidak terbawa euforia. Dengan strategi yang tepat, tahun 2025 bisa menjadi awal baru yang menjanjikan bagi portofolio investasi Anda.
Benarkah Kripto Investasi yang Bakal Tamat?
[caption id="attachment_72154" align="alignnone" width="400"] CEO Berkshire Hathaway Inc Warren Buffett. Foto: Fortune[/caption]
Warren Buffett, investor legendaris yang kini duduk di posisi keenam daftar Forbes Real-Time Billionaires, bukanlah nama sembarangan. Dengan gaya investasinya yang fokus pada nilai fundamental—membeli saham di bawah harga intrinsiknya lalu memegangnya untuk jangka panjang—Buffett telah menjadi inspirasi bagi banyak generasi investor.
Tapi soal kripto? Jangan harap Buffett akan ikut arus. Sejak awal, dia udah tegas bilang, “Bitcoin racun tikus kuadrat.”
Dilansir dari Nasdaq, pada 2018, Buffett dengan santai memprediksi bahwa kripto akan berakhir buruk. Dan sampai sekarang, pandangannya tak berubah. Di pertemuan tahunan Berkshire Hathaway tahun 2022, dia bahkan bilang, “Kalau Anda kasih saya semua Bitcoin di dunia cuma seharga USD25, saya tak bakal ambil. Saya tak tahu harus berbuat apa sama barang itu. Satu-satunya cara saya dapat untung adalah jual balik ke Anda.”
Menurut Buffett, Bitcoin dan kripto lainnya tak punya nilai intrinsik. Dia tak bisa melihat fungsinya sebagai investasi yang layak atau bernilai. Bagi dia, ini adalah gelembung yang sewaktu-waktu bisa meledak.
Tapi apakah pandangan Buffett ini berarti Bitcoin benar-benar tak punya masa depan? Tunggu dulu.
Para pendukung Bitcoin punya argumen kuat untuk membela aset digital ini. Meski bukan mata uang yang diterbitkan pemerintah, Bitcoin dianggap memiliki kelebihan, yakni bisa dibagi kecil-kecil, aman, mudah dipindahkan, dan langka. Karena sifatnya yang terdesentralisasi, Bitcoin juga tahan lama selama ada tempat untuk menyimpannya.
Mereka juga percaya nilainya akan terus naik. Anthony Scaramucci, pendiri SkyBridge Capital dan mantan Direktur Komunikasi Gedung Putih, memprediksi Bitcoin bisa mencapai USD170 ribu (sekitar Rp2,70 miliar) pada pertengahan 2025. Ark Invest CEO Cathie Wood bahkan lebih optimis: Bitcoin diprediksi bisa menembus USD1,48 juta (sekitar Rp23,48 miliar) pada 2030.
Scaramucci tak segan menyindir para kritikus Bitcoin seperti Buffett. “Mereka tak mengerti konsepnya dan sejarah uang,” ujarnya. Dia bilang, uang tradisional itu tak lebih dari kesepakatan bersama manusia, sementara Bitcoin menawarkan transparansi dan kepercayaan yang lebih baik di dunia digital.
Meski Buffett tak suka kripto, perusahaannya, Berkshire Hathaway, pernah menyentuh dunia kripto secara tidak langsung. Mereka berinvestasi besar-besaran di Nu Holdings, perusahaan fintech asal Brasil yang memiliki kripto sendiri bernama Nucoin. Jadi, walaupun Buffett anti-Bitcoin, tampaknya dia tak sepenuhnya menolak ekosistem kripto.
Buffett: Cepat Kaya Itu Insting Manusiawi
Kalau ditanya kenapa banyak orang tergila-gila sama Bitcoin, Buffett punya jawabannya. “Hasrat untuk ikut sesuatu yang terlihat seperti uang gampang itu insting manusiawi,” katanya. “Saya tak menyalahkan mereka… Itu sifat manusia, dan begitu dilepas, Anda tak bisa masukin lagi ke botol.”
Dengan kata lain, bagi Buffett, kripto lebih menyerupai magnet buat orang-orang yang mau kaya instan daripada aset jangka panjang yang bisa diandalkan.
Lalu, Siapa yang Benar?
Di satu sisi, Buffett punya sejarah panjang sebagai investor yang sukses besar dengan pendekatan konservatifnya. Tapi di sisi lain, Bitcoin terus mencetak rekor dan menjadi bagian dari percakapan global soal masa depan uang.
Jadi, apakah Bitcoin benar-benar “racun tikus kuadrat”? Atau justru ini kesempatan emas yang lagi didiskon oleh Buffett? Seperti biasa, semua kembali ke preferensi kalian sebagai investor. Apakah kalian lebih suka cara Buffett yang aman dan jangka panjang, atau mau coba peruntungan di dunia kripto yang penuh tantangan tapi juga peluang besar?(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.