KABARBURSA.COM - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) baru saja mengeluarkan peringatan dini terkait potensi cuaca ekstrem. Hujan dengan intensitas sedang hingga lebat diprediksi akan melanda sebagian wilayah Indonesia pada 23 - 28 Agustus 2024. Hujan ini bisa disertai kilat, petir, serta angin kencang.
Guswanto, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, menjelaskan bahwa meskipun wilayah selatan Indonesia, termasuk Pulau Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, masih berada dalam musim kemarau dengan dominasi cuaca cerah, sejumlah daerah di Indonesia tengah dan utara justru menunjukkan peningkatan potensi hujan.
Wilayah-wilayah yang diperkirakan akan mengalami hujan lebat meliputi sebagian besar Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Ini merupakan dampak dari fenomena cuaca global seperti gelombang Kelvin, Rossby Ekuatorial, dan Madden Julian Oscillation (MJO), yang bersinergi dengan pola angin dan labilitas atmosfer, menciptakan kondisi udara yang mendukung pembentukan awan hujan.
“Kondisi ini kemungkinan berlangsung hingga akhir Agustus,” ungkap Guswanto di Jakarta, Kamis 22 Agustus 2024.
Ia juga mengingatkan masyarakat untuk waspada terhadap potensi hujan lebat yang disertai petir dan angin kencang dalam durasi singkat. “Sebaiknya tetap memantau perkembangan cuaca terkini sebelum melakukan aktivitas di luar ruangan,” tambahnya.
Peningkatan Fenomena Cuaca Ekstrem
Andri Ramdhani, Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG, turut memberikan keterangan mengenai pemantauan BMKG yang menunjukkan bahwa aktivitas MJO, gelombang Kelvin, dan Rossby Ekuatorial berdampak signifikan terhadap peningkatan ketersediaan uap air yang memicu pertumbuhan awan hujan. Selain itu, terjadi peningkatan kecepatan angin di selatan Ekuator, khususnya dari timur-tenggara, yang menciptakan pola konvergensi di beberapa wilayah utara Ekuator.
Peningkatan kecepatan angin hingga lebih dari 25 knot juga terpantau di wilayah Papua Selatan, Laut Arafura, Laut Banda, Maluku Tenggara, Laut Jawa, dan Laut Seram. Fenomena ini diprediksi akan meningkatkan tinggi gelombang laut di sekitar wilayah tersebut.
Fenomena atmosfer ini akan meningkatkan potensi hujan lebat di beberapa wilayah Indonesia selama periode 23-28 Agustus 2024. Wilayah yang terdampak meliputi:
- Aceh
- Sumatra Utara
- Sumatra Barat
- Riau
- Kepulauan Riau
- Bengkulu
- Nusa Tenggara Timur
- Kalimantan Barat
- Kalimantan Tengah
- Kalimantan Timur
- Kalimantan Utara
- Kalimantan Selatan
- Sulawesi Utara
- Gorontalo
- Sulawesi Tengah
- Sulawesi Barat
- Sulawesi Tenggara
- Sulawesi Selatan
- Maluku Utara
- Maluku
- Papua Barat
- Papua Barat Daya
- Papua Tengah
- Papua Selatan
Andri juga mengingatkan masyarakat untuk waspada terhadap peningkatan kecepatan angin, terutama di wilayah Kepulauan Riau, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Maluku.
“Pantau terus informasi peringatan dini dari BMKG agar masyarakat dapat lebih waspada dan siap menghadapi cuaca ekstrem,” katanya.
Perubahan Iklim Ekstreme
Perubahan iklim yang semakin nyata, dengan pola curah hujan yang berubah dan kenaikan suhu udara, mengakibatkan penurunan tajam dalam produksi pertanian. Fenomena ekstrem seperti banjir dan kekeringan memperluas area gagal panen atau puso. Dampaknya, ketahanan pangan nasional bisa terganggu jika tidak ada tindakan mitigasi dan adaptasi yang tepat.
Sebelumnya, Dwikorita, Kepala BMKG, menekankan pentingnya pemahaman para petani tentang cuaca dan iklim. Dengan pengetahuan ini, petani bisa menyesuaikan waktu tanam, memilih varietas unggul yang tahan kekeringan, dan mengelola air dengan lebih baik. Melalui SLI, BMKG berharap bisa membantu meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi jeruk di Purworejo.
Fenomena El Nino dan IOD Positif tahun ini diperkirakan membuat musim kemarau lebih kering, dengan curah hujan yang jauh lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kondisi ini diprediksi mencapai puncaknya pada bulan Agustus hingga awal September.
Badan PBB, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), telah menyusun skenario iklim untuk memproyeksikan perubahan iklim global dan regional hingga tahun 2100. Skenario iklim adalah pendekatan untuk memprediksi kondisi iklim masa depan dengan mempertimbangkan berbagai faktor yang memengaruhinya.
Proyeksi ini diperlukan guna memahami kemungkinan kondisi iklim yang akan datang, meskipun memiliki ketidakpastian yang meningkat seiring waktu. Skenario emisi yang digunakan dalam proyeksi ini mengukur faktor-faktor yang memengaruhi emisi gas rumah kaca (GRK) dan konsentrasi di atmosfer, yang berdampak pada Radiative Forcing (RF). Peningkatan RF dapat memicu pemanasan global dan perubahan iklim yang signifikan.
Kepala Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN, Luki Subehi, dalam acara Webinar Talk to Scientist (TTS), menekankan pentingnya mitigasi bencana terkait ketersediaan air di daerah yang rawan kekeringan, serta perlunya kolaborasi antara pemerintah, lembaga penelitian, dan masyarakat dalam membangun strategi yang efektif.
Luki juga menekankan perlunya pemanfaatan teknologi untuk memprediksi dan merespons bencana dengan lebih baik. Soenardi, Pengamat Meteorologi dan Geofisika BMKG, menambahkan bahwa Indonesia terletak di wilayah ekuator, sehingga cuaca sangat dipengaruhi oleh berbagai fenomena seperti monsoon cold surge, La Niña, dan El Niño. Cuaca ekstrem sepanjang tahun dapat menyebabkan bencana seperti banjir, longsor, kekeringan, kebakaran hutan, dan lainnya.
Rachmat Fajar Lubis, peneliti BRIN, menyoroti pentingnya melihat potensi bencana akibat perubahan cuaca yang terjadi saat ini. BRIN telah mengembangkan berbagai sistem informasi untuk memonitor bencana seperti kebakaran hutan dan banjir. Salah satu solusi yang diusulkan adalah teknologi hujan buatan yang telah terbukti efektif dalam memitigasi kekeringan. Selain itu, perhatian terhadap manajemen sumber daya air juga sangat penting, dengan pengembangan sistem pengelolaan air yang terpadu dan berkelanjutan.
Budi Prastowo, Kepala Subdirektorat Keandalan Bangunan Gedung, menekankan pentingnya mitigasi bencana di bidang infrastruktur melalui perencanaan yang matang dan penggunaan teknologi ramah lingkungan. Bangunan yang andal dan infrastruktur yang aman dari bencana adalah kunci untuk menghadapi tantangan perubahan cuaca yang semakin ekstrem. Selain itu, kebijakan dan strategi penanganan bencana harus diimplementasikan dengan baik, termasuk penyediaan air minum dan sanitasi yang memadai selama kondisi bencana. (*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.