KABARBURSA.COM – Harga minyak global, baik Brent maupun WTI, kompak menguat lebih dari 1 persen pada perdagangan Kamis pagi, 18 Desember 2025. Narasi stok yang mulai terkendali dan permintaan yang membaik ternyata bukan menjadi katalis utama melonjaknya harga minyak dunia.
Kali ini, dorongan kuat justru datang dari risiko geopolitik. Keputusan Presiden Donald Trump untuk memblokade seluruh kapal tanker yang keluar-masuk Venezuela dan berada di bawah sanksi, langsung menaikkan premi risiko geopolitik di pasar energi.
Minyak mentah Brent ditutup naik 1,3 persen ke USD59,68 per barel, sementara WTI menguat 1,2 persen ke USD55,94 per barel. Rebound ini menjadi koreksi teknikal yang wajar setelah tekanan panjang yang disebabkan oleh kekhawatiran surplus pasokan global. Namun secara struktur, reli kali ini masih bersifat defensif dan reaktif, bukan cerminan perubahan fundamental permintaan.
Katalis utama kenaikan berasal dari potensi gangguan pasokan Venezuela. Meski kontribusi negara tersebut terhadap suplai global relatif kecil, namun China sebagai pembeli utama minyak Venezuela hanya menyerap sekitar 1 persen dari pasokan minyak dunia.
Artinya, secara kuantitatif, risiko terhadap keseimbangan pasar global masih terbatas. Ketidakpastian justru terletak pada bagaimana blokade itu akan dijalankan, berapa banyak kapal yang benar-benar terdampak, serta apakah Amerika Serikat akan kembali mengerahkan penjaga pantai atau kekuatan militer laut untuk penegakan di lapangan.
Analis Kpler menilai, langkah Washington kali ini berpotensi memicu volatilitas jangka pendek dan menaikkan premi risiko, tetapi tidak cukup kuat untuk menciptakan pengetatan pasokan global yang berkelanjutan.
Sebagian ekspor minyak Venezuela masih mengalir melalui jalur Iran dan Rusia yang belum sepenuhnya tersentuh sanksi baru. Kapal tanker yang disewa Chevron juga masih mengangkut minyak mentah Venezuela ke Amerika Serikat berdasarkan izin khusus yang masih berlaku. Artinya, aliran pasokan belum benar-benar terputus.
Pasokan Rusia Membaik, Stok AS Turun
Dari sisi geopolitik global, pasar masih mempertimbangkan kemungkinan membaiknya pasokan Rusia. Pada sesi sebelumnya, harga minyak tertahan di dekat level terendah lima tahun setelah muncul sinyal kemajuan perundingan damai Rusia–Ukraina.
Jika sanksi terhadap Moskow dilonggarkan, potensi kembalinya volume minyak Rusia ke pasar global dapat kembali menekan harga.
Tekanan fundamental dari Amerika Serikat juga menjadi faktor penahan reli. Data EIA menunjukkan stok minyak mentah AS memang turun 1,3 juta barel menjadi 424,4 juta barel, sedikit lebih besar dari perkiraan penurunan 1,1 juta barel.
Penurunan ini seharusnya menjadi sentimen positif. Namun efeknya tertutup oleh lonjakan tajam persediaan produk bahan bakar.
Stok bensin melonjak 4,8 juta barel menjadi 225,6 juta barel, jauh di atas ekspektasi pasar, Persediaan distilat juga naik 1,7 juta barel menjadi 118,5 juta barel. Kenaikan ini mengindikasikan lemahnya permintaan, terutama dari sektor transportasi dan industri yang selama ini menopang konsumsi minyak.
Kondisi internal Venezuela juga menambah kompleksitas sentimen. PDVSA menyatakan telah melanjutkan pengiriman kargo minyak dari terminalnya setelah gangguan akibat serangan siber. Data pelacakan kapal menunjukkan setidaknya ada dua tanker yang mengangkut produk turunan minyak meninggalkan pelabuhan utama Jose.
Fakta bahwa Amerika Serikat hingga kini belum menargetkan ekspor produk turunan minyak dan petrokimia sejak sanksi 2019, ikut memperkuat pandangan bahwa tekanan terhadap pasokan Venezuela belum sepenuhnya komprehensif.
Secara keseluruhan, pergerakan harga Brent dan WTI saat ini mencerminkan pasar yang rapuh dan sangat sensitif terhadap berita geopolitik. Kenaikan harga lebih merupakan reaksi terhadap peningkatan risiko ketimbang perbaikan keseimbangan supply-demand.
Selama stok bahan bakar AS terus meningkat dan permintaan global belum pulih, reli minyak berpotensi tertahan. Di sisi lain, setiap eskalasi lanjutan di Venezuela atau perubahan signifikan pada konflik Rusia–Ukraina akan terus menjadi pemicu volatilitas.
Artinya, pasar minyak dunia bergerak dalam rentang fluktuatif dengan kecenderungan defensif dalam jangka pendek.(*)