KABARBURSA.COM - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memastikan rencana Indonesia bergabung dengan aliansi BRICS tak akan berdampak pada volume ekspor minyak sawit atau Crude Palm Oil atau CPO dari industri dalam negeri.
Ketua Umum Gapki, Eddy Martono, mengatakan kebutuhan dunia terhadap industri kelapa sawit tidak tergantikan karena sektor ini telah menjadi bagian vital bagi masyarakat global. Apalagi, Indonesia sebagai produsen sawit terbesar akan terus berkontribusi besar pada devisa negara meskipun nantinya bergabung dengan BRICS.
“Eropa akan tetap membutuhkan sawit, terutama untuk sektor industri dan makanan,” kata Eddy dalam acara Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2024 di Bali, Jumat, 8 November 2024, dikutip dari Antara.
Namun, Eddy menyoroti regulasi baru Uni Eropa soal produk bebas deforestasi atau European Union Deforestation Regulation (EUDR) yang justru bisa menghambat ekspor CPO Indonesia. Menurutnya, aturan tersebut belum jelas penerapan teknisnya.
Dalam IPOC 2024, ekonom memperkirakan harga minyak sawit per kilogram akan mencapai Rp17.500 hingga Februari atau Maret 2025.
Gapki sebelumnya menyatakan siap mendukung pemerintahan Presiden Prabowo dalam menghadapi tantangan global demi menjadikan industri sawit sebagai komoditas ekspor unggulan. Eddy juga mengungkapkan, industri sawit domestik saat ini menghadapi ketidakpastian, di antaranya karena potensi krisis pangan dan energi dan hambatan perdagangan seperti aturan deforestasi Uni Eropa.
Ia menambahkan, stagnasi produksi sawit dalam beberapa tahun terakhir dipengaruhi oleh lambatnya replanting di lahan petani sawit.
Ekspor Sawit Indonesia ke Lima Negara Terbesar (2021-2023)
Selama tiga tahun terakhir, Indonesia mempertahankan lima pasar utama untuk ekspor minyak sawit mentah (CPO): India, Tiongkok, Pakistan, Amerika Serikat, dan Bangladesh. Berikut adalah perkembangan ekspor ke negara-negara ini dari 2021 hingga 2023.
1. India: India konsisten menjadi pasar terbesar CPO Indonesia dengan permintaan yang meningkat tiap tahunnya. Pada 2021, ekspor ke India tercatat sebanyak 3.101 ton, kemudian melonjak drastis menjadi 4.999 ton pada 2022. Tren ini terus berlanjut dengan peningkatan di 2023 menjadi 5.406 ton, menunjukkan peran India sebagai konsumen utama CPO Indonesia.
2. Tiongkok: Tiongkok juga menjadi salah satu konsumen terbesar CPO Indonesia. Pada 2021, ekspor ke Tiongkok mencapai 4.860 ribu ton, meskipun sempat turun menjadi 4.278 ribu ton pada 2022. Namun, angka ini kembali naik signifikan di 2023 dengan jumlah ekspor sebesar 5.440 ribu ton.
3. Pakistan: Pakistan berada di posisi ketiga dalam daftar negara tujuan utama ekspor CPO Indonesia. Pada 2021, ekspor ke Pakistan mencapai 2.679 ton, naik sedikit menjadi 2.811 ton di 2022. Namun, pada 2023 terjadi penurunan ke 2.513 ton, meskipun permintaan dari Pakistan masih tergolong stabil.
4. Amerika Serikat: Ekspor CPO ke Amerika Serikat mengalami peningkatan dalam tiga tahun terakhir. Pada 2021, ekspor ke negara ini mencapai 1.650 ton, kemudian naik menjadi 1.809 ton di 2022. Pada 2023, volume ekspor bertambah lagi hingga mencapai 1.984 ton, menunjukkan adanya peningkatan ketertarikan pasar AS terhadap minyak sawit Indonesia.
5. Bangladesh: Bangladesh melengkapi lima besar tujuan ekspor CPO Indonesia. Pada 2021, ekspor ke Bangladesh mencapai 1.327 ton, naik sedikit menjadi 1.330 ton di 2022, dan meningkat lagi menjadi 1.368 ton pada 2023. Permintaan yang stabil dari Bangladesh menunjukkan pasar yang cukup kuat dan terus berkembang untuk minyak sawit Indonesia.
Secara keseluruhan, India dan Tiongkok menjadi dua pasar utama dengan volume terbesar, sementara Amerika Serikat dan Bangladesh menunjukkan tren permintaan yang terus meningkat. Pasar Pakistan, meskipun mengalami sedikit penurunan di 2023, tetap berada dalam lima besar tujuan ekspor minyak sawit Indonesia.
Produksi CPO Naik di 2023, Konsumsi Domestik Melonjak
Mengutip data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia atau Gapki, produksi CPO Indonesia pada 2023 mencapai 50,07 juta ton. Angka ini meningkat 7,15 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar 46,73 juta ton. Sementara itu, produksi minyak inti sawit atau PKO juga mengalami kenaikan, mencapai 4,77 juta ton atau naik 5,66 persen dari 2022 yang sebesar 4,52 juta ton.
Lonjakan produksi ini diduga dipicu oleh beberapa faktor, termasuk harga minyak sawit yang stabil tinggi pada akhir 2021 hingga sepanjang 2022 sehingga mendorong para pengusaha untuk lebih optimal dalam mengelola kebun dan penggunaan pupuk. Selain itu, adanya penambahan lahan menghasilkan seluas 260 ribu hektare pada 2023, setelah sebelumnya diperluas 540 ribu hektar dalam periode 2017-2020, turut menopang kenaikan produksi.
Gapki menyatakan fenomena El Nino yang hanya memengaruhi Indonesia sebagian besar terjadi di wilayah selatan sehingga tidak berdampak besar pada produksi sawit.
Sementara itu, konsumsi domestik minyak sawit melonjak dari 21,24 juta ton di tahun 2022 menjadi 23,13 juta ton pada 2023, naik 8,90 persen. Peningkatan ini sebagian besar dipengaruhi oleh kebijakan Biodiesel B35 yang efektif diberlakukan sejak Juli 2022. Konsumsi biodiesel pun naik 17,68 persen, dari 9,048 juta ton di 2022 menjadi 10,65 juta ton pada 2023, sehingga menyusul konsumsi minyak sawit untuk pangan.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.