Logo
>

BUMN Siapkan 792 Hektare Lahan untuk Program Tiga Juta Rumah

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
BUMN Siapkan 792 Hektare Lahan untuk Program Tiga Juta Rumah

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Dalam rangka mempercepat realisasi program pembangunan tiga juta rumah yang digagas Presiden Prabowo Subianto, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah menyiapkan lahan seluas 792 hektare yang berasal dari aset BUMN.

    “Untuk percepatan 792 hektare yang jelas kita mapping kan ini bisa dipercepat kurang lebih 123.000 rumah yang bisa dilakukan percepatannya,” ujar Menteri BUMN Erick Thohir di kantornya, Jakarta, Senin 10 Februari 2025.

    Sebagai bagian dari langkah strategis ini, Erick menyatakan bahwa Direktur Utama Perusahaan Umum (Perum) Perumnas telah ditunjuk sebagai Project Management Officer (PMO) untuk mengawasi pembangunan 123.000 unit rumah yang masuk dalam program tersebut.

    Lebih lanjut, Erick menegaskan bahwa setiap kerja sama dalam proyek ini harus memiliki dasar hukum yang jelas guna memastikan transparansi antara pihak swasta dan BUMN.

    “Saya sampaikan, program yang sedang kita jalankan juga perapihan kerja sama dengan developer yang menurut kita sebelumnya kurang baik, harus kita perbaikin,” terangnya.

    Sementara itu, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait menuturkan bahwa pemerintah akan melibatkan sektor swasta serta berbagai asosiasi dalam mendukung pembangunan rumah ini.

    Menurutnya, langkah tersebut sejalan dengan arahan Presiden Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya sinergi antara negara, dalam hal ini BUMN, dengan berbagai pelaku usaha dari skala besar, menengah, kecil, hingga lokal.

    “Seperti arahan Bapak Presiden Prabowo, bagaimana negara, dalam konteks ini BUMN, bersinergi juga dengan para pengusaha, baik pengusaha besar, menengah, kecil, dan pengusaha lokal,” ucap Maruarar, Senin 10 Februari 2025.

    Sejumlah asosiasi yang turut serta dalam proyek ini mencakup Real Estate Indonesia (REI), Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himpera), Perum Perumnas, Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), serta APPERNAS Jaya.

    Maruarar menekankan bahwa program pembangunan ini harus membawa manfaat bagi semua pihak yang terlibat, baik pemerintah, masyarakat, maupun dunia usaha.

    “Harus saling menguntungkan. Baik itu menguntungkan bagi negara, menguntungkan bagi rakyat yang nantinya mengisi rumah, dan juga menguntungkan bagi dunia usaha,” jelasnya.

    “Saya pikir harus tiga-tiganya untung, negara, dalam hal ini BUMN harus untung, kemudian juga bagaimana swastanya, dan juga rakyat yang akan menempati itu,” tandas Maruarar.

    Ekonom soal Program Tiga Juta Rumah

    Pengamat ekonomi Salamuddin Daeng memberikan pandangannya mengenai relevansi sektor properti dalam perekonomian global.

    “Nilai total properti dunia mencapai 379,7 triliun dolar AS pada akhir tahun 2022. Meskipun nilai ini turun 2,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya, tren jangka panjang – peningkatan sebesar 18,7 persen selama tiga tahun terakhir – menunjukkan bahwa properti global tetap bertahan sebagai penyimpan kekayaan yang signifikan,” ungkap Salamuddin kepada Kabarbursa.com melalui telepon, Minggu 26 Januari 2025.

    Lebih lanjut, ia menyebut bahwa real estat bernilai lebih besar dibandingkan gabungan pasar ekuitas dan obligasi global.

    “Nilai seluruh emas yang pernah ditambang – sebesar 12,2 triliun dolar AS – hanya sedikit di atas tiga persen dari nilai real estat global,” tegas Salamuddin.

    Program tiga juta rumah ini memunculkan perdebatan mengenai mekanisme pendanaannya. Ada beberapa opsi yang dipertimbangkan: pembangunan rumah gratis, penjualan dengan harga murah melalui intervensi pemerintah, atau membiarkannya sepenuhnya diatur oleh mekanisme pasar.

    Namun, Salamuddin menekankan bahwa masing-masing opsi memiliki konsekuensi berat.

    “Pengadaan rumah secara gratis dapat dipastikan sulit dilakukan oleh negara. APBN yang relatif stagnan tidak akan sanggup membiayainya, kecuali ada usaha luar biasa untuk menambah penerimaan APBN,” ujarnya.

    Ia juga menyoroti hal negatif lain yang mungkin terjadi, menurutnya pembangunan rumah gratis akan menciptakan efek diskriminasi yang luas dan berpotensi merusak pasar properti lainnya akibat tambahan pasokan rumah dalam jumlah besar.

    Opsi kedua, yakni menjual rumah dengan harga murah melalui subsidi pemerintah, juga dinilai bermasalah.

    “Penjualan rumah secara murah akan menambah pengeluaran subsidi rumah oleh APBN kepada para pengembang dan bisa memicu kejatuhan harga properti,” jelasnya.

    Sementara itu, Salamuddin mengungkapkan bahwa membiarkan mekanisme pasar sepenuhnya berkuasa tidak akan menyelesaikan masalah.

    “Jika rumah disediakan sepenuhnya oleh mekanisme pasar, maka tiga juta rumah tidak akan terjangkau oleh daya beli rakyat. Tingginya suku bunga dan berbagai pungutan memaksa menjadi hambatan utama,” katanya.

    Solusi dan Tantangan

    Salah satu solusi yang diusulkan adalah penyediaan rumah sewa murah untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Namun, Salamuddin menilai solusi ini juga berisiko.

    “Pengadaan rumah sewa murah akan menyebabkan kejatuhan harga sewa properti dan berujung pada kebangkrutan pemilik aset perumahan,” ujarnya.

    Meskipun menghadapi berbagai hambatan, Salamuddin menekankan bahwa pembangunan rumah untuk rakyat adalah kewajiban negara. “Pemerintah hanya punya satu opsi, yakni bagaimana membangun rumah untuk rakyat karena itu merupakan amanat UUD 1945,” tegasnya.

    Selain masalah teknis, program tiga juta rumah ini juga dihadapkan pada risiko gelembung properti yang telah menjadi ancaman nyata di berbagai negara, termasuk Indonesia.

    “Gelembung properti telah memicu kenaikan harga tanah dan spekulasi yang makin meluas, menyulitkan banyak orang mendapatkan tanah untuk keperluan usaha,” tutur Salamuddin.

    Ia menyebut bahwa di kota-kota besar seperti Jakarta, lebih dari 70 persen bangunan kosong, sementara hampir separuh rumah yang dikembangkan tidak berpenghuni. “Alasan utamanya adalah harga rumah yang belum terjangkau oleh pendapatan masyarakat,” ungkapnya.

    Menurut data BPS, hanya 65,25 persen rumah tangga di Indonesia yang memiliki akses terhadap hunian layak, sementara angka backlog perumahan pada tahun 2023 mencapai 9,9 juta. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.