KABARBURSA.COM - Bursa saham Asia menutup perdagangan Kamis, 18 September 2025, dengan hasil yang bervariasi. Hasil ini mencerminkan respons investor terhadap pemangkasan suku bunga The Fed serta dinamika kebijakan moneter di kawasan.
Pasar bergerak tidak seragam, dengan bursa China menjadi sorotan karena mencatat penurunan tajam. Sementara indeks Jepang dan Korea Selatan justru menguat berkat dukungan sentimen eksternal dan domestik.
Dari China, indeks Hang Seng Hong Kong anjlok 1,35 persen ke 26.544,85, disusul CSI 300 yang melemah 1,16 persen ke 4.498,11, dan Shanghai Composite turun 1,15 persen ke 3.831,66. Pelemahan ini tidak lepas dari sikap hati-hati Bank Sentral China (PBoC) yang memilih menahan suku bunga reverse repo tujuh hari di level 1,4 persen.
Keputusan tersebut dianggap pasar sebagai sinyal Beijing tidak terburu-buru melonggarkan kebijakan, meskipun perekonomian masih menghadapi tekanan akibat perlambatan pertumbuhan dan tensi dagang dengan Amerika Serikat.
Sebaliknya, bursa Jepang menunjukkan performa impresif. Indeks Nikkei 225 naik 1,15 persen ke 45.303,43, sedangkan Topix menguat 0,41 persen ke 3.158,87. Optimisme ini ditopang ekspektasi pasar bahwa Bank of Japan tidak akan segera mengubah kebijakan suku bunga, sekaligus menimbang kemungkinan kenaikan sebesar 25 basis poin pada Oktober 2025.
Investor juga menyoroti bahwa Jepang berpotensi lebih tahan menghadapi dampak perang tarif AS dibandingkan China, sehingga menarik aliran dana masuk.
Korea Selatan turut mencatatkan penguatan solid, dengan Kospi naik 1,40 persen ke 3.461,30 dan Kosdaq melonjak 1,37 persen ke 857,11. Pasar Negeri Ginseng diuntungkan oleh prospek pertumbuhan sektor teknologi, sejalan dengan reli global di saham semikonduktor.
Dukungan dari kebijakan The Fed yang menurunkan suku bunga ke kisaran 4–4,25 persen juga memberi dorongan bagi aset berisiko di kawasan Asia.
Selain faktor kebijakan moneter, sentimen geopolitik dan hubungan dagang tetap menjadi penggerak penting. Negosiasi berkelanjutan antara Washington dan Beijing, termasuk sinyal positif terkait potensi kesepakatan soal TikTok, memberi harapan peredaan tensi, meski belum cukup kuat untuk mengangkat bursa China yang masih terbebani kekhawatiran struktural.
Secara keseluruhan, kinerja bursa Asia hari ini menggambarkan adanya divergensi regional. Jepang dan Korea Selatan menikmati aliran optimisme dari kebijakan global dan prospek teknologi, sementara China masih terjebak dalam bayang-bayang perlambatan ekonomi domestik dan sikap hati-hati bank sentralnya.
Ke depan, arah pasar Asia akan sangat dipengaruhi oleh lanjutan kebijakan moneter The Fed, keputusan Bank of Japan pada Oktober, serta perkembangan negosiasi AS–China yang menjadi kunci stabilitas pasar regional.(*)