KABARBURSA.COM – Bursa Asia membuka perdagangan Jumat, 12 Desember 2025, dengan beragam, mengikuti tren kenaikan indeks S&P 500 serta Dow Jones. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka muram, sementara Kospi dan Nikkei mengekor tren positif Wall Street.
Bursa Australia menjadi salah satu yang paling responsive. ASX 200 dibuka naik 0,83 persen dan melanjutkan penguatan hingga 1,04 persen ke level 8.681,70. Penguatan ini mencerminkan minat investor terhadap sektor berbasis komoditas dan energi, yang Kembali mendapat dukungan dari pelemahan dolar Amerika Serikat.
Hal yang sama terjadi di Korea Selatan. Kospi dibuka naik tipis 0,29 persen, sebelum akhirnya melesat 1 perseb ke level 4.151,79. Sementara Kosdaq bergerak mendatar. Investor sepertinya sedang mengambil sikap hati-hati terhadap saham-saham teknologi dan growth.
Jepang tampil paling solid. Nikkei 225 melesat 1,17 persen ke 50.734,02 dan Topix naik 1,18 persen. Konerja keduanya menunjukkan bahwa pasar Jepang masih diuntungkan oleh pelemahan yen, ekspektasi kebijakan moneter yang tetap akomodatif, serta arus modal yang konsisten masuk ke saham-saham berkapitalisasi besar.
Sentimen dari China menjadi salah satu penopang utama kawasan. Setelah pertemuan tahunan para pemimpin China, mereka berencana mendukung kebijakan yang sudah ada hingga 2026. Fokus utamanya ada di pada dorongan konsumsi domestik dan upaya menahan pelemahan sektor properti. Hal ini memberi kelegaan bagi pasar yang selama ini dibayangi perlambatan ekonomi China.
Di saat yang sama, prioritas penguatan kapabilitas teknologi domestik menegaskan bahwa arah kebijakan industry China masih konsisten dan terstruktur, sehingga mengurangi ketidakpastian kebijakan bagi investor regional.
Ada Peluang Naik, IHSG Dibuka Melemah
Di Indonesia, dinamika pasar lebih kompleks. Secara teori, IHSG memiliki peluang untuk kembali ke zona hijau setelah sebelumnya mencetak rekor intraday di 8.776. Namun, koreksi 0,92 persen pada penutupan Kamis ke level 8.620 memperlihatkan bahwa euforia rekor tertahan oleh aksi ambil untung.
Tekanan ini juga tercermin pada pergerakan iShares MSCI Indonesia ETF (EIDO) di New York yang turun 1,01 persen, memberi sinyal bahwa investor global masih melakukan penyesuaian eksposur terhadap pasar Indonesia.
IHSG hari ini sempat dibuka menguat 31 poin ke level 8.651, tetapi pergerakan tersebut tidak bertahan lama. Pada pukul 09.05 WIB, indeks berbalik melemah 0,19 persen ke 8.603, setelah sempat menyentuh level tertinggi sementara 8.656 dan terendah 8.594.
Fluktuasi ini menunjukkan bahwa pasar masih berada dalam fase tarik-menarik antara pembeli yang mencoba memanfaatkan sentimen Asia yang positif dan penjual yang masih aktif mengamankan keuntungan jangka pendek.
Struktur teknikal turut memberi konteks atas pergerakan ini. Pola candlestick bearish harami yang terbentuk dalam dua hari terakhir mengindikasikan bahwa tekanan jual belum sepenuhnya reda.
Oleh karena itu, meskipun ada peluang rebound mendekati area 8.700, risiko penurunan ke bawah 8.600 masih terbuka jika tekanan jual kembali menguat. Distribusi pergerakan saham juga relatif berimbang, dengan 277 emiten menguat, 213 melemah, dan 467 stagnan, menandakan bahwa arah pasar belum benar-benar terkonsolidasi.
Dari sisi sektoral, penguatan terlihat pada sektor bahan baku dan energi yang masing-masing naik di atas 1 persen, sejalan dengan sentimen komoditas global yang membaik. Sektor properti juga mencatat kenaikan, selaras dengan optimisme regional terkait stabilisasi sektor properti China.
Namun, tekanan muncul pada sektor keuangan, konsumer primer, kesehatan, dan terutama infrastruktur yang terkoreksi cukup dalam. Pelemahan sektor infrastruktur mengindikasikan adanya selektivitas tinggi investor dan kehati-hatian terhadap saham-saham yang sebelumnya telah naik signifikan.
Secara keseluruhan, pembukaan bursa Asia hari ini menunjukkan respons positif terhadap sentimen global, terutama dari Wall Street dan arah kebijakan China. Namun, dinamika intraday mengungkap bahwa pasar masih rentan terhadap aksi ambil untung dan penyesuaian posisi.
Asia bergerak dalam mode risk-on moderat, bukan euforia penuh. Di Indonesia khususnya, IHSG berada dalam fase konsolidasi pascarekor, di mana arah jangka pendek sangat ditentukan oleh kemampuan indeks bertahan di atas area 8.600 dan keberlanjutan minat beli pada sektor-sektor berbasis komoditas dan energi.(*)