KABARBURSA.COM – Pasar saham Asia-Pasifik ditutup melemah pada perdagangan Senin, 19 Mei 2025, seiring tekanan dari penurunan peringkat kredit Amerika Serikat oleh Moody’s dan rilis data ekonomi yang mengecewakan dari China. Sentimen investor cenderung berhati-hati di tengah kekhawatiran makroekonomi global yang semakin membesar.
Moody’s, sebagaimana dilaporkan CNBC International, pada Jumat, 16 Mei 2025 lalu resmi memangkas peringkat utang jangka panjang pemerintah AS dari Aaa menjadi Aa1. Penurunan ini didasari kekhawatiran terhadap membesarnya defisit anggaran dan meningkatnya beban pembayaran utang di tengah tren suku bunga tinggi.
“Penurunan peringkat ini memperkuat kekhawatiran lama soal membengkaknya defisit dan utang pemerintah AS, meskipun isu ini sebenarnya bukan hal baru bagi pasar,” kata Vasu Menon, Managing Director strategi investasi di OCBC, dalam catatannya kepada investor.
Selain itu, pasar juga menyoroti lemahnya data ekonomi China, yang menjadi katalis tambahan pelemahan bursa Asia. Penjualan ritel di China hanya tumbuh 5,1 persen secara tahunan pada April, lebih rendah dari estimasi Reuters sebesar 5,5 persen. Ini mengindikasikan konsumsi rumah tangga masih belum pulih sepenuhnya.
Sementara itu, produksi industri China tumbuh 6,1 persen di bulan yang sama—sedikit lebih tinggi dari ekspektasi pasar di 5,5 persen. Namun angka ini tetap lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 7,7 persen yang tercatat pada Maret, menunjukkan laju ekspansi yang melambat.
Kinerja bursa Asia pun ikut tertekan. Di Hong Kong, indeks Hang Seng turun tipis 0,05 persen ke posisi 23.332,72. Sedangkan indeks CSI 300 yang mencerminkan kinerja saham unggulan di bursa China daratan, melemah 0,48 persen.
Pasar saham Jepang juga tak luput dari tekanan. Indeks Nikkei 225 ditutup melemah 0,68 persen ke level 37.498,63, sementara indeks Topix turun 0,08 persen ke posisi 2.738,39. Pelemahan ini dipicu oleh sentimen global serta tekanan dari sektor teknologi dan manufaktur.
Di Korea Selatan, indeks Kospi turun 0,89 persen ke level 2.603,42. Tekanan lebih besar terjadi pada indeks Kosdaq, yang banyak dihuni saham-saham kapitalisasi kecil, dengan pelemahan mencapai 1,56 persen ke posisi 713,75.
Sementara itu, di Australia, indeks S&P/ASX 200 juga ditutup melemah 0,58 persen ke 8.295,1. Investor di Negeri Kanguru turut mencermati pertemuan kebijakan dua hari dari bank sentral Australia (RBA) yang dimulai hari ini. Ekspektasi pasar terhadap arah suku bunga dan prospek pertumbuhan ekonomi domestik menjadi sorotan utama pelaku pasar di sana.
Secara keseluruhan, hari perdagangan di Asia ditutup dengan sentimen yang suram. Kombinasi antara penurunan peringkat kredit AS, ketidakpastian kebijakan tarif global, dan lemahnya indikator ekonomi China membuat investor lebih berhati-hati.
Tekanan ini diperkirakan masih akan membayangi pasar setidaknya hingga ada sinyal stabilisasi dari data-data ekonomi utama maupun arah kebijakan moneter global.
Wall Street Stabil di Tengah Tekanan Downgrade Moody’s
Bursa saham AS ditutup nyaris stagnan pada perdagangan Senin, 19 Mei 2025 waktu setempat, di tengah tekanan sentimen dari keputusan Moody’s yang menurunkan peringkat kredit pemerintah federal AS.
Penurunan ini mencerminkan kekhawatiran pasar atas profil utang AS yang semakin membengkak dan biaya bunga yang terus meningkat.
Seperti dilaporkan Reuters, indeks Dow Jones Industrial Average masih mencatat kenaikan 137,33 poin atau 0,32 persen ke level 42.792,07. Sementara itu, indeks S&P 500 hanya menguat 5,22 poin atau 0,09 persen ke posisi 5.963,60. Nasdaq Composite turut bertambah tipis 4,36 poin atau 0,02 persen menjadi 19.215,46.
Moody’s mengumumkan penurunan peringkat kredit jangka panjang AS dari “Aaa” menjadi “Aa1” pada Jumat, 16 Mei 2025, setelah penutupan pasar. Lembaga pemeringkat itu mengutip lonjakan utang AS yang telah mencapai USD36 triliun serta beban bunga yang kian memberatkan sebagai faktor utama.
“Pasar memang diperkirakan akan bereaksi karena pengumuman dari Moody’s dilakukan setelah jam perdagangan berakhir,” ujar Talley Leger, Kepala Strategi Pasar di The Wealth Consulting Group. Namun, menurutnya, aksi jual terhadap aset Amerika sejauh ini dinilai sudah terlalu berlebihan.
Sempat tertekan di awal sesi, bursa saham AS akhirnya mampu bangkit dan menutup perdagangan mendekati level sebelumnya. Bahkan, S&P 500 mencetak kenaikan beruntun selama enam sesi terakhir.
Secara sektoral, dari 11 sektor dalam indeks S&P 500, tujuh ditutup di zona hijau. Kenaikan dipimpin oleh sektor kesehatan, barang konsumsi primer, industri, material, dan utilitas. Sebaliknya, sektor energi dan barang konsumsi non-primer menjadi pemberat indeks.
Di pasar obligasi, yield surat utang pemerintah AS bertenor 10 tahun naik 1 basis poin ke level 4,449 persen. Kenaikan ini mencerminkan kekhawatiran bahwa RUU pemangkasan pajak yang sedang dibahas Kongres akan semakin memperburuk defisit fiskal. RUU tersebut, yang menjadi agenda utama Presiden Donald Trump, telah mendapatkan persetujuan awal dari komite kunci pada Minggu.
Dari sisi korporasi, saham TXNM Energy melonjak 7 persen usai diumumkan akan diakuisisi oleh unit infrastruktur milik Blackstone dalam transaksi senilai USD11,5 miliar. Saham Novavax juga menguat tajam 15 persen setelah memperoleh izin regulator untuk vaksin COVID-19 miliknya. Regeneron Pharmaceuticals turut mencatat kenaikan 0,4 persen setelah mengumumkan akuisisi terhadap perusahaan genomik 23andMe Holdings senilai USD256 juta lewat lelang kebangkrutan.
Di Bursa Efek New York (NYSE), volume perdagangan mencatatkan 19,41 miliar saham, jauh di atas rata-rata 20 hari terakhir sebesar 17,34 miliar saham. Rasio saham yang naik dan turun berimbang di 1 banding 1. Tercatat 216 saham menyentuh level tertinggi baru, dan 50 saham mencetak titik terendah di NYSE.
Sementara itu, di S&P 500 terdapat 26 saham yang mencetak rekor tertinggi 52 minggu tanpa ada saham yang menyentuh titik terendah. Di Nasdaq, tercatat masing-masing 57 saham menyentuh titik tertinggi dan terendah yang baru. (*)