KABARBURSA.COM - Bursa saham Eropa menutup perdagangan Rabu, 22 Oktober 2025, di zona merah. Buruknya laporan keuangan mengecewakan sejumlah perusahaan besar, seperti L’Oreal, Hermes, serta dampak negatif dari hasil kuartalan lemah Texas Instruments di Amerika Serikat, menekan performa bursa.
Indeks acuan pan-Eropa STOXX 600 berakhir turun 0,18 persen atau 1,01 poin ke posisi 572,29. Pergerakan di bursa utama kawasan juga menunjukkan arah yang tidak seragam. DAX Jerman turun 0,74 persen ke 24.151,13, dan CAC 40 Prancis melemah 0,63 persen menjadi 8.206,87.
Sementara FTSE 100 Inggris justru berhasil naik 0,93 persen ke 9.515,00, mencerminkan perbedaan kondisi ekonomi dan ekspektasi kebijakan moneter di masing-masing negara.
Penyumbang utama pelemahan di pasar Eropa kali ini adalah sektor teknologi, yang anjlok 1,4 persen. Saham-saham semikonduktor seperti ASM International, ASML, dan STMicroelectronics ikut terseret setelah laporan dari Texas Instruments menujukkan kekhawatiran melambatnya permintaan global.
Kinerja negatif sektor ini menegaskan bahwa euforia terhadap pertumbuhan industri semikonduktor mulai terkoreksi, terutama setelah reli panjang sepanjang tahun.
Namun, sorotan utama tertuju pada L’Oreal dan Hermes, dua ikon besar industri barang mewah Eropa. L’Oreal mencatat penurunan tajam 6,7 persen setelah merilis penjualan kuartal ketiga yang tidak memenuhi ekspektasi analis. Sementara Hermes juga merosot 2,3 persen akibat sinyal lemahnya pemulihan permintaan di pasar China.
Bagi investor, laporan dari kedua raksasa ini menjadi sinyal bahwa konsumsi di sektor premium masih menghadapi tekanan, terutama di tengah tanda-tanda moderasi pertumbuhan ekonomi China. Akibatnya, indeks sektor barang mewah di STOXX 600 terkoreksi 1,2 persen dan menyeret kinerja keseluruhan bursa.
Analis Natixis Investment Managers Mabrouk Chetouane menilai, laporan keuangan tersebut menunjukkan belum cukup kuatnya pemulihan ekonomi China untuk menopang optimisme di sektor barang mewah.
Hal ini juga memperkuat kekhawatiran bahwa permintaan dari konsumen Chinabisa melambat lebih lama dari perkiraan.
Sektor Energi Menopang Kenaikan Bursa
Di sisi lain, sektor energi justru menjadi penopang pasar, naik 0,7 persen seiring naiknya harga minyak dunia yang hampir menyentuh 4 persen pada sesi perdagangan sebelumnya. Penguatan sektor energi juga membantu FTSE 100 Inggris tetap di zona hijau.
Plus, didorong oleh data inflasi Inggris yang stabil di September. Juga, spekulasi bahwa Bank of England (BoE) akan memangkas suku bunga sebelum akhir tahun, menjadi kabar positif bagi sektor properti dan konstruksi perumahan Inggris.
Selain itu, saham perusahaan pertahanan sempat melonjak di awal sesi setelah kabar bahwa KTT antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin ditunda. Namun, kenaikan tersebut tidak bertahan lama, karena investor menilai penundaan itu justru menambah ketidakpastian geopolitik.
Akhirnya, sektor pertahanan berbalik turun 1,1 persen, mencerminkan sikap hati-hati pasar terhadap perkembangan politik global.
Secara individu, pergerakan saham menunjukkan kontras yang tajam. Saham ITV jatuh 8,6 persen, menjadi yang terburuk di indeks STOXX 600. Kejatuhannya terjadi usai Liberty Global memangkas kepemilikannya hingga setengah.
Sebaliknya, Barclays melonjak hampir 5 persen berkat pengumuman program buyback saham senilai 500 juta poundsterling (USD671 juta) serta peningkatan target kinerja tahun ini. Sementara itu, saham UniCredit turun 2,3 persen meski bank Italia itu tetap optimistis memperbaiki prospek laba di kuartal mendatang.
Dari Prancis, Ipsen naik 5,3 persen setelah membukukan hasil kuartalan yang melampaui ekspektasi dan menaikkan proyeksi kinerjanya untuk sisa tahun ini.
Secara keseluruhan, sesi perdagangan Rabu menunjukkan bahwa pasar Eropa sedang berada dalam fase konsolidasi. Sentimen investor masih bercampur antara optimisme terhadap sektor-sektor defensif dan kekhawatiran terhadap perlambatan global, khususnya dari China.
Investor kini menanti keputusan European Central Bank (ECB) dan Federal Reserve pekan depan, yang akan menjadi penentu arah pasar berikutnya.
Kombinasi dari laporan keuangan yang bervariasi, tekanan dari sektor teknologi dan barang mewah, serta dinamika geopolitik dan kebijakan moneter, menjadikan pasar Eropa bergejolak namun tetap tangguh.
Dengan inflasi Inggris yang mulai stabil dan sektor energi yang menguat, ada sinyal bahwa sebagian pasar Eropa, terutama London, mungkin memiliki peluang untuk pulih lebih cepat dibanding bursa lainnya di kawasan.(*)