Logo
>

Cadangan Pangan Daerah Dipertanyakan Usai Banjir Sumatera

Pengamat Pertanian, Khudori, menilai rangkaian banjir dan longsor itu berpotensi serius mengganggu ketahanan pangan di daerah-daerah terdampak.

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Cadangan Pangan Daerah Dipertanyakan Usai Banjir Sumatera
Kondisi banjir yang melanda wilayah Kabupaten Padang Sidempuan, Provinsi Sumatera Utara. (Foto: BPBD Kabupaten Padang Sidempuan)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Sejak bencana menghantam Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat pada akhir November, sejumlah wilayah masih belum dapat dijangkau.

    Pengamat Pertanian, Khudori, menilai rangkaian banjir dan longsor itu berpotensi serius mengganggu ketahanan pangan di daerah-daerah terdampak.

    Ia mengingatkan bahwa hambatan distribusi akibat kondisi medan bisa memicu kekurangan pasokan pangan, lonjakan harga kebutuhan pokok, hingga gangguan sosial.

    "Gejolak sosial antara lain berupa penjarahan minimarket dan gudang BULOG," katanya dalam keterangan resmi, Kamis 11 Desember 2025.

    Dari laporan pemerintah, Direktur Utama Perum BULOG Ahmad Rizal Ramdhani dan Plt Deputi II Bidang Perekonomian dan Pangan KSP Telisa Aulia Falianty telah mengonfirmasi bahwa gudang BULOG di Dayah Timu Sigli (Aceh) dan Sarudik Sibolga (Sumatera Barat) ikut dijarah setelah bencana.

    Khudori menekankan bahwa kejadian ini kembali membuka urgensi keberadaan cadangan pangan milik pemerintah daerah dan desa. Ia mengingatkan bahwa UU Pangan No. 18/2012 menetapkan tiga jenis cadangan: pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.

    "Cadangan ini digunakan untuk mengantisipasi kekurangan ketersediaan pangan, kelebihan ketersediaan, gejolak harga pangan, dan keadaan darurat," jelasnya.

    Regulasi turunan seperti PP No. 17/2015, Perpres 125/2022, hingga Peraturan Bapanas No. 15/2023 yang diperbarui dalam Peraturan Bapanas No. 3/2025, mengatur rinci penentuan jumlah cadangan beras daerah oleh masing-masing kepala daerah.

    Penetapannya memperhitungkan produksi, potensi kerawanan pangan, kebutuhan darurat, konsumsi masyarakat, serta kemampuan anggaran.

    Menurut Khudori, aturan yang berlaku saat ini membuat cadangan pangan daerah seluruhnya berbasis beras. Padahal tidak semua wilayah memproduksi komoditas tersebut.

    "Idealnya, cadangan pangan daerah berbasiskan pangan lokal," ujarnya.

    Meski begitu, ia mengakui bahwa ketersediaan dan harga beras yang stabil secara nasional menjadikan komoditas ini lebih praktis dijadikan basis cadangan.

    "Salah satunya karena produksi beras secara nasional cukup, tersedia di pasar sepanjang waktu, dan harganya relatif terjangkau kantong," kata Khudori.

    Ia menambahkan bahwa tingginya konsumsi beras yang mencapai 99,33 PERSEN penduduk pada 2023 menjadikannya sumber energi dan protein utama.

    Karena itu, cadangan beras di tingkat provinsi, kabupaten/kota, hingga desa dinilai mampu meminimalkan risiko kelaparan ketika distribusi pangan terputus akibat bencana.

    "Di sinilah pentingya keberadaan cadangan beras pemerintah daerah itu. Baik yang dikelola sendiri oleh BUMD setempat, misalnya, atau dikerjasamakan dengan BULOG," jelasnya.

    Namun penyediaan cadangan pangan belum merata. Data Bapanas 2025 menunjukkan baru 33 dari 38 provinsi yang memiliki cadangan beras dan regulasinya.

    Lima provinsi seperti Papua Selatan, Papua Tengah, Papua Barat Daya, Papua Pegunungan, dan Jakarta belum memilikinya. Meski begitu, Khudori mengakui Jakarta ditopang BUMD seperti Food Station dan Pasar Jaya, yang dominan mengamankan pasokan dan harga.

    Untuk kabupaten/kota, dari total 331 yang memiliki regulasi cadangan pangan daerah, masih ada 46 yang belum memiliki stok beras. Hanya 8 dari 23 kabupaten/kota di Aceh dan 13 dari 33 di Sumatera Utara yang memiliki cadangan.

    Sumatera Barat menjadi satu-satunya provinsi di tiga daerah terdampak yang seluruh kabupaten/kotanya memiliki stok.

    "Belum diketahui berapa jumlah desa/kelurahan yang memiliki cadangan beras," kata dia.

    Khudori menilai secara keseluruhan volume cadangan beras daerah masih jauh dari memadai.

    Padahal indikator ini digunakan dalam evaluasi kinerja pemerintah daerah sebagaimana tercantum dalam Permendagri No. 18/2020, serta menjadi variabel dalam Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan dan Indeks Ketahanan Pangan.

    Ia menekankan bahwa bencana Sumatra seharusnya menjadi alarm keras agar cadangan pangan daerah benar-benar dibangun.

    Stok sekecil apa pun seminggu, sepuluh hari, atau satu bulan kebutuhan konsumsi dapat menjadi penyangga pada fase awal kedaruratan ketika akses logistik terbatas.

    Cadangan di tingkat desa dapat mengisi celah ketika satu-satunya jalur distribusi yang tersedia hanya melalui udara.

    "Kalau situasi membaik, cadangan beras daerah dan pusat akan memperkuat," tandasnya.(*)
     

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.