Logo
>

China Turunkan Suku Bunga Acuan, Sinyal Baru Pemulihan Ekonomi

Bank Sentral China menurunkan suku bunga acuan untuk mendorong permintaan domestik. Ini jadi sinyal pelonggaran moneter di tengah tekanan perlambatan ekonomi dan perang dagang.

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
China Turunkan Suku Bunga Acuan, Sinyal Baru Pemulihan Ekonomi
Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Makassar, Sulawesi Selatan. Penurunan suku bunga acuan oleh Bank Sentral China menjadi sinyal kuat pelonggaran moneter yang bertujuan mendorong konsumsi domestik, sekaligus berpotensi meningkatkan permintaan impor dari negara mitra seperti Indonesia. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

Poin Penting :

KABARBURSA.COM – Bank Sentral China resmi menurunkan suku bunga pinjaman acuan (loan prime rate/LPR) untuk pertama kalinya tahun ini. Langkah ini jadi sinyal bahwa Beijing semakin agresif mendorong permintaan domestik yang sedang lesu.

Berdasarkan pengumuman resmi People’s Bank of China (PBOC) yang dikutip The Wall Street Journal pada Selasa, 20 Mei 2025, suku bunga pinjaman tenor satu tahun dipangkas 10 basis poin menjadi 3,00 persen, sementara untuk tenor lima tahun menjadi 3,50 persen. Penurunan ini merupakan hasil dari proses lelang yang melibatkan bank-bank besar milik negara.

Langkah ini melanjutkan rangkaian pelonggaran moneter yang sudah dimulai sejak awal bulan. Sebelumnya, PBOC juga memangkas suku bunga reverse repo tujuh hari sebesar 10 basis poin sebagai bagian dari strategi injeksi likuiditas ke sistem keuangan.

Penurunan suku bunga acuan ini menjadi penanda bahwa pemerintah China tak lagi menunggu. Setelah data ekonomi kuartal I menunjukkan tanda-tanda pelambatan, Beijing mempercepat pelonggaran agar konsumsi dan investasi dalam negeri tak terseret lebih jauh.

Bersamaan dengan pemangkasan LPR, empat bank terbesar milik negara—Industrial and Commercial Bank of China, Agricultural Bank of China, Bank of China, dan China Construction Bank—juga mengumumkan penurunan suku bunga simpanan hingga 25 basis poin. Artinya, dorongan konsumsi tak hanya datang dari sisi kredit, tapi juga melalui penyesuaian bunga tabungan.

Upaya ini dilakukan hanya beberapa hari setelah Beijing mengejutkan pasar dengan sinyal perbaikan hubungan dagang dengan Washington. Spekulasi pun berkembang bahwa langkah pelonggaran moneter ini adalah bentuk penyesuaian internal sebelum mengeksekusi kesepakatan dagang strategis.

Di samping itu, penurunan suku bunga acuan oleh China bisa berdampak langsung terhadap mitra dagangnya, seperti Indonesia. Dengan suku bunga lebih rendah, permintaan dari sektor rumah tangga dan industri China bisa pulih, membuka ruang pemulihan ekspor komoditas RI seperti batu bara, nikel, dan CPO.
 

Ekonomi China Melambat

Kondisi ekonomi China masih terlihat kokoh di tengah tekanan perang dagang, meskipun mulai menunjukkan gejala melambat. Laporan resmi yang dirilis pada Senin, 19 Mei 2025, memperlihatkan bahwa aktivitas industri dan konsumsi masyarakat tetap tumbuh pada April, namun lajunya tak sekuat bulan sebelumnya.

Data dari Biro Statistik Nasional  China mencatat, produksi industri naik 6,1 persen secara tahunan pada April. Capaian ini memang turun dari pertumbuhan Maret yang sempat menyentuh 7,7 persen, namun masih melampaui proyeksi analis dari survei Wind (5,2 persen) dan prediksi Wall Street Journal yang memperkirakan 5,5 persen.

Sementara itu, pertumbuhan penjualan ritel hanya mencapai 5,1 persen—melemah dibanding 5,9 persen di bulan sebelumnya, dan tak memenuhi ekspektasi analis yang memperkirakan kenaikan 5,8 persen. Investasi aset tetap sepanjang Januari hingga April juga tercatat melambat menjadi 4,0 persen, dari 4,2 persen pada kuartal pertama.

Namun, di tengah data yang mulai menunjukkan perlambatan, South China Morning Post (SCMP) tetap menghadirkan sudut pandang optimis. Media berbasis di Hong Kong itu menilai bahwa bulan April merupakan periode satu-satunya di mana dampak penuh dari tarif tiga digit Amerika Serikat benar-benar terekam dalam data. Hal ini terjadi sebelum kesepakatan jeda 90 hari antara Beijing dan Washington diberlakukan, yang menangguhkan sebagian besar bea masuk perdagangan.

Politbiro Partai Komunis China pun menyerukan untuk tetap fokus memperkuat urusan domestik, memperluas keterbukaan di level tinggi, dan menjaga ekspektasi pelaku pasar, sebagaimana dikutip SCMP dalam laporan 19 Mei 2025.

Meski begitu, retorika politik belum bisa menjawab kekhawatiran atas ketidakpastian arah ekonomi global. Di tengah dorongan untuk menggeliatkan konsumsi rumah tangga, kenyataan menunjukkan bahwa ancaman perlambatan tetap menghantui.

Salah satu indikator yang patut dicermati adalah tingkat pengangguran urban, yang meskipun turun tipis dari 5,2 persen menjadi 5,1 persen pada April, tetap menjadi sinyal penting di tengah fluktuasi dagang dan tekanan pada sektor ekspor.(*)

Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

Gabung Sekarang

Jurnalis

Moh. Alpin Pulungan

Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).