KABARBURSA.COM - Harga minyak kelapa sawit (CPO) berjangka Malaysia melemah, mengikuti kejatuhan minyak nabati (vegetable oil) pesaing dan turunnya minyak kelapa sawit India, pada Rabu, 4 September 2024.
Patokan kontrak minyak kelapa sawit untuk pengiriman November di Bursa Malaysia Derivatives Exchange mengalami penurunan sebesar 0,97 persen menjadi 3.893 ringgit (USD895,97) per metrik ton pada jeda tengah hari, dan berada pada jalur penurunan untuk sesi ketiga berturut-turut, menurut laporan Reuters di Jakarta.
"Harga CPO berjangka mengikuti pelemahan pasar eksternal pada minyak pesaing serta mencatat penurunan impor dari India karena harga yang tinggi," kata seorang trader yang berbasis di Kuala Lumpur.
Penguatan ringgit juga membuat minyak kelapa sawit kurang kompetitif, tambah trader tersebut.
Sementara itu, kontrak minyak kedelai (soyoil) Dalian yang paling aktif menyusut 0,57 persen, sedangkan kontrak minyak kelapa sawit Dalian anjlok 1,58 persen. Minyak kelapa sawit mengikuti pergerakan harga minyak terkait karena bersaing untuk mendapatkan bagian di pasar minyak nabati global.
Persediaan CPO Malaysia diperkirakan akan mencapai level tertinggi dalam enam bulan pada akhir Agustus karena permintaan ekspor yang lesu, seperti yang diungkapkan dalam survei Reuters. Impor CPO India sepanjang Agustus merosot 27 persen dari bulan lalu akibat stok yang melimpah dan margin negatif, yang mendorong penyuling untuk mengurangi pembelian minyak tropis tersebut.
Pembelian yang lebih rendah oleh importir minyak nabati terbesar di dunia ini dapat menyebabkan stok CPO lebih tinggi di produsen utama, Indonesia dan Malaysia, yang akan membebani kontrak tersebut.
Ringgit Malaysia, mata uang perdagangan kelapa sawit, menguat 0,46 persen terhadap dolar. Kekuatan ringgit membuat minyak kelapa sawit kurang menarik bagi pemegang mata uang lain.
Pada Selasa, China mengumumkan rencana untuk memulai penyelidikan anti-dumping terhadap impor kanola dari Kanada, setelah Ottawa mengenakan tarif pada kendaraan listrik China. Hal ini menyebabkan harga rapeseed oil (minyak lobak) domestik mencapai puncaknya dalam satu bulan.
Harga minyak mentah yang menurun juga berdampak pada harga CPO. Minyak mentah yang lebih lemah membuat CPO menjadi pilihan yang kurang menarik untuk bahan baku biodiesel.
Menurut analis teknikal Reuters, Wang Tao, "Harga minyak kelapa sawit mungkin turun menjadi 3.864 ringgit per metrik ton, karena terbentuknya double-top di sekitar 4.003 ringgit."
Harga Referensi CPO Indonesia
Sementara itu, Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI telah menaikkan Harga Referensi (HR) untuk komoditas minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) menjadi USD839,53 per metrik ton. Harga ini berlaku untuk periode 1 hingga 30 September 2024.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Isy Karim, mengatakan nilai ini mengalami peningkatan sebesar USD19,42 atau 2,32 persen dari periode Agustus 2024 yang sebelumnya tercatat sebesar USD820,11 per metrik ton (MT).
Penetapan ini tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 1204 tahun 2024 mengenai Harga Referensi Crude Palm Oil yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Layanan Umum oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit untuk Periode 1-30 September 2024.
“Saat ini, Harga Refrensi CPO meningkat menjauhi ambang batas sebesar USD680/MT. Untuk itu, merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang berlaku saat ini, pemerintah mengenakan Bea Keluar (BK) CPO sebesar USD52/MT dan Pungutan Ekspor CPO sebesar USD90/MT untuk periode 1-30 September 2024,” kata Isy dalam keterangannya, Rabu, 4 September 2024.
Isy menerangkan, harga referensi itu diperlukan untuk penetapan Bea Keluar (BK) dan tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (tarif BLU BPDP-KS), atau dikenal sebagai Pungutan Ekspor (PE).
Penetapan BK CPO periode 1-30 September 2024 merujuk pada Kolom Angka 5 Lampiran Huruf C PMK Nomor 38 Tahun 2024 sebesar USD33/MT. Sementara itu, Pungutan Ekspor CPO periode 1-30 September 2024 merujuk pada Lampiran Huruf C PMK Nomor 103/PMK.05/2022 jo. 154/PMK.05/2022 sebesar USD90/MT.
Sumber penetapan HR CPO berasal dari rata-rata harga selama periode 25 Juli sampai dengan 24 Agustus 2024 pada sejumlah rujukan, yaitu Bursa CPO di Indonesia sebesar USD804,96/MT, Bursa CPO di Malaysia sebesar USD874,10/MT, dan Pasar Lelang CPO Rotterdam sebesar USD970,41/MT.
Berdasarkan Permendag Nomor 46 Tahun 2022, bila terdapat perbedaan harga rata-rata pada tiga sumber harga sebesar lebih dari USD40, maka perhitungan HR CPO menggunakan rata-rata dari dua sumber harga yang menjadi median dan sumber harga terdekat dari median, yaitu Bursa CPO di Malaysia dan Bursa CPO di Indonesia. Sesuai dengan perhitungan tersebut, maka dapat ditetapkan HR CPO sebesar USD839,53/MT.
“Peningkatan HR CPO ini dipengaruhi peningkatan harga minyak nabati lainnya, yaitu minyak kedelai, dan peningkatan permintaan yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksi. Dalam hal ini, ada penurunan produksi di Malaysia,” jelas Isy.(*)