KABARBURSA.COM – Masuknya Danantara sebagai pengelola aset strategis BUMN belum serta-merta jadi jaminan lonjakan harga saham pelat merah. Menurut analis pasar uang Ibrahim Assuaibi, reaksi pasar akan sangat ditentukan oleh langkah konkret dan rencana kerja Danantara ke depan.
"Jangan dikira setelah perusahaan-perusahaan BUMN bergabung di bawah Danantara, langsung akan terjadi lonjakan harga saham. Atau malah penurunan. Tidak seperti itu. Ini semua soal kepercayaan dari investor, dan saat ini mereka masih dalam mode tunggu dan lihat," kata Ibrahim kepada Kabarbursa.com, Jumat 2 Mei 2025.
Menurutnya, investor sedang mencermati gebrakan awal Danantara, baik dari sisi tata kelola, perencanaan restrukturisasi, hingga arah investasi. Kejelasan langkah ini akan sangat menentukan arah sentimen terhadap emiten BUMN.
"Investor ingin tahu dulu: seperti apa blueprint Danantara ini? Apakah mereka hanya akan duduk sebagai pengelola aset, atau benar-benar aktif mengintervensi arah manajemen perusahaan? Ini penting buat dicermati," ujarnya.
Ibrahim menyebut, secara umum kondisi keuangan sebagian besar BUMN cukup sehat, terutama yang telah melantai di bursa. Namun ada beberapa sektor yang memang masih bermasalah dan perlu perhatian khusus.
"Perusahaan pelat merah di sektor infrastruktur seperti Waskita Karya, Wijaya Karya, memang masih berat dan butuh suntikan modal. Begitu juga sektor transportasi seperti Garuda Indonesia yang belum sepenuhnya lepas dari masalah lama," jelasnya.
Namun perhatian utama justru ada pada dua BUMN besar yang belum masuk bursa: PLN dan PT Kereta Api Indonesia (KAI).
"Coba cek, apakah PLN sudah IPO? Belum. Begitu juga KAI. Nah dua ini justru yang menyedot dana besar dari negara, dan ironisnya belum bisa dilepas ke pasar karena kinerja keuangannya masih merah," tegas Ibrahim.
Ia menilai pemerintah sangat berhati-hati untuk membawa dua entitas ini ke pasar modal, karena potensi penilaian negatif dari investor cukup besar.
"Kalau dipaksakan masuk bursa dalam kondisi rugi, bisa dihajar habis-habisan oleh investor. Pemerintah tentu tak ingin itu terjadi, apalagi dua perusahaan ini pegang peran vital dalam hajat hidup orang banyak," katanya.
Di luar dua entitas itu, Ibrahim menilai prospek BUMN cukup positif. Perusahaan tambang dan logam seperti yang bergerak di sektor nikel dan Freeport dinilainya memiliki fundamental kuat meski harga emas tengah terkoreksi.
"Harga emas memang sedang turun, tapi ini justru peluang akumulasi. Permintaan logam tetap tinggi, sementara pasokan terbatas. Jadi koreksi hanya bersifat sementara," ungkapnya.
Lebih jauh, Ibrahim melihat bahwa keberadaan Danantara bisa menjadi katalis positif jika benar-benar mendorong efisiensi dan transparansi, sesuai arah kebijakan Presiden Prabowo.
"Kalau Danantara ini bisa menunjukkan mereka bekerja secara profesional dan tidak sekadar bagi-bagi jabatan, saya yakin pasar akan menilai positif. Tapi kalau justru terkesan jadi alat baru buat intervensi, ya bisa jadi bumerang," tutup Ibrahim.
Bos Danantara Klaim Investor AS Mulai Lirik RI
CIO Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) Pandu Sjahrir, menyebut investor di Amerika Serikat (AS) mulai melirik Indonesia di tengah perang dagang global.
Pandu mengatakan, para investor ini mulai keteteran akibat perang dagang yang tengah berkecamuk. Karenanya, mereka sedang mencari cara untuk bisa kembali atau return di tengah situasi yang serba tidak pasti.
“Mereka (investor di AS) juga pusing dengan apa yang terjadi. Saya berbicara dengan beberapa investor besar di Amerika, baik di public maapun private market. Justru mereka yang nanya-nanya saya, ini sebaiknya bagaimana,” kata Pandu kepada media di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI).
Setelah perbincangan tersebut, diketahui para investor AS ini menganggap kondisi di Indonesia jauh lebih baik. Untuk itu, peluang berbisnis dan menanamkan sahamnya cukup terbuka.
“Mereka melihat, Indonesia mungkin politiknya bersih, rapih, relatively secara policy juga bagus. Kan kita banyak fokus ke food security dan energy security,” ujar dia.
Pandu memaparkan bagaimana investor di AS bisa menaruk ketertarikan kepada Indonesia. Dirinya memberi contoh Qatar, yang berencana berinvestasi sebesar USD2 miliar ke Danantara.
Lebih jauh, perang dagang global memang berimbas ke banyak negara. Namun, dia menegaskan efek positif dari situasi seperti ini adalah dengan memperkuat ekonomi dalam negeri.
“Sekarang bagusnya Donald Trump akan berbicara sama Presiden Xi. Menurut saya itu langkah yang baik, kelihatan dari pasar modal hari ini juga naik hampir 1 persen. Menurut saya, perang dagang secara keseluruhan malah membuat Indonesia kini juga banyak fokus ke diri kita sendiri,” ucap dia.
1. Sentimen Pasar: Mode "Tunggu dan Lihat"
Investor saat ini bersikap hati-hati dan menunggu aksi konkret dari Danantara, bukan sekadar pengumuman formal:
- Tidak ada jaminan lonjakan harga saham BUMN hanya karena terbentuknya Danantara.
- Kepercayaan investor sangat bergantung pada transparansi, arah restrukturisasi, dan implementasi reformasi manajemen.
- Risiko overhype tanpa eksekusi bisa memicu kekecewaan pasar dan tekanan harga saham.
Investor jangka pendek perlu menahan euforia, sedangkan jangka menengah-panjang dapat mulai mengamati struktur tata kelola Danantara sebagai indikator arah investasi strategis.
2. Penilaian Sektoral BUMN
A. BUMN Tercatat di Bursa: Selektif Positif
- Beberapa perusahaan seperti Freeport, Antam, dan BUMN tambang nikel/logam masih memiliki fundamental kuat, meskipun terjadi koreksi harga komoditas.
- Ini membuka peluang akumulasi saham sektor komoditas, terutama jika harga logam kembali rebound.
- Saham-saham konstruksi seperti Waskita Karya, Wijaya Karya masih diwarnai tekanan likuiditas dan utang, butuh restrukturisasi besar.
B. BUMN Non-Tercatat: Risiko IPO Tinggi
- PLN dan KAI, meskipun strategis, masih mencatat kinerja keuangan negatif, dan dinilai terlalu berisiko untuk dilepas ke pasar dalam waktu dekat.
- IPO prematur dapat mengganggu sentimen pasar secara keseluruhan terhadap BUMN.
: Investor perlu selektif pada subsektor, fokus pada BUMN yang sudah menunjukkan profitabilitas dan tata kelola modern.
3. Potensi Danantara Sebagai Katalis Positif
Peluang:
- Bila Danantara mampu menjalankan efisiensi dan transparansi, ini bisa menjadi katalis untuk re-rating saham-saham BUMN.
- Investor asing (termasuk dari AS dan Qatar) mulai menunjukkan ketertarikan pada Indonesia sebagai tujuan investasi, terutama dalam konteks ketegangan geopolitik global.
- Fokus Indonesia terhadap food security dan energy security memberi daya tarik untuk investor jangka panjang.
Risiko:
- Jika Danantara hanya jadi instrumen “politik jabatan” dan tidak memberikan reformasi nyata, pasar bisa bereaksi negatif.
- Potensi overpromising oleh pemerintah tanpa deliverable jelas bisa menciptakan volatilitas di saham-saham pelat merah.
Investor institusional dan retail jangka menengah perlu memantau "blueprint dan roadmap" Danantara sebelum membuat keputusan besar, sembari mengalokasikan portofolio pada emiten BUMN dengan performa terbukti.
4. Sentimen Global dan Investasi Asing
- Perang dagang global mendorong reorientasi portofolio global ke emerging markets, dan Indonesia menjadi destinasi alternatif yang stabil secara politik dan regulasi.
- Potensi investasi Qatar sebesar USD2 miliar ke Danantara menunjukkan bahwa investor global mengantisipasi reformasi BUMN.
Investor domestik dapat mengambil posisi lebih awal pada saham-saham BUMN prospektif yang berpeluang mendapat dukungan modal dari Danantara atau mitra luar negeri.(*)