KABARBURSA.COM – Ketidakpastian ekonomi global kembali menegang akibat peningkatan eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Di tengah ketegangan ini, eksistensi Danantara mulai dipertanyakan efektivitasnya.
Perang dagang yang semula hanya perkara tarif balasan kini berubah jadi ajang saling ancam. Presiden AS Donald Trump diketahui menghidupkan tarif impor resiprokal terhadap 185 negara, termasuk Indonesia yang dikenakan tarif sebesar 32 persen karena dianggap sebagai negara penyumbang defisit perdagangan ke-15 terbesar bagi Negeri Paman Sam.
Sementara itu, China tak tinggal diam. Pada 12 April 2025, Beijing memutuskan menaikkan tarif retaliasi menjadi 145 persen atas sejumlah produk asal AS. Tak butuh waktu lama, pada 15 April 2025, Amerika merespons dengan menaikkan tarif menjadi 245 persen terhadap barang-barang China.
Tak hanya itu, China juga mulai melayangkan ancaman terhadap negara-negara yang dinilai terlalu dekat dengan Washington. Indonesia pun menjadi sorotan karena sedang melakukan negosiasi dagang dengan AS.
Di tengah situasi global yang tidak menentu ini, publik menoleh ke Danantara Indonesia—entitas pengelola dana investasi negara—untuk melihat apakah badan ini mampu menjawab tantangan yang ada.
Ekonom dari Universitas Andalas, Syafrudin Karimi, menyebut bahwa saat inilah Danantara harus menunjukkan performa nyata dan membuktikan bahwa kepercayaan publik yang dibarengi suntikan modal besar tidak salah tempat.
“Justru dalam situasi seperti ini, para pengelola Danantara harus semakin mampu membuktikan dan meyakinkan masyarakat bahwa modal besar yang dipercayakan kepada mereka benar-benar dikelola secara profesional dan bertanggung jawab,” ujarnya kepada kabarbursa.com, Selasa, 22 April 2025.
Sebagai informasi, total aset yang dimiliki oleh Danantara mencapai USD900 miliar atau setara Rp15.173 triliun (dengan kurs Rp16.859 per dolar AS). Dari jumlah tersebut, sekitar USD20 miliar atau sekitar Rp337 triliun sudah dialokasikan khusus untuk investasi jangka panjang.
“Dengan nilai aset yang sangat signifikan, Danantara memiliki peluang besar untuk menjadi mesin baru bagi pertumbuhan ekonomi nasional,” tambah Syafrudin.
Namun di sisi lain, ia juga belum bisa berkomentar lebih jauh dikarenakan belum adanya laporan kinerja lembaga tersebut yang bisa diakses secara terbuka. Publik, menurutnya, masih bertanya-tanya mengenai efektivitas penggunaan aset sebesar itu.
“Kita belum bisa memastikan bagaimana kinerja Danantara Indonesia saat ini karena belum ada laporan kinerja yang transparan dan terukur yang dapat diakses oleh publik,” ucapnya.
Padahal, menurut Syafrudin, potensi Danantara sangat besar untuk menjadi penggerak utama investasi produktif di sektor-sektor vital nasional.
“Dengan aset senilai lebih dari USD900 miliar, Danantara memiliki potensi besar untuk menjadi katalisator investasi produktif, terutama dalam sektor infrastruktur, energi, dan manufaktur strategis,” ungkap dia.
Lima Strategi Danantara Hadapi Ketidakpastian Global
Menanggapi dinamika ekonomi global yang kian tidak menentu, Syafrudin menyampaikan lima langkah strategis yang dapat ditempuh Danantara Indonesia agar mampu menjawab tantangan global dengan lebih konkret.
“Danantara Indonesia dapat mengambil sejumlah langkah strategis di tengah situasi global yang penuh ketidakpastian,” kata Syafrudin
Pertama, ia menyarankan agar Danantara menyusun portofolio investasi yang terdiversifikasi dengan baik, baik secara sektoral maupun geografis.
“Untuk mengurangi risiko eksternal yang berasal dari volatilitas pasar global, diversifikasi portofolio adalah langkah awal yang krusial,” ujarnya.
Kedua, Syafrudin menekankan pentingnya memprioritaskan investasi pada sektor produktif domestik.
“Danantara perlu memprioritaskan investasi pada proyek-proyek infrastruktur dan sektor produktif domestik yang memiliki efek pengganda tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja,” jelasnya.
Ketiga, penguatan tata kelola dan transparansi menjadi poin penting berikutnya.
“Danantara harus memperkuat tata kelola dan transparansi agar mampu menarik investor institusi, baik dalam maupun luar negeri, untuk bermitra tanpa kekhawatiran terhadap intervensi politik,” tambah Syafrudin.
Keempat, ia menyarankan agar Danantara menjalin kolaborasi dengan lembaga pembangunan internasional.
“Danantara dapat menjalin kerja sama strategis dengan lembaga pembangunan multilateral guna memperoleh kepercayaan dan akses pembiayaan jangka panjang,” katanya.
Kelima atau yang terakhir, Syafrudin menekankan pentingnya komunikasi publik.
“Danantara perlu mengomunikasikan secara aktif kepada publik tentang strategi, capaian awal, dan dampak ekonominya untuk menjaga legitimasi sosial sekaligus memperkuat kepercayaan terhadap arah kebijakan pemerintah dalam mengelola kekayaan negara,” ujarnya.
Investor AS Lirik Indonesia
Seperti diberitakan sebelumnya, Chief Investment Officer (CIO) Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara), Pandu Sjahrir, mengungkapkan bahwa investor asal Amerika Serikat mulai menunjukkan ketertarikan terhadap pasar Indonesia di tengah tensi perang dagang global yang terus meningkat.
Menurut Pandu, para investor tersebut mulai menghadapi kesulitan akibat konflik dagang yang sedang berlangsung. Karena itu, mereka mencari peluang untuk mendapatkan imbal hasil yang menarik di tengah ketidakpastian global.
“Mereka (investor di AS) juga pusing dengan apa yang terjadi. Saya berbicara dengan beberapa investor besar di Amerika, baik di public maupun private market. Justru mereka yang nanya-nanya saya, ini sebaiknya bagaimana,” kata Pandu kepada awak media saat ditemui di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, pada Senin, 14 April 2025.
Dalam percakapannya tersebut, Pandu menemukan bahwa para investor Amerika menilai situasi di Indonesia lebih stabil dan menjanjikan. Hal ini membuka ruang yang cukup besar bagi investasi dan kegiatan usaha di tanah air.
“Mereka melihat, Indonesia mungkin politiknya bersih, rapih, relatively secara policy juga bagus. Kan kita banyak fokus ke food security dan energy security,” lanjutnya.
Pandu juga menjelaskan bagaimana minat investor asing bisa diarahkan ke Indonesia. Ia mencontohkan rencana investasi dari Qatar yang akan menanamkan modal sebesar USD2 miliar ke Danantara.
Lebih lanjut, Pandu menilai bahwa meskipun perang dagang berdampak pada banyak negara, situasi ini justru bisa menjadi momentum bagi Indonesia untuk memperkuat ekonomi domestik.
“Sekarang bagusnya Donald Trump akan berbicara sama Presiden Xi. Menurut saya itu langkah yang baik, kelihatan dari pasar modal hari ini juga naik hampir 1 persen. Menurut saya, perang dagang secara keseluruhan malah membuat Indonesia kini juga banyak fokus ke diri kita sendiri,” tutup Pandu.
 
      