KABARBURSA.COM – Bekas galian tambang PT Timah Tbk di Pulau Bangka, yang dulu dikenal dengan tambang timah yang luas dan lahan gersang, kini perlahan menunjukkan perubahan.
Sisanya itu dulu hanya dipenuhi sisa galian dan alang-alang, kini mulai menjadi lahan hijau produktif, hutan bakau yang lebat, konservasi satwa liar, terumbu karang yang tumbuh kembali di laut, hingga kawasan adat yang kembali hidup.
Dari Tambang Gersang ke Kampung Reklamasi Produktif
Perubahan tersebut terjadi melalui kolaborasi masyarakat lokal, lembaga konservasi, dan pihak-pihak yang mengelola bekas tambang.
Di Merawang, Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung lahan bekas tambang seluas 37 hektare perlahan berubah menjadi kawasan edukasi lingkungan dan pertanian bernama Wisata Kampoeng Reklamasi Air Jangkang. Sekitar 25 hektare lahan ditanami berbagai pohon buah dan tanaman, sementara sisanya digunakan untuk fasilitas edukasi.
Staf Reklamasi dan Pascatambang PT Timah, Siti Nur Rabba Dhiah, menceritakan proses reklamasi dilakukan bertahap sejak 2017, dengan menanam pohon yang mampu memperbaiki struktur tanah. Selain itu, tantangan terbesar muncul dari keberadaan penambang ilegal yang masih mencoba mencari sisa tambang.
“Kami harus menjelaskan kepada masyarakat bahwa area ini sedang direklamasi. Lambat laun, mereka mulai memahami dan ikut terlibat,” kata Siti.
Di tengah lahan yang sedang direklamasi, ada kisah Mahmud, 62 tahun, yang dulunya bekerja di tambang timah ilegal. Dulu, ia menggali tailing dan sisa galian untuk bertahan hidup. Bergabung dengan program reklamasi sejak 2016, Mahmud dulunya penggali tambang timah ilegal, kini menjadi pengelola kebun produktif di lahan reklamasi PT Tam.
Ia bercerita lahan yang semula tandus kini hijau, dipenuhi sayur, buah, dan tanaman produktif lain. Mahmud mengingat masa-masa sulit bekerja di tambang ilegal: penghasilan tidak menentu, tanpa jaminan kesehatan, dan risiko tinggi.
Kini, sebagai bagian dari tim kampung reklamasi, ia merawat kebun, menjaga kebersihan, dan menanam berbagai jenis tanaman yang memberi kehidupan baru bagi dirinya dan belasan warga sekitar.
"Dulu di sini gersang, cuma alang-alang saja tumbuh. Sekarang sudah hijau semua. Bisa kerja di sini, syukur. Bisa bantu keluarga,” ujar Mahmud kepada KabarBursa.com.
Menghidupkan Kembali Pesisir dengan Hutan Bakau
Dani, tokoh Yayasan Ikebana, bercerita memulai penanaman ribuan bibit mangrove sejak 2010. Menurut dia, tantangan terbesar datang dari penambang ilegal yang masih beraktivitas di pesisir, namun Dani dan timnya menanam bakau secara konsisten sehingga tanaman itu perlahan menguasai lahan.
“Awalnya dulu dibilang gila, tapi sekarang sudah bermanfaat. Bahkan masyarakat sudah bisa cari kepiting di sini,” kata Dani di kawasan bakau. Kegiatan penanaman nya berpusat di kawasan revitalisasi Mangrove di Desa Rebo, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka.

(Kawasan Mangrove Yayasan Ikebana di Desa Rebo, Kecamatan Sungailiat, Kabupaten Bangka. Desty Luthfiani/KabarBursa.com.)
Gerakan restorasi tersebut awalnya dilakukan secara mandiri, kemudian mendapat dukungan PT Timah Tbk karena lokasi penanaman berada di wilayah pengelolaan izin tambang mereka. Dari total lahan seluas 25,15 hektare, sekitar 80 ribu bibit bakau telah ditanam. “Pernah didatangi, disuruh berhenti (penambang ilegal). Tapi kami tanam terus. Masa bodoh, tanam terus,” kata Dani sambil tersenyum.
Kini, kawasan seluas 25,15 hektare telah tertutup hutan bakau lebat, menjadi rumah bagi kepiting, kerang, dan beragam biota laut, sekaligus menahan abrasi dan membentuk sabuk hijau pesisir yang mendukung keberlanjutan ekosistem.
Konservasi Satwa di Kampoeng Reklamasi Jelantik
Masih di kawasan Kampoeng Reklamasi Air Jangkang, berdiri pusat konservasi satwa yang menampung berbagai hewan yang membutuhkan rehabilitasi, termasuk kukang Bangka, tarsius, burung, reptil, dan mamalia.
Di tengah lahan reklamasi, terdapat Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Alobi, hasil kolaborasi PT Timah, Alobi Foundation, dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA).
Manager Lembaga Konservasi Alobi, Endi Yusuf bercerita beberapa satwa berasal dari hasil konflik dengan manusia atau serahan masyarakat. Satwa yang terlalu jinak atau memiliki cacat fisik dirawat sebagai sarana edukasi. Selama beberapa tahun, lebih dari seribu satwa telah direhabilitasi dan dilepasliarkan ke habitat asli, memperkuat ekosistem lokal dan memberi masyarakat kesempatan memahami pentingnya menjaga satwa.
“Jadi kami konsepnya meliarkan satwa agar bisa hidup kembali di habitatnya,” kata Endi. Ia menyebut Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Alobi di Bangka Belitung memiliki luas sekitar 4,5 hektar dengan 50 kandang satwa.

(Foto: Desty Luthfiani/KabarBursa.com.)
Informasi mengenai jumlah total hewan yang ada pada waktu tertentu tidak disebutkan secara spesifik, tetapi sejak 2014 hingga 2022, PPS Alobi telah mengembalikan 7.164 ekor satwa liar ke habitat aslinya.
Reklamasi Laut dan Rehabilitasi Perairan
Di perairan Pulau Putri, reklamasi laut dilakukan dengan menurunkan ribuan unit artificial reef hingga kedalaman 10 meter, menciptakan rumah baru bagi karang dan ikan.

(Kawasan laut Pulau Putri, Kepulauan Bangka tempat reklamasi air. Desty Luthfiani/KabarBursa.com.)
Salah satu staf rehabilitasi laut, Obed menjelaskan ia dan tim PT Timah bekerja di laut menata artificial reef, transplantasi karang, dan atraktor cumi. Hingga kini, ribuan unit coral garden dan V-shelter telah dipasang, membangkitkan kembali kehidupan ikan konsumsi dan menjaga biodiversitas laut.
“Tadinya di depan sini cuma pasir, sekarang karang tumbuh lagi, ikannya balik, dan masyarakat bisa tetap cari nafkah,” ujar Obed di Pulau Putri.
Melestarikan Budaya Suku Lom
Tak hanya ekosistem alam, budaya lokal juga ikut mendapat perhatian. Suku Lom atau masyarakat adat yang juga dikenal sebagai suku Mapur di Bangka berhasil menghidupkan kembali kawasan wisata budaya Gebong Memarong, rumah leluhur yang menyimpan pusaka dan benda-benda bersejarah. PT Timah juga mendukung pelestarian budaya Suku Lom melalui revitalisasi wisata budaya Gebong Memarong.

(Tokoh Suku Lom, Djohan di Dusun Air Abik, Desa Gunung Muda, Belinyu, Kepulauan Bangka Belitung. Desty Luthfiani/KabarBursa.com)
Rumah leluhur yang menyimpan peninggalan sejarah kini menjadi pusat edukasi, tempat belajar adat, dan destinasi wisata budaya. Sekitar 200 kepala keluarga tetap mempertahankan tradisi, sementara fasilitas wisata dan edukasi didukung oleh perusahaan untuk memperkenalkan kearifan lokal ke generasi muda dan pengunjung.
Tokoh suku Lom, Djohan bercerita, proses mereka mau dibina PT Timah cukup panjang hingga memakan waktu bertahun-tahahun. dan mengalami diskusi yang cukup alot. Hingga pada akhirnya mereka menjadi dekat. “Iya prosesnya cukup panjang, diskusi dengan ketua adat,” kata Djohan.
Sekretaris Perusahaan PT Timah Tbk, Rendi Kurniawan, menjelaskan bahwa perusahaan mulai memanfaatkan energi terbarukan untuk mendukung kegiatan operasional, salah satunya melalui pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung di kolong bekas tambang.
“PT Timah sudah memulai penggunaan energi baru terbarukan dengan membangun PLTS terapung di kolong bekas tambang. Kita juga mulai beralih ke biosolar untuk alat berat agar lebih ramah lingkungan,” ujar Rendi di Tins Boutique Resto pada Sabtu, 18 Oktober 2025.
Selain fokus pada energi hijau, menurut dia, PT Timah juga memperkuat program reklamasi pesisir dan laut sebagai bentuk tanggung jawab terhadap lingkungan pascatambang.
Perusahaan telah menanam mangrove, membangun penahan abrasi, serta memasang atraktor cumi dan coral garden untuk menjaga keseimbangan ekosistem perairan di Bangka Belitung.
Rendi menegaskan bahwa kegiatan reklamasi laut menjadi fokus penting karena wilayah operasional PT Timah banyak berada di kawasan pesisir. Menurutnya, pendekatan ini bukan hanya untuk memulihkan lingkungan, tetapi juga memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat pesisir melalui perikanan dan pariwisata berbasis ekosistem.
“Reklamasi laut menjadi perhatian kami. Selain menanam mangrove, kami juga pasang atraktor cumi dan coral garden agar ekosistem laut tetap hidup dan bisa memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar,” katanya.
Rendi menambahkan bahwa seluruh kegiatan ini juga menjadi bagian dari strategi perusahaan untuk memastikan setiap aktivitas tambang memiliki dampak positif terhadap masyarakat dan lingkungan. Ia menegaskan, tanggung jawab sosial dan keberlanjutan kini menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari arah bisnis PT Timah ke depan.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.