KABARBURSA.COM - Menteri BUMN, Erick Thohir, mengaku didukung untuk membentuk Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BP Danantara oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad. Adapun dukungan itu disampaikan di sela Rapat Kerja (Raker) Kementerian BUMN bersama Komisi VI DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 4 November 2024.
Saat itu, Erick terlihat meninggalkan Raker bersama Komisi VI untuk menemui Dasco. Seusai menemui Dasco, ia pun kembali mengikuti Raker bersama mitra kerja legislatif tersebut. Dia mengaku mendapat dukungan untuk segera meluncurkan Danantara pada 7 atau 8 November mendatang.
"Tadi arahan dari Pak Dasco jelas didukung, karena itu sesuai dengan target-targetnya, rencana tanggal 7 atau tanggal 8 (November)," kata Erick kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 4 November 2024.
Erick mengatakan akan menyiapkan fasilitas perkantoran khusus untuk Danantara. Sementara saat ini, dia mengaku Kementerian BUMN masih mengkaji tupoksi dari Danantara. "Makanya kami di BUMN menyiapkan fasilitas tadi. Perkantorannya nanti kajiannya kita sinergiikan," ujarnya.
Erick mengatakan instansinya mendukung pembentukan badan baru tersebut. Kantor yang disiapkan untuk operasional Danantara sendiri merupakan salah satu aset Bank Mandiri. Namun, Erick belum bisa berkomentar banyak pembagian tugas Kementerian BUMN dan Danantara ke depan.
Menurutnya, pembagian tugas kedua lembaga pemerintah tersebut masih dalam kajian teknis. "Tinggal bagaimana masing-masing pihak duduk melakukan kajian lebih dalam, sinergisitasnya seperti apa," katanya.
Pembentukan BP Danantara
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya melantik mantan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Muliaman Hadad, menjadi Kepala Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BP Danantara). Muliaman mengatakan badan baru ini akan bertanggung jawab mengelola investasi di luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dia menjelaskan, pengelolaan aset pemerintah akan dilakukan secara bertahap, dimulai dengan pembentukan badan dan penyusunan undang-undang yang diperlukan. “Semua aset pemerintah yang dipisahkan akan dikelola oleh badan ini,” kata Muliaman usai dilantik di Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa, 22 Oktober 2024.
Menurutnya, visi akhir dari BP Danantara akan seperti Temasek, perusahaan investasi terkemuka dari Singapura. Namun, Muliaman tidak dapat memastikan kapan badan ini akan mencapai tingkat tersebut, mengingat banyaknya regulasi yang harus disusun terlebih dahulu.
Muliaman mengatakan BP Danantara akan berfungsi serupa dengan Sovereign Wealth Fund (SWF) maupun Indonesia Investment Authority (INA), tetapi dengan skala yang lebih besar. Fokus pengelolaan investasi merupakan titik perbedaan utama antara BP Danantara dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
“BP Investasi Danantara memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan INA,” jelasnya.
Mengenai hubungan antara INA dan BP Danantara, ia mengatakan hal tersebut masih dalam pembahasan dengan kementerian terkait untuk menentukan struktur organisasi yang tepat. Pembentukan INA didasarkan pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2020 terkait Lembaga Pengelola Investasi.
Sebagai entitas bisnis, INA memiliki peran mengumpulkan modal dari para investor untuk diinvestasikan bersama pada aset-aset perusahaan yang dinilai optimal. Kepercayaan investor perlu dikelola dengan transparansi, sehingga menghasilkan nilai tambah bagi perusahaan.
Merujuk laporan kinerja tahunan, sejak berdirinya hingga akhir 2023, INA telah menyalurkan investasi senilai Rp31,3 triliun dengan total aset kelolaan atau assets under management (AUM) mencapai Rp147,6 triliun.
Meski Muliaman tidak menjelaskan secara rinci mengenai ruang lingkup kewenangan BP Danantara, ada dugaan kuat lembaga ini akan terlibat dalam pengelolaan dan perancangan strategi investasi BUMN, yang selama tiga tahun terakhir tidak termasuk dalam wewenang INA.
Muliaman juga sudah mengonfirmasi pembentukan Danantara akan melibatkan revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN. Revisi payung hukum ini diperlukan jika Danantara memang direncanakan untuk mengelola investasi dan aset BUMN, mirip dengan peran superholding Temasek dalam mengelola investasi perusahaan-perusahaan milik negara di Singapura.
Mengutip laman resmi Temasek, entitas ini dibentuk untuk memisahkan peran pemerintah sebagai pembuat kebijakan dari pengelolaan operasional bisnis perusahaan-perusahaan milik negara. Gagasan awal pembentukan Temasek muncul dari Menteri Keuangan pertama Singapura, Goh Keng Swee. Ia menilai tugas utama pemerintah bukanlah mengelola perusahaan sehingga diperlukan entitas yang fokus pada pengelolaan investasi dan perusahaan milik pemerintah.
Pengamat BUMN dari Datanesia, Herry Gunawan, menilai pemberian kewenangan kepada badan profesional untuk mengelola aset kekayaan negara yang dipisahkan, khususnya aset BUMN, dapat meningkatkan keuntungan investasi. Ini menjadi makin relevan mengingat dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, dividen gabungan perusahaan-perusahaan pelat merah ditargetkan mencapai Rp90 triliun pada tahun pertama pemerintahan Prabowo -Gibran.
Target tersebut lebih tinggi dibandingkan setoran dividen BUMN tahun ini yang sebesar Rp85,84 triliun. Hingga akhir Agustus 2024, Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari pos kekayaan negara yang dipisahkan (KND), yakni dividen BUMN, telah mencapai Rp70,29 triliun.
Menurut data Kementerian BUMN, hingga akhir 2023, total portofolio aset seluruh BUMN tercatat senilai Rp10.401,50 triliun (sekitar 687,67 miliar dolar AS). Sementara total liabilitas dan ekuitas seluruh BUMN masing-masing sebesar Rp6.957,43 triliun dan Rp3.444,07 triliun.(*)