Logo
>

Dasco Ingatkan RI Jangan Jadi Tempat Buangan Ekspor Gagal

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menegaskan pentingnya diplomasi dagang yang terukur agar Indonesia tidak kebanjiran barang-barang sisa ekspor negara lain akibat tarif baru AS.

Ditulis oleh Dian Finka
Dasco Ingatkan RI Jangan Jadi Tempat Buangan Ekspor Gagal
Wakil Ketua DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad. Foto: KabarBura/Dian Finka.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Ketika Amerika Serikat menerapkan kebijakan tarif resiprokal, banyak negara mulai kelimpungan cari pasar alternatif. Salah satunya yang berpotensi jadi sasaran adalah Indonesia. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad buka suara soal ini. Menurutnya, gelombang barang dari negara-negara yang kehilangan akses ke pasar AS bisa jadi tsunami baru buat industri lokal.

    “Jangan sampai Indonesia menjadi 'tempat pembuangan' barang-barang yang tidak bisa dipasarkan di AS,” ujar Dasco saat ditemui awak media di Kompleks Parlemen, Jumat, 4 April 2025.

    Ia menyebut hal itu bisa sangat berbahaya bagi proses hilirisasi nasional yang sedang dibangun dengan susah payah. Apalagi jika arus barang masuk tak terkendali, tekanan ke sektor manufaktur domestik bakal semakin berat.

    Menurut Dasco, langkah pertama dan paling krusial adalah mengencangkan sabuk diplomasi. Ia menyebut AS tetap mitra dagang penting bagi Indonesia. Maka itu, pendekatan ke Washington harus cermat, terukur, dan jangan cuma basa-basi. “Kita harus jaga ini bersama. Kepentingan nasional tidak bisa ditawar, terutama dalam situasi perdagangan global yang makin kompleks dan penuh tekanan,” katanya.

    Di tengah sorotan publik dan desakan berbagai pihak, pemerintah justru menunda konferensi pers yang sebelumnya dijadwalkan untuk memberi tanggapan resmi terhadap kebijakan tarif baru AS. Menurut informasi yang diterima KabarBursa, acara daring itu seharusnya digelar Kamis, 3 April 2025, pukul 10.45 WIB. Namun, beberapa saat sebelum dimulai, agenda mendadak dibatalkan.

    Dalam keterangan resminya, pemerintah menyatakan bahwa isu tarif AS ini menyentuh aspek teknis yang kompleks—banyak komoditas yang terdampak, dan posisi Indonesia harus dirumuskan dengan cermat. Maka, perlu koordinasi lintas kementerian dan lembaga sebelum mengeluarkan pernyataan.

    “Menimbang hal tersebut, kami sampaikan bahwa press conference ditunda hingga pemberitahuan selanjutnya,” demikian isi pernyataan tertulis yang diterima KabarBursa.

    Sejumlah menteri yang semula dijadwalkan tampil di konferensi pers itu juga mendadak menghilang dari radar publik. Nama-nama seperti Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri Perdagangan Budi Santoso, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang, hingga Menlu Sugiono, semuanya batal tampil. Sampai berita ini diturunkan, belum ada konfirmasi ulang soal jadwal pengganti.

    Ekonom: Tekstil dan Sepatu Paling Terancam

    Kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat kembali bikin waswas pelaku ekonomi Indonesia. Meskipun beban tarif yang dikenakan ke Indonesia tidak setinggi yang dialami Vietnam atau Thailand, tekanannya tetap terasa berat—terutama ketika ekonomi nasional lagi lesu dan anggaran negara seret.

    Hal ini disampaikan oleh ekonom dari Universitas Andalas, Syafruddin Karimi. Ia menilai tarif sebesar 32 persen yang dikenakan AS terhadap produk Indonesia bukan angka yang bisa dianggap enteng. “Indonesia mungkin tidak menerima tarif setinggi Vietnam atau Thailand, tapi 32 persen tetap merupakan beban besar, apalagi di tengah perlambatan ekonomi dan tekanan fiskal,” ujar Syafruddin dalam keterangannya, Kamis, 4 April 2025.

    Syafruddin juga mencatat, tekanan eksternal ini datang ketika indikator ekonomi domestik sudah lebih dulu lunglai. Rupiah tercatat melemah 2,81 persen secara year-to-date, sementara pasar saham ambles 8,04 persen sejak awal tahun. Di saat yang sama, ekspor Indonesia ke Amerika masih sangat tergantung pada sektor padat karya.

    Menurut Syafruddin, sektor-sektor seperti tekstil, sepatu, dan furnitur adalah yang paling rentan karena sifatnya padat tenaga kerja sekaligus bergantung pada margin tipis. “Yang membuat posisi Indonesia makin sulit adalah kenyataan bahwa pasar ekspornya ke AS masih sangat bergantung pada barang-barang padat karya seperti tekstil, sepatu, dan furnitur—sektor yang paling sensitif terhadap tarif,” jelasnya.

    Ia juga mengingatkan, tanpa pergeseran strategi ekspor yang lebih adaptif, ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penurunan daya beli akan menjadi kenyataan yang tak terelakkan. Syafruddin pun mengkritik sikap diam pemerintah Indonesia dalam merespons kebijakan tarif AS ini. Menurutnya, negara-negara lain telah memberikan pernyataan atau mengambil langkah strategis, sementara pemerintah Indonesia masih belum menunjukkan sikap resmi.

    Pasalnya, Kebijakan tarif resiprokal AS ke Indonesia bukan hanya soal dampaknya, tapi juga tentang ‘mode diam’ yang diambil pemerintah. Seharusnya, Menteri Perdagangan dan Menteri Luar Negeri sudah memberikan respons. Apa mau retaliasi atau hanya kecewa diperlakukan seperti ini oleh AS yang selama ini dianggap sebagai negara sahabat.

    Ia menilai keterlambatan respons ini bisa mencerminkan ketidaksiapan atau bahkan ketidakmampuan pemerintah dalam mengantisipasi kebijakan yang sebenarnya sudah lama dirancang oleh AS. “Heningnya pemerintah ini bisa dimaknai seperti apa? Apakah ini menunjukkan ketidaksiapan atau ketidakmampuan pemerintah memitigasi rencana yang sejatinya sudah jauh-jauh hari dicanangkan oleh AS? Seperti tak paham apa yang sedang terjadi,” ujarnya.

    Syafruddin menegaskan publik membutuhkan kepastian dari pemerintah mengenai langkah yang akan diambil dalam menghadapi kebijakan tarif ini. Sebab, banyak kepala negara lain sudah merespons, sementara Indonesia masih belum menunjukkan langkah konkret. “Publik perlu mendengar bagaimana respons kebijakan dari pemerintah RI. Banyak kepala negara sudah merespons. Setidaknya, Menteri Perdagangan dan Menlu harus segera memberikan pernyataan resmi,” katanya.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.