Logo
>

DeepSeek Bikin Industri Listrik AS Galau, AI Dianggap tak Boros Energi

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
DeepSeek Bikin Industri Listrik AS Galau, AI Dianggap tak Boros Energi

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Industri energi di Amerika Serikat (AS) lagi gamang. Saat perusahaan teknologi makin rakus listrik buat pusat data mereka, tiba-tiba muncul DeepSeek—teknologi kecerdasan buatan atau AI yang katanya bisa bikin konsumsi daya jauh lebih efisien. Kalau benar begitu, apakah ekspansi besar-besaran pembangkit listrik yang sekarang digencarkan masih masuk akal? Atau jangan-jangan, investasi triliunan ini bakal jadi proyek mubazir?

    Dalam waktu dekat, analis dan eksekutif di AS sepakat bahwa DeepSeek belum akan membuat para raksasa teknologi buru-buru mengubah strategi. Mereka sudah kadung mengunci kontrak listrik jangka panjang dengan penyedia energi. Tapi kalau dalam jangka panjang teknologi ini benar-benar mengubah pola konsumsi listrik, maka investasi untuk membangun pembangkit yang bakal jalan puluhan tahun ke depan bisa jadi perlu dipertimbangkan ulang.

    CEO LS Power, Paul Segal, yang perusahaannya punya banyak proyek pembangkit listrik dan energi terbarukan di seluruh negeri, bilang kalau mereka tetap hati-hati merencanakan ekspansi. “Sebagai pengembang, kami berusaha tetap disiplin agar jika ada teknologi seperti DeepSeek yang mengubah laju pertumbuhan permintaan, kami bisa menyesuaikan langkah dengan cepat,” ujarnya, dikutip dari The Wall Street Journal di Jakarta, Jumat, 7 Februari 2025.

    Sejauh ini, beberapa penyedia listrik terbesar di AS, seperti Constellation Energy dan Vistra, adalah pihak yang paling diuntungkan dari meledaknya AI. Mereka berlomba-lomba memperbesar kapasitas pembangkit dan menggenjot energi terbarukan. Tapi, pekan lalu saham mereka sempat babak belur gara-gara pasar mulai khawatir kalau rencana ekspansi itu ternyata tak bakal ‘seseksi’ yang dibayangkan sebelumnya. Meskipun harga sahamnya mulai pulih, posisinya masih jauh dari titik tertinggi.

    Constellation, misalnya, yang sahamnya sempat melonjak lebih dari 400 persen sejak pisah dari Exelon pada 2022, baru saja mengakuisisi pesaingnya, Calpine, dengan harga USD16,4 miliar. Mereka juga siap menggelontorkan USD1,6 miliar lagi buat menghidupkan kembali reaktor nuklir di Three Mile Island. Nantinya, listriknya bakal dijual ke Microsoft.

    [caption id="attachment_118344" align="alignnone" width="1179"] Grafik menunjukkan lonjakan harga saham produsen listrik seperti Vistra, Talen Energy, dan Constellation Energy yang terus naik hingga mengalami penurunan setelah berita DeepSeek. (Sumber: FactSet)[/caption]

    Juru bicara Constellation, Paul Adams, bilang mereka tetap optimistis dengan perkembangan efisiensi daya ini karena bisa mengurangi pertumbuhan permintaan listrik yang dianggap kelewat liar. “Kita harus menyeimbangkan permintaan energi, jika tidak, kita akan terus kesulitan memenuhi kebutuhan listrik nasional, menjaga keandalan jaringan, dan mengurangi polusi,” katanya.

    Selama beberapa dekade terakhir, konsumsi listrik di AS relatif stagnan. Tapi tren itu mulai berubah gara-gara makin banyak pabrik baru berdiri, kendaraan listrik makin diminati, dan orang-orang beralih ke listrik buat kebutuhan rumah tangga. Lalu, AI datang dan mempercepat lonjakan permintaan listrik ke level yang bahkan tak pernah dibayangkan sebelumnya.

    Laporan terbaru dari Lawrence Berkeley National Laboratory memperkirakan pusat data bisa menyedot antara 6,7 persen hingga 12 persen dari total konsumsi listrik AS pada 2028. Sebagai perbandingan, di 2023 angka itu baru 4,4 persen.

    CEO NextEra Energy, John Ketchum, juga menegaskan meskipun ada efisiensi di sektor teknologi, industri listrik tetap harus mempersiapkan diri dari nol buat menghadapi lonjakan permintaan ini. “Kita masih berada di awal perubahan besar ini. Kita akan membutuhkan kapasitas komputasi yang sangat besar dan pembangunan pusat data secara masif, yang tentu saja memerlukan pasokan listrik yang besar,” katanya.

    Jadi, pertanyaannya sekarang, AI bakal bikin konsumsi listrik makin menggila, atau justru bakal bikin industri energi lebih efisien? Jawabannya mungkin belum bisa ditebak sekarang, tapi satu hal yang pasti—baik industri teknologi maupun listrik harus siap menghadapi guncangan besar dalam lanskap energi ke depan.

    DeepSeek Bukan Penghalang

    [caption id="attachment_116208" align="alignnone" width="680"] Halaman muka website kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) asal China, DeepSeek. (Foto: Tangkapan Layar/DeepSeek.com)[/caption]

    Meta Platforms dan Microsoft tampaknya tak goyah sedikit pun dengan kemunculan DeepSeek. Pekan lalu, dua raksasa teknologi ini menegaskan komitmen mereka untuk tetap menggelontorkan investasi besar-besaran ke pengembangan AI. Meta bahkan menyebut bakal menghabiskan ratusan miliar dolar untuk proyek ini, termasuk hampir satu gigawatt kapasitas pusat data yang siap beroperasi tahun ini.

    CEO Meta, Mark Zuckerberg, juga menegaskan keyakinannya investasi besar dalam AI bakal menjadi keuntungan strategis dalam jangka panjang. “Saya masih berpikir bahwa berinvestasi sangat besar… akan menjadi keuntungan strategis seiring waktu,” ujarnya. Meski ia tak menutup kemungkinan ada faktor lain yang bisa mengubah peta persaingan di masa depan, Zuckerberg menegaskan, “Saya rasa masih terlalu dini untuk mengambil kesimpulan.”

    Di luar Meta dan Microsoft, sederet pemain besar lain juga sudah pasang ancang-ancang untuk mendominasi sektor AI. SoftBank, Oracle, dan OpenAI, misalnya, sudah menyiapkan dana sebesar USD500 miliar atau setara dengan lebih Rp8.000 triliun (dengan kurs dolar Rp16.200) untuk membangun infrastruktur AI dalam proyek yang mereka sebut Stargate. Sementara itu, Chevron baru-baru ini mengumumkan rencana membangun pembangkit listrik tenaga gas alam baru untuk menopang kebutuhan daya pusat data.

    Analis Jefferies, Julien Dumoulin-Smith, menilai belanja energi untuk AI tak akan melambat dalam beberapa tahun ke depan. Menurutnya, perusahaan teknologi masih menghadapi banyak tantangan dalam menghubungkan infrastruktur mereka ke jaringan listrik, serta mengamankan tenaga kerja dan peralatan. “Kami sudah melihat pesanan konkret dan spesifik untuk pembangunan proyek hingga 2031,” kata Dumoulin-Smith. Ia menambahkan, kecil kemungkinan tren ini akan tiba-tiba berhenti di tengah jalan.

    Dengan tren seperti ini, industri AI tampaknya masih akan terus melaju kencang dan kebutuhan energi yang melonjak menjadi tantangan yang tak bisa dihindari. Namun, dengan strategi yang sudah dipetakan oleh raksasa-raksasa teknologi, tampaknya dunia AI masih jauh dari kata melambat.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).