KABARBURSA.COM - Pemerintah merancang defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 sebesar 2,48 persen hingga 2,53 persen terhadap produk domestik bruto (PDB), tetap dalam koridor batas fiskal yang telah ditetapkan.
Namun, ekonom mengingatkan bahwa menjaga defisit tetap rendah bukan tanpa konsekuensi, terutama ketika pembiayaan program prioritas terus membengkak.
Dosen ekonomi Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menilai bahwa ruang fiskal pemerintah saat ini cenderung sempit. Dengan target defisit yang dikunci di bawah 3 persen dan utang yang diarahkan tetap di bawah 40 persen terhadap PDB, pilihan manuver fiskal pemerintah menjadi sangat terbatas.
Menurut Syafruddin, pemerintah kini bergantung pada dua strategi utama: peningkatan penerimaan pajak melalui digitalisasi dan pengendalian belanja lewat efisiensi.
Namun, di tengah dominasi belanja wajib dan belanja rutin, ruang bagi program prioritas seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) maupun modernisasi pertahanan menjadi sangat ketat.
“Jika pendapatan negara tidak tumbuh signifikan, maka alokasi untuk program prioritas akan bersaing ketat dengan belanja subsidi dan gaji pegawai,” ujarnya kepada Kabarbursa.com, Rabu, 21 Mei 2025.
Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal. Ia menekankan bahwa defisit APBN seharusnya tetap bisa dikelola selama alokasi anggarannya diarahkan secara tepat.
Menurut Faisal, langkah efisiensi belanja yang dilakukan pemerintah saat ini pada dasarnya merupakan strategi realokasi.
Ia mencontohkan pergeseran anggaran dari sektor infrastruktur ke program-program yang dianggap lebih mendesak seperti MBG.
Selama upaya ini dilakukan secara efektif dan efisien, menurutnya, defisit sebesar 2,5 persen tidak menjadi masalah berarti.
“Menurut saya sih tidak masalah kalau defisitnya segitu, asalkan dan semestinya bisa membiayai program-program yang menjadi prioritas pemerintah,” ujarnya kepada Kabar Bursa.
Lebih lanjut, Faisal melihat bahwa dengan mempertahankan defisit pada level moderat, pemerintah masih memiliki ruang fiskal untuk menjalankan kebijakan yang mendukung sektor riil.
“Realokasi bisa dilakukan untuk tetap mempertahankan defisit tidak lebih tinggi lagi,” terangnya.
APBN Surplus Rp4,3 Triliun pada April 2025
Untuk diketahui, Indonesia sempat mengalami tekanan fiskal selama tiga bulan pada awal tahun 2025 ini. Hingga pada akhirnya mencatat surplus anggaran sebesar Rp 4,3 triliun per April 2025.
Pencapaian ini diungkapkan langsung oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat memaparkan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEMPPKF) 2026 dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-18 Masa Persidangan III pada Selasa, 20 Mei 2025.
“Setelah mengalami defisit 3 bulan Januari-Maret, pada April mengalami turn around atau perubahan," ujar Sri Mulyani.
Surplus tersebut mengindikasikan bahwa pendapatan negara melebihi pengeluaran. Data menunjukkan pendapatan negara sudah mencapai Rp810,5 triliun atau sekitar 27 persen dari target tahun ini.
Sementara itu, belanja negara baru menyentuh Rp806,2 triliun atau sekitar 22,3 persen dari total alokasi anggaran.
"Hal ini menunjukkan di tengah masa transisi, APBN 2025 tetap mampu berfungsi optimal dalam menunjang pelaksanaan program prioritas pemerintah yang dirasakan oleh rakyat," lanjutnya.
Selain itu, Sri Mulyani juga mengungkapkan bahwa keseimbangan primer berada dalam posisi surplus senilai Rp173,9 triliun.
Adapun kas negara juga dalam posisi kuat, dengan surplus dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) mencapai Rp283,6 triliun. Secara keseluruhan, posisi kas pemerintah kini berada di atas Rp600 triliun.
"APBN tetap akan dijaga menjadi instrumen shock absorber, menjaga stabilitas ekonomi, melindungi masyarakat dan menopang daya beli masyarakat, serta mendorong dunia usaha," tutup Sri Mulyani.
Defisit APBN Sempat Capai Rp104,2 Triliun pada Maret 2025
Untuk diketahui, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mengalami defisit sebesar Rp104 triliun pada akhir Maret 2025. Jumlah ini setara dengan 0,43 persen dari PDB.
Defisit anggaran pada triwulan pertama 2025 ini disampaikan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam paparan APBN KiTa pada Kamis, 30 April 2025.
“Defisit Rp104,2 triliun atau 0,43 persen PDB bukan hal yang menimbulkan kekhawatiran karena masih di dalam desain APBN awal,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi April 2025 di Jakarta. (*)