Logo
>

Defisit APBN Semakin Melebar, per Agustus 2024 Rp153,7 Triliun

Ditulis oleh Ayyubi Kholid
Defisit APBN Semakin Melebar, per Agustus 2024 Rp153,7 Triliun

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) semakin melebar hingga Agustus 2024 tercatat tercatat Rp153,7 triliun

    Salah satu faktor penyebabnya adalah pendapatan negara yang tertekan, sedangkan belanja negara mengalami kenaikan yang signifikan.

    Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, hingga Agustus 2024, defisit APBN tercatan Rp153,7 triliun. Nilai ini setara dengan 0,68 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

    Besaran defisit kas negara ini melebar dari bulan sebelumnya, atau bertambah sekitar Rp60,3 triliun dari Juli 2024 yang mencapai Rp93,4 triliun.

    “Kita lihat defisit APBN sampai dengan akhir Agustus adalah Rp 153,7 triliun atau ini artinya 0,68 persen dari PDB masih dalam track sesuai dengan RUU APBN 2024,” kata Sri Mulyani di acara konferensi pers APBN KiTa edisi September 2024, di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Senin, 23 September 2024.

    Lanjutnya, defisit anggaran selaras dengan realisasi pendapatan negara yang terkontraksi. Tercatat realisasi pendapatan negara mencapai Rp1.777 triliun, turun 2,5 persen dari tahun lalu.

    Walaupun menurun, kata Sri Mulyani, laju kontraksi pendapatan negara mulai membaik. Tercatat pada Juli 2024, pendapatan negara turun lebih dalam, yakni sebesar 4,3 persen secara tahunan.

    “Kontraksi ini jauh lebih kecil dari bulan-bulan sebelumnya. Bulan lalu itu sekitar 6,5 persen atau pada Juni bahkan bisa mencapai 8 persen,” jelasnya.

    Di sisi lain, belanja negara masih tumbuh pesat. Sri Mulyani menyebutkan, realisasi belanja negara mencapai Rp1.930,7 triliun, melesat 15,3 persen dari periode yang sama tahun lalu.

    “Ini artinya 58,1 persen dari total pagu belanja negara tahun ini telah dibelanjakan dan pertumbuhannya masih sangat kuat, seperti diketahui sejak awal tahun pertumbuhan dari belanja negara double digit,” kata Sri Mulyani.

    Dengan perkembangan tersebut, keseimbangan primer atau total pendapatan dikurangi belanja negara tanpa menghitung belanja bunga utang, mencatat surplus Rp161,8 triliun.

    Meskipun defisit APBN semakin melebar, Sri Mulyani menyebutkan, hal itu sudah sesuai dengan perhitungan pemerintah. Dia menjelaskan, APBN 2024 memang disiapkan mengalami defisit, yakni sebesar Rp522,8 triliun atau setara 2,29 persen terhadap PDB.

    Regulasi yang Rumit bikin RI Terjebak Middle Income Trap

    Sebelumnya, Menkeu Sri Mulyani menekankan regulasi yang tidak efisien dapat memperlambat laju kemajuan Indonesia menuju status negara berpendapatan tinggi pada 2045.

    “Middle income trap biasanya muncul dalam bentuk regulasi dan kebijakan yang membuat rumit suatu perekonomian, sehingga semakin membebankan masyarakat,” kata Sri Mulyani.

    Dia kemudian menyinggung soal pengelolaan APBN yang baik, khususnya dalam pembangunan infrastruktur digital dan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), menjadi salah satu kunci untuk mencapai tujuan tersebut.

    Untuk mengatasi masalah ini, Sri Mulyani mengatakan bahwa pemerintah berkomitmen untuk menyederhanakan regulasi.

    “Karena untuk bisa mencapai high income country, maka Indonesia harus bisa menghindarkan dari middle income trap,” ujarnya.

    Sebagai pengingat, middle income trap adalah sebuah jebakan kelas menengah yang sering kali muncul akibat regulasi yang rumit dan membebani perekonomian, sehingga suatu bangsa sulit maju.

    Dalam konteks ini, lanjut Sri Mulyani, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD).

    Mantan Direktur Bank Dunia (World Bank) ini berharap bahwa harmonisasi ini akan memperkuat dampak kebijakan fiskal pemerintah terhadap masyarakat. Karena itu UU HKPD dirancang untuk mengharmonisasi belanja antara pusat dan daerah, sehingga tercipta sinergi yang lebih baik dalam kebijakan fiskal.

    “Ini adalah upaya secara peraturan perundang-undangan untuk melakukan harmonisasi belanja pusat dan daerah, sehingga sinergi tersebut mampu menghasilkan dampak yang lebih besar,” jelas Sri Mulyani.

    Dengan berbagai langkah yang diambil, termasuk penyederhanaan regulasi dan penguatan sinergi fiskal, Sri Mulyani optimis bahwa Indonesia dapat menghindari jebakan kelas menengah dan menuju status negara berpendapatan tinggi, dengan manfaat yang lebih luas bagi seluruh rakyat Indonesia.

    “Kita harus bisa menghindar dari middle income trap,” imbuhnya.

    Arah Pertumbuhan Ekonomi RI tidak Berkualitas

    Sementara itu, Ekonom dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menyatakan keprihatinannya terhadap arah pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa pemerintahan yang terlalu fokus pada angka, tanpa mempertimbangkan kualitas yang mendasarinya.

    Wijayanto menyinggung soal ketimpangan yang terjadi ketika negara terlalu mengejar pertumbuhan ekonomi 8 persen, tetapi mengabaikan risiko yang muncul seperti kerusakan lingkungan dan ketimpangan sosial.

    “Permasalahannya jika mengejar pertumbuhan 8 persen akan muncul masalah lingkungan, ketimpangan, dan lain sebagainya,” kata Wijayanto dalam diskusi publik ‘Prospek Kebijakan Ekonomi Prabowo’, Minggu, 22 September 2024.

    Dia pun mengingatkan, meskipun Indonesia pernah mencatatkan pertumbuhan ekonomi di atas 8 persen, yaitu pada era Orde Baru yang ditopang oleh keuntungan minyak, hal tersebut tidak bisa dijadikan tolak ukur mutlak untuk masa depan.

    Selain itu, Wijayanto mengingatkan juga bahwa sejarah mencatatkan bahwa di Indonesia pernah ada perusahaan besar bernama VOC yang nilai kapitalisasi pasarnya lebih besar daripada gabungan Microsoft, Apple, Facebook, Google, dan Amazon. Dengan dividen yield sebesar 4 persen, keuntungan tahunan VOC mencapai USD280 miliar jika dihitung dengan nilai tukar uang saat ini. Namun, di tengah kekayaan VOC yang melimpah, rakyat Indonesia kala itu hidup dalam kemiskinan.

    Oleh karena itu, menurutnya, seharusnya perhatian lebih diarahkan pada kualitas pertumbuhan ekonomi daripada hanya sekadar mengejar angka pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB).

    “Seharusnya kita lebih fokus pada kualitas pertumbuhan itu sendiri dibandingkan dengan mengejar angka pertumbuhan GDP,” ujarnya.

    Wijayanto mengkritik bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini terlalu bergantung pada eksploitasi sumber daya alam, sementara sektor manufaktur yang seharusnya menjadi tulang punggung industri justru semakin mengecil. Kondisi ini mengakibatkan negara bergantung pada impor barang-barang untuk memenuhi kebutuhan sektor jasa.

    Dia menyebutkan, fakta menunjukkan Indonesia miskin dengan sumber daya alam. Saat ini Indonesia menempati ranking ke-15 dalam proven reserved 6 minerba utama senilai USD5,5 triliun, karena populasinya besar. Jika dibagi per kapita maka Indonesia menempati ranking ke-39 di dunia dengan nilai USD19.600.

    “Jelas harus dihemat dan berhati-hati karena tidak bisa mensejahterakan 280 juta rakyat Indonesia. Hanya bisa menyejahterakan orang-orang tertentu yang kita sebut oligarki,” tegas Wijayanto.

    Da menekankan, sejarah negara-negara besar seperti China, India, Inggris, Jepang, dan Amerika Serikat (AS) menunjukkan bahwa industrialisasi adalah kunci untuk menjadi negara maju. Artinya, untuk menjadi negara maju tidak ada jalan lain, selain industrialisasi. Namun, Indonesia justru mengabaikan pentingnya sektor ini.

    “Fakta sejarah seharusnya menunjukkan kepada pemerintah Indonesia bahwa there is no other way, other than industrialization," pungkasnya. (*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Ayyubi Kholid

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.