Logo
>

Demokrasi Cidera, Apa Dampak Ekonominya?

Ditulis oleh KabarBursa.com
Demokrasi Cidera, Apa Dampak Ekonominya?

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Riuh gemuruh demonstrasi menggema di depan gedung DPR. Gelombang aksi menolak rapat paripurna pengesahan RUU Pilkada semakin menguat, menyatukan berbagai elemen bangsa.

    Mahasiswa, buruh, seniman, dan tokoh masyarakat bersatu dalam satu suara, menyoroti perubahan Undang-Undang Pilkada yang akan segera diputuskan oleh DPR RI. Di tengah keramaian, satu pertanyaan besar menggantung di udara: seberapa besar biaya yang dihabiskan untuk menggelar Pilkada serentak 2024 ini?

    Dalam bingkai demokrasi yang semakin kompleks, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan alokasi dana fantastis untuk Pilkada serentak. Hibah sebesar Rp37,52 triliun telah dipersiapkan melalui mekanisme Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD), disalurkan oleh pemerintah pusat untuk memastikan jalannya pesta demokrasi.

    Sri Mulyani, Menteri Keuangan, dalam pernyataannya pada 6 Agustus 2024 menegaskan bahwa hingga saat ini dana tersebut telah dibagi secara merata kepada dua lembaga kunci: Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

    KPU menerima alokasi sebesar Rp28,76 triliun, sementara Bawaslu menerima Rp8,76 triliun. Angka-angka ini, meskipun besar, mencerminkan komitmen pemerintah untuk mendukung tegaknya demokrasi melalui Pilkada yang jujur dan adil.

    Hingga Agustus, KPU melaporkan bahwa mereka telah menggunakan sekitar Rp26,85 triliun, atau sekitar 93 persen dari anggaran yang ditetapkan.

    Di sisi lain, Bawaslu mencatat realisasi anggaran sebesar Rp7,72 triliun, atau sekitar 88 persen dari alokasinya. Total keseluruhan penggunaan dana yang telah dicairkan mencapai Rp34,57 triliun, setara dengan 92 persen dari pagu yang disediakan.

    "Pilkada ini adalah buah dari semangat demokrasi yang dibangun dari akar rumput hingga puncak pemerintahan. Dana sebesar Rp34,57 triliun telah digelontorkan dari APBD masing-masing daerah dan kemudian dihibahkan ke pemerintah pusat melalui Kemenkeu untuk dikelola oleh KPU dan Bawaslu," jelas Sri Mulyani dalam konferensi pers yang berlangsung pada Selasa, 13 Agustus 2024 lalu.

    Alokasi ini, lanjutnya, adalah hasil kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah, di mana Pemda menyisihkan dana APBD untuk mendukung proses demokrasi di wilayah mereka. Dana tersebut kemudian disalurkan ke KPU dan Bawaslu, memastikan setiap daerah mampu melaksanakan Pemilu sesuai dengan standar nasional.

    Namun, tidak semua daerah telah menyelesaikan perjanjian hibah. Sri Mulyani memperingatkan bahwa pemerintah pusat siap mengambil tindakan jika diperlukan. Dengan metode intercept, pemerintah pusat dapat memotong transfer dana ke daerah yang belum memenuhi kewajiban mereka sesuai dengan NPHD.

    "Kami memastikan bahwa tidak ada daerah yang tertinggal. Dana yang seharusnya sudah disalurkan akan kami tahan di treasury deposit facility jika daerah tersebut belum menyelesaikan NPHD," tegas Sri Mulyani, memperlihatkan keseriusan pemerintah dalam mengamankan jalannya Pilkada serentak.

    Dalam konteks ini, Pilkada bukan hanya soal memilih pemimpin daerah, namun juga soal bagaimana demokrasi dihidupi dan diartikulasikan dalam setiap langkah anggaran yang dikeluarkan. Pemilu 2024 menjadi bukti bahwa demokrasi membutuhkan investasi besar, baik dari segi keuangan maupun tekad.

    Untuk Pemilu nasional sendiri, alokasi anggaran yang disiapkan mencapai Rp71,3 triliun, tersebar dalam tiga tahun anggaran. Angka ini naik drastis dibandingkan dengan Pemilu 2019 yang hanya menghabiskan Rp45,3 triliun. Dwi Pudjiastuti Handayani, Direktur Anggaran Bidang Polhukam dan BA BUN, menjelaskan bahwa kenaikan signifikan ini disebabkan oleh perubahan regulasi yang memberikan penyesuaian pada berbagai komponen, termasuk kenaikan honorarium penyelenggara Pemilu.

    "Meski UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu masih digunakan, terdapat banyak perubahan yang mempengaruhi besaran anggaran, seperti kenaikan honorarium KPPS hingga 104 persen," jelas Dwi Pudjiastuti.

    Dengan demikian, proses demokrasi di Indonesia terus berkembang seiring dengan kebutuhan dan tantangan zaman. Perubahan regulasi, pengelolaan anggaran, serta pengawasan yang lebih ketat mencerminkan betapa seriusnya bangsa ini dalam menjaga api demokrasi tetap menyala.

    Saat ini, tahapan Pemilu telah dimulai sejak 2022 dan akan terus berlanjut hingga 2024, dengan setiap langkah dihitung dan dipertimbangkan dengan cermat untuk memastikan bahwa demokrasi bukan hanya kata-kata, tetapi sebuah proses yang melibatkan seluruh elemen bangsa.

    Ketika kita menyaksikan gelombang demonstrasi di depan gedung DPR, kita juga perlu mengingat bahwa demokrasi tidak hanya diperjuangkan di jalanan, tetapi juga di ruang-ruang rapat dan di balik layar, di mana angka-angka dan keputusan-keputusan besar dibuat. Anggaran besar yang disiapkan bukan sekadar angka, melainkan simbol dari komitmen bersama untuk memastikan bahwa demokrasi tetap hidup di bumi Indonesia.

    Dampak Ekonomi yang Terasa

    Pemilu tidak hanya sebuah pesta politik, namun juga menjadi stimulus bagi ekonomi nasional.

    Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro, Abdurohman, menjelaskan bahwa belanja negara yang dialokasikan untuk Pemilu melalui APBN memberikan dorongan langsung pada ekonomi.

    Selain itu, dampak tidak langsung terlihat dari peningkatan pendapatan masyarakat dan lembaga non-profit rumah tangga (LNPRT) yang terkait dengan kegiatan kampanye dan pelaksanaan Pemilu.

    "Peningkatan produksi untuk penyediaan atribut kampanye dan pengumpulan massa akan meningkatkan permintaan terhadap makanan-minuman, tekstil, akomodasi, hingga transportasi. Semua itu berujung pada peningkatan konsumsi dalam PDB," jelas Abdurohman.

    Pemilu tidak hanya sekadar momen politik, namun juga kesempatan untuk memperkuat ekonomi nasional.

    Abdurohman menekankan bahwa pada masa-masa Pemilu sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung lebih tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, bahkan di tengah gejolak ekonomi global.

    "Pemerintah telah mengalokasikan anggaran Pemilu sejak 2022, dan berdasarkan analisis kami, belanja ini akan meningkatkan PDB sebesar 0,08 hingga 0,11 persen," kata Abdurohman dengan nada optimistis.

    Dwi Pudjiastuti juga menegaskan bahwa anggaran Pemilu tidak hanya difokuskan pada teknis penyelenggaraan, melainkan juga mendukung program-program nasional yang berkelanjutan. Investasi ini diharapkan menjadi pilar integrasi jangka panjang bagi NKRI.

    Ia menambahkan bahwa pemerintah telah menyiapkan dana cadangan untuk mengantisipasi kemungkinan Pemilu dua putaran. Alokasi Rp38,2 triliun untuk tahun anggaran 2024 telah disiapkan dalam APBN, termasuk cadangan untuk putaran kedua Pilpres pada 26 Juni 2024, jika diperlukan.

    Ekonomi di Tahun Politik

    Di tahun politik yang penuh dinamika, stabilitas ekonomi adalah prioritas. Pemerintah terus melakukan reformasi fiskal guna menjaga keberlanjutan ekonomi, terutama melalui perbaikan penerimaan, belanja, dan pengelolaan pembiayaan.

    Abdurohman menekankan pentingnya langkah-langkah antisipasi risiko untuk menjaga daya tahan fiskal.

    "Pemerintah akan memperkuat daya tahan fiskal melalui sinergi kebijakan fiskal, moneter, dan sektor keuangan. Kami juga akan memantau arus investasi agar tidak terjadi fluktuasi berlebihan selama masa Pemilu," jelasnya.

    Inisiatif lain yang ditekankan adalah penguatan harmonisasi kebijakan fiskal nasional melalui pelaksanaan UU HKPD dan RPP, memastikan stabilitas ekonomi tetap terjaga selama pesta demokrasi berlangsung.

    Harapan pemerintah adalah agar pelaksanaan Pemilu berjalan dengan tertib dan damai, menciptakan suasana yang kondusif bagi para pelaku usaha dan investor. Dengan demikian, pembangunan nasional bisa berlanjut tanpa gangguan, dan pertumbuhan ekonomi tetap stabil.

    Ke depan, pemerintah yang terpilih diharapkan mampu melanjutkan berbagai strategi pembangunan, khususnya untuk mewujudkan visi Indonesia Maju 2045. Reformasi sektor industri, dukungan tenaga kerja berkualitas, serta regulasi yang memperkuat produktivitas menjadi kunci bagi keberlanjutan pembangunan.

    "Komitmen terhadap green economy juga sangat penting. Dengan pengelolaan sumber daya alam yang rasional, kita akan bisa mencapai pertumbuhan ekonomi yang stabil hingga Indonesia Maju 2045," pungkas Abdurohman. (*)

     

     

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    KabarBursa.com

    Redaksi