Logo
>

Distribusi Lambat, Data Tak Akurat: Apa Kabar Program MBG?

Dengan target jangka panjang mencakup seluruh jenjang pendidikan di Indonesia, efektivitas distribusi dan akurasi data penerima manfaat menjadi faktor krusial.

Ditulis oleh Syahrianto
Distribusi Lambat, Data Tak Akurat: Apa Kabar Program MBG?
Siswa-Siswi sekolah dasar negeri mengikuti program MBG. Foto: Abbas/KabarBursa.com

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM, JAKARTA – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu inisiatif pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan gizi anak-anak sekolah dan kelompok rentan. 

    Program ini tidak hanya bertujuan untuk menekan angka stunting, tetapi juga menggerakkan perekonomian melalui keterlibatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai penyedia makanan. Dengan target jangka panjang mencakup seluruh jenjang pendidikan di Indonesia, efektivitas distribusi dan akurasi data penerima manfaat menjadi faktor krusial dalam keberhasilannya. 

    Namun, berbagai tantangan muncul dalam pelaksanaan program ini. Kendala logistik menyebabkan keterlambatan distribusi, terutama di daerah terpencil, sementara ketidaksesuaian data penerima manfaat memicu kritik dari berbagai pihak, termasuk DPR. Apakah sistem distribusi dan manajemen data yang digunakan dalam MBG sudah memadai? 

    Artikel ini akan menelusuri berbagai kendala utama dalam distribusi dan akurasi data serta mencari solusi yang dapat diterapkan untuk meningkatkan efektivitas program MBG. 

    Tantangan Distribusi: Infrastruktur dan Pengawasan Lemah 

    Salah satu kendala utama dalam pelaksanaan MBG adalah distribusi makanan ke daerah pelosok yang terhambat oleh infrastruktur yang kurang memadai. Keterbatasan akses transportasi membuat makanan tidak selalu sampai dalam kondisi segar. Berbeda dengan kota besar yang memiliki sistem logistik lebih baik, wilayah terpencil sering kali mengalami keterlambatan pasokan. 

    Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, mengkritisi lemahnya pengawasan dalam distribusi MBG. Beberapa kasus menunjukkan adanya makanan tidak layak konsumsi, bahkan indikasi keracunan akibat penyaluran yang tidak tepat. Ia mendorong digitalisasi dalam pelaporan distribusi agar bisa dipantau secara real-time. 

    “MBG harus segera mengimplementasikan platform digital. Digitalisasi penting agar laporan distribusi bisa dipantau secara real-time,” ujar Lalu di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada 21 Januari 2025. 

    Selain itu, pemangkasan anggaran MBG dari Rp15.000 menjadi Rp10.000 per porsi turut menambah tantangan. Biaya distribusi yang tidak diperhitungkan dalam anggaran tersebut semakin menyulitkan UMKM dalam menyediakan makanan dengan kualitas yang layak. 

    Ketidaktepatan Data Penerima Manfaat 

    Selain masalah distribusi, akurasi data penerima manfaat juga menjadi perhatian utama. DPR, melalui Komisi VII, menyoroti ketidaksesuaian data yang berpotensi menyebabkan salah sasaran dan penyalahgunaan anggaran. Kesalahan ini dapat membuka celah bagi korupsi dan inefisiensi dalam pelaksanaan program.

     Terkait skema pembiayaan, Novita Hardini dari Komisi VII DPR mempertanyakan pinjaman Rp500 juta yang ditawarkan kepada UMKM dalam ekosistem MBG. Ia menyoroti transparansi bunga pinjaman serta likuiditas bank yang menyalurkan kredit tersebut, yang dapat membebani UMKM daripada membantu mereka berkembang. 

    Regulasi dan Solusi Manajemen Distribusi 

    Anggota DPR, Amin AK, menekankan pentingnya regulasi yang ketat agar koperasi lokal dan UMKM mendapatkan peran utama dalam rantai pasok MBG. Ia mengusulkan agar setidaknya 50-60 persen bahan pangan berasal dari koperasi dan petani lokal, untuk memastikan manfaat program ini benar-benar dirasakan oleh masyarakat setempat. 

    “Regulasi harus mewajibkan minimal 50-60 persen bahan pangan MBG berasal dari koperasi dan petani lokal. Ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah dan memastikan manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat,” ujar Amin kepada KabarBursa.com di Jakarta, Sabtu, 22 Februari 2025. 

    Ia juga menekankan perlunya audit berkala dan badan pengawas independen untuk mencegah penyimpangan dalam implementasi program. Sanksi tegas harus diberlakukan bagi pihak yang menyalahgunakan skema kemitraan. 

    Ancaman Subkontrak Berantai: Risiko bagi UMKM 

    Amin AK memperingatkan bahwa program MBG harus benar-benar memberikan manfaat bagi koperasi dan UMKM lokal, bukan sekadar menjadikan mereka sebagai rantai pasok tanpa kendali atas distribusi dan harga bahan pangan. Ia khawatir, tanpa regulasi yang jelas, program ini akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu yang hanya mencari keuntungan. 

    “Jangan sampai MBG hanya jadi bancakan para pemburu rente. Mereka pegang izinnya, lalu pekerjaannya di-subkontrakkan dengan harga yang tidak wajar,“ ujar Amin kepada KabarBursa.com pada 21 Februari 2025. 

    Di beberapa daerah, UMKM diminta menyediakan makanan dengan harga Rp10.000–Rp12.000 per porsi. Harga yang terlalu rendah ini dapat menurunkan kualitas makanan hingga di bawah standar serta menyulitkan pelaku usaha mikro dan kecil untuk mendapatkan keuntungan. 

    Selain itu, Amin menekankan bahwa UMKM perlu berinvestasi dalam peralatan dan sarana produksi untuk memenuhi kebutuhan program MBG. Jika sistem subkontrak berantai terus dibiarkan, tujuan utama program ini—yakni menumbuhkan ekonomi lokal, menciptakan lapangan kerja, dan memberdayakan UMKM—akan sulit tercapai. 

    “Harus ada aturan yang melarang skema subkontrak berantai yang merugikan UMKM. Kalau tidak, harapan Presiden agar ekonomi lokal tumbuh dan UMKM berkembang akan sulit tercapai,” katanya. 

     Program Makan Bergizi Gratis (MBG) memiliki tujuan yang mulia dalam meningkatkan gizi anak-anak dan memberdayakan UMKM, namun pelaksanaannya menghadapi berbagai tantangan. Kendala distribusi akibat infrastruktur yang kurang memadai serta pengawasan yang lemah menyebabkan keterlambatan dan potensi penurunan kualitas makanan. Selain itu, ketidaktepatan data penerima manfaat menimbulkan risiko penyalahgunaan anggaran dan salah sasaran. 

    DPR menyoroti perlunya digitalisasi sistem distribusi, audit berkala, serta regulasi yang lebih ketat untuk memastikan keterlibatan koperasi dan UMKM dalam rantai pasok MBG. Ancaman subkontrak berantai juga menjadi perhatian, karena dapat merugikan UMKM dan menghambat pertumbuhan ekonomi lokal. Jika tidak segera dibenahi, program ini berisiko tidak mencapai tujuannya secara optimal. Oleh karena itu, perbaikan dalam sistem distribusi, akurasi data, serta transparansi dan pengawasan dalam pelaksanaannya menjadi kunci keberhasilan MBG. 

    Untuk meningkatkan efektivitas Program Makan Bergizi Gratis (MBG), diperlukan digitalisasi sistem distribusi dengan pemantauan real-time guna memastikan makanan sampai tepat waktu dan dalam kondisi baik. Infrastruktur logistik di daerah terpencil perlu diperbaiki melalui kerja sama dengan penyedia jasa logistik lokal dan pemberian subsidi transportasi bagi UMKM. Validasi data penerima manfaat harus dilakukan secara berkala dengan teknologi big data dan kecerdasan buatan (AI) untuk mencegah kesalahan dan penyalahgunaan anggaran. 

    Regulasi ketat diperlukan untuk membatasi subkontrak berantai yang merugikan UMKM serta menetapkan harga minimal per porsi agar tetap layak secara ekonomi. Selain itu, pengawasan program harus diperkuat dengan audit berkala oleh badan independen serta pemberlakuan sanksi tegas bagi pelanggar. Skema pendanaan juga harus lebih adil dan transparan dengan bunga kredit rendah agar UMKM dapat berkembang tanpa beban finansial berlebih. Dengan langkah-langkah ini, MBG dapat mencapai tujuannya dalam meningkatkan kesejahteraan gizi dan memberdayakan UMKM secara berkelanjutan. (*) 

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.