KABARBURSA.COM – Dolar AS kembali mengambil alih panggung. Kali ini penguatannya ditopang perpaduan “makro keras” dan sentimen kehati-hatian yang menyapu pasar global.
Indeks Dolar (DXY) merayap ke 100,28 dan menjadi yang tertinggi sejak akhir Mei. Kenaikan dipicu data ketenagakerjaan swasta ADP yang mencatat penambahan sebanyak 42.000 posisi pada Oktober. Penambahan ini melampaui ekspektasi.
Secara absolut, angka ini bukan lonjakan besar, tetapi cukup untuk menguatkan narasi bahwa pasar tenaga kerja AS belum runtuh. Saat digabung dengan penguatan aktivitas jasa dan lonjakan pesanan baru, pasar kembali meragukan skenario pelonggaran agresif The Fed dalam waktu dekat, meskipun bank sentral baru saja menggunting suku bunga 25 bps pekan lalu.
Di sisi kebijakan, nada hati-hati Jerome Powell pascapemangkasan jelas membatasi euforia dovish. Pasar suku bunga kini menakar ulang peluang pemotongan lanjutan tahun ini, dan repricing itulah yang mengangkat imbal hasil riil AS sekaligus memperlebar diferensial dengan mata uang mayor lain.
Di FX, pergeseran kecil seperti ini sering cukup besar efeknya. Euro melemah, yen yang sempat menguat di awal sesi berbalik tertekan, dan greenback menang karena menawarkan kombinasi carry, likuiditas, serta “pelabuhan aman” ketika selera risiko menipis.
Aksi Jual Saham Teknologi Guncang Pasar
Risk-off sendiri datang dari luar makro. Aksi jual saham teknologi global menghidupkan lagi kekhawatiran valuasi. Saat kapitalisasi raksasa teknologi bergetar, dolar diuntungkan oleh arus lindung nilai dan arus kas masuk jangka pendek.
Ini menjelaskan kenapa DXY bisa menembus area psikologis 100, sebuah batas teknikal yang, jika dikukuhkan dalam beberapa sesi, berpotensi mengundang momentum buyer tambahan.
Namun fondasi penguatan dolar tidak tanpa celah. ADP bukan BLS, metodologinya berbeda, dan penutupan pemerintahan AS membuat data resmi tenaga kerja tertunda. Tanpa hard data yang lengkap, narasi ketahanan pasar kerja lebih banyak berdiri di atas proksi.
Di sisi lain, Mahkamah Agung AS akan membahas legalitas tarif era Trump. Ini adalah sebuah isu yang bisa mengubah lintasan perdagangan dan inflasi impor.
Euro Bergerak, Sterling Pulih Tipis
Dari Eropa, ECB yang tetap berhati-hati membuat euro kekurangan katalis tandingan. Inggris tak jauh berbeda; sterling pulih tipis ke USD1,3034, tetapi masih rapuh jelang keputusan BoE, dengan peluang sekitar 30 persen pemangkasan 25 bps.
Jika BoE menurunkan suku bunga saat The Fed menahan diri, gap kebijakan akan kembali melebar. Ini adalah sebuah skenario yang menyulitkan sterling mempertahankan pijakan. Di Nordik, Riksbank tetap menahan suku bunga sesuai ekspektasi, krona stabil; Norges Bank giliran panggung berikutnya, tetapi dampak ke DXY biasanya terbatas.
Jepang tetap menjadi variabel sensitif. Fluktuasi yen yang berbalik melemah, menggarisbawahi fakta sederhana bahwa selama suku bunga AS bertahan tinggi dan BOJ bergerak gradual, yield spread tetap mengunci arus carry melawan yen. Tanpa perubahan tegas dari Tokyo atau kejutan dovish dari Washington, reli pemulihan yen cenderung kandas cepat.
Kesimpulannya, reli dolar saat ini memadukan tiga hal:, yaitu repricing hawkish The Fed setelah data yang “cukup baik”, arus risk-off dari saham teknologi, dan minimnya penyeimbang dari bank sentral besar lain.
Secara teknikal, penutupan DXY di atas 100 membuka ruang kelanjutan penguatan dalam beberapa minggu jika data AS tidak melemah tajam. Secara fundamental, batu ujinya sederhana. Bila data resmi tenaga kerja dan inflasi mendatang tetap tangguh sementara bank sentral lain mulai longgar, dolar mempertahankan keunggulan.
Sebaliknya, kejutan data yang lunak, putusan tarif yang meredakan tensi dagang, atau pergeseran nada Fed yang lebih akomodatif bisa cepat mengempiskan dorongan ini. Untuk saat ini, greenback masih memegang kendali. Bukan karena AS berlari kencang, melainkan karena yang lain sedang berjalan lebih pelan.(*)