KABARBURSA.COM - Dolar Amerika Serikat kembali menguat untuk hari kedua berturut-turut pada Rabu, 29 Mei 2025. Hal ini didorong oleh optimisme bahwa prospek kesepakatan dagang dapat mendongkrak kinerja ekonomi AS.
Di sisi lain, yen Jepang justru melemah setelah lelang obligasi pemerintah tenor 40 tahun menunjukkan permintaan yang lemah. Ini adalah sebuah sinyal bahwa investor mulai kehilangan minat terhadap surat utang jangka sangat panjang.
Optimisme pasar terhadap perekonomian AS menguat sejak akhir pekan lalu, ketika Presiden Donald Trump memutuskan untuk menunda rencana pengenaan tarif 50 persen terhadap produk impor dari Uni Eropa.
Langkah ini menyusul kesepakatan yang lebih awal tercapai dengan China, di mana kedua negara sepakat untuk menurunkan sebagian tarif yang sebelumnya diberlakukan terhadap satu sama lain. Dampaknya, persepsi negatif terhadap prospek pertumbuhan AS pun mulai mereda.
Menurut kepala strategi pasar di Corpay Karl Schamotta, pembatalan cepat ancaman tarif terhadap Eropa telah membangkitkan selera risiko investor dan memperkuat pandangan bahwa ekonomi AS berada di jalur yang relatif stabil. Hal ini, katanya, secara langsung mendukung penguatan dolar.
Selain isu dagang, perhatian investor juga tertuju pada laporan keuangan Nvidia yang dijadwalkan rilis setelah penutupan pasar. Ekspektasinya cukup tinggi, jika hasilnya mengesankan, bukan tak mungkin dolar akan menguat lebih jauh, karena pasar cenderung mencari aset aman yang berbasis mata uang kuat ketika sentimen membaik.
The Fed Pertahankan Suku Bunga Acuan
Sementara itu, risalah rapat Federal Reserve pada 6–7 Mei yang dirilis Rabu tidak memberikan kejutan besar. The Fed mempertahankan suku bunga acuan dan mengakui bahwa mereka mungkin menghadapi "trade-off yang sulit" dalam beberapa bulan mendatang, terutama dalam menyeimbangkan tekanan inflasi yang terus naik dengan risiko meningkatnya pengangguran.
Proyeksi staf internal bank sentral juga menunjukkan bahwa kemungkinan resesi makin besar, meski kekhawatiran ini belum sepenuhnya tercermin dalam kebijakan saat ini. Pasar berasumsi bahwa pemangkasan suku bunga baru akan terjadi paling cepat pada bulan September.
Dari sisi data ekonomi, laporan kepercayaan konsumen AS yang jauh lebih kuat dari perkiraan pada Selasa lalu ikut mendukung penguatan dolar. Selama belum ada sinyal melemahnya ekonomi secara signifikan, The Fed diperkirakan tetap akan fokus pada upaya meredam inflasi.
Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama, tercatat naik 0,39 persen ke level 99,92. Terhadap euro, dolar menguat 0,35 persen ke USD1,1288. Dan terhadap yen Jepang, dolar naik 0,33 persen ke level 144,8.
Pelemahan yen turut dipicu oleh hasil lelang obligasi pemerintah Jepang bertenor 40 tahun yang tercatat sebagai terendah sejak Juli tahun lalu. Di tengah aksi jual besar-besaran terhadap obligasi super-long, pemerintah Jepang bahkan dikabarkan mempertimbangkan untuk mengurangi penerbitan surat utang jenis ini.
Ketidakpastian di pasar obligasi jangka panjang juga menyoroti kekhawatiran global terhadap meningkatnya defisit anggaran di banyak negara, termasuk Amerika Serikat yang saat ini sedang membahas rancangan undang-undang pengeluaran yang diperkirakan akan menambah triliunan dolar utang baru.
Presiden Trump turut menambah bumbu politik dalam pergerakan pasar dengan menyatakan bahwa ia akan menegosiasikan ulang beberapa ketentuan dalam undang-undang pajak “besar dan indah” yang pernah ia gaungkan.
Meski tidak menjabarkan rincian, komentar ini menunjukkan bahwa arah kebijakan fiskal AS mungkin akan kembali mengalami pergeseran.
Di negara lain, dolar Australia tertekan dan melemah 0,33 persen terhadap dolar AS menjadi USD0,6422. Data inflasi konsumen Australia yang stagnan di bulan April membuat pasar tetap berharap pada kemungkinan pemangkasan suku bunga lanjutan dari bank sentral negara tersebut.
Sebaliknya, dolar Selandia Baru justru menguat 0,2 persen menjadi USD0,5958. Ini terjadi setelah bank sentral Selandia Baru memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin seperti yang diperkirakan, namun memberi sinyal bahwa siklus pelonggaran mungkin akan segera berakhir, lebih cepat dari yang diantisipasi sebagian pelaku pasar.
Secara keseluruhan, lanskap valuta asing saat ini mencerminkan keyakinan bahwa ekonomi AS masih bertahan di tengah tekanan global. Selama ketidakpastian tetap ada, dan The Fed belum mengubah arah secara drastis, dolar tampaknya masih akan mempertahankan kekuatannya di pasar global.(*)