Logo
>

Dolar AS Tertekan Isu Powell, Pasar Ragu Stabilitas Moneter AS

Dolar AS melemah usai rumor pemecatan Jerome Powell oleh Trump memicu kekhawatiran pasar akan independensi The Fed dan arah suku bunga dalam waktu dekat.

Ditulis oleh Yunila Wati
Dolar AS Tertekan Isu Powell, Pasar Ragu Stabilitas Moneter AS
Ilustrasi menghitung dolar AS.(Foto: Dok KabarBursa)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Nilai tukar dolar Amerika Serikat ditutup melemah pada perdagangan Rabu waktu New York, setelah pasar global diguncang kabar yang menyebut Presiden Donald Trump tengah mempertimbangkan untuk memecat Ketua The Federal Reserve Jerome Powell. 

    Meski kabar itu segera dibantah, pasar mata uang sempat bereaksi negatif, memunculkan kekhawatiran akan terganggunya kredibilitas moneter Amerika Serikat.

    Laporan pertama datang dari Bloomberg, yang mengutip sumber di lingkaran dalam pemerintahan. Reuters kemudian melaporkan hal serupa, menyebutkan bahwa Trump bahkan sempat menjajaki opini sejumlah anggota parlemen Partai Republik terkait kemungkinan mencopot Powell. 

    Kabar ini menyebar cepat di pasar, memicu spekulasi bahwa posisi Powell, yang masa jabatannya masih berjalan hingga Mei tahun depan, bisa saja dihentikan lebih awal.

    Namun Trump akhirnya buka suara. Dalam pernyataannya, ia menyangkal rencana itu secara langsung. 

    “Saya tidak berniat memecat Powell, tapi saya juga tidak akan mengesampingkan apapun,” ujar Trump kepada wartawan, sembari menyinggung proyek renovasi kantor pusat The Fed senilai USD2,5 miliar yang menurutnya menjadi sumber pemborosan.

    Pasar tidak serta-merta tenang. Kekhawatiran investor tidak hanya berhenti pada rumor politik, tetapi lebih pada dampaknya terhadap institusi. 

    “Yang benar-benar bisa meruntuhkan kepercayaan pada dolar adalah jika independensi Federal Reserve diserang, dalam bentuk apa pun,” kata Direktur Monex USA di Washington Juan Perez.

    Dampak langsung pun terlihat. Indeks Dolar (DXY), yang mengukur kekuatan greenback terhadap enam mata uang utama, turun 0,25 persen ke level 98,34. Euro menguat 0,3 persen menjadi USD1,1633 dan sempat menyentuh level tertinggi sesi di USD1,1721. 

    Sementara, Yen Jepang juga menekan dolar hingga 0,7 persen ke posisi 147,82, sementara poundsterling naik ke USD1,3411.

    Analis ING, Francesco Pesole, menilai bahwa pasar belum sepenuhnya menghitung risiko yang ditimbulkan dari skenario pencopotan Powell. 

    “Jika Powell benar-benar dicopot, pasar akan segera memproyeksikan pemangkasan suku bunga lebih cepat, mungkin dimulai pada September,” ujarnya dari London.

    Tekanan terhadap dolar sebelumnya sempat mereda setelah rilis data inflasi konsumen (CPI) pada Selasa menunjukkan kenaikan tertinggi dalam lima bulan terakhir. 

    Lonjakan harga barang, yang sebagian dipicu tarif impor, membuat sebagian pelaku pasar berpikir bahwa The Fed akan lebih berhati-hati sebelum menurunkan suku bunga.

    Namun data lain justru menyejukkan. Inflasi di tingkat produsen (PPI) pada Juni tercatat stagnan. Harga barang naik karena dampak tarif, tetapi melemahnya harga jasa mengimbangi tekanan tersebut. 

    Ini menciptakan pandangan campuran mengenai arah kebijakan bank sentral AS dalam beberapa bulan ke depan.

    Meski begitu, prospek pelonggaran moneter tetap menguat. Pelaku pasar kini memperkirakan peluang pemangkasan suku bunga sebesar 47 basis poin hingga akhir tahun, naik dari proyeksi sebelumnya yang berada di kisaran 44 basis poin sebelum kabar tentang Powell mencuat.

    Di luar Amerika, perhatian juga tertuju pada Jepang yang akan menggelar pemilu majelis tinggi akhir pekan ini. Peluang terjadinya pergeseran komposisi politik memicu kecemasan mengenai prospek fiskal, dengan imbal hasil obligasi jangka panjang melonjak ke rekor tertinggi menjelang pemungutan suara.

    Sementara itu, Trump terus mengobarkan agenda dagangnya. Setelah mengumumkan kesepakatan dengan Indonesia, ia menyebut kesepakatan serupa akan segera dirampungkan dengan India, dan bahkan membuka peluang tarif baru terhadap Jepang. 

    Ketegangan yang belum juga reda membuat investor semakin berhati-hati terhadap arah kebijakan ekonomi AS ke depan.

    Dalam situasi seperti ini, nilai dolar bukan hanya cerminan kekuatan ekonomi, tetapi juga stabilitas kebijakan. Dan ketika keduanya dipertanyakan, pasar tidak butuh waktu lama untuk mencari perlindungan ke tempat lain.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79