KABARBURSA.COM - Nilai tukar dolar Amerika Serikat kembali menguat tajam pada perdagangan Jumat, 26 September 2025. Penguatan didorong data produk domestik bruto (PDB) kuartal II yang direvisi naik di atas perkiraan.
Greenback mencatat penguatan terhadap yen, euro, hingga franc Swiss, sementara indikator teknikal harian menunjukkan sinyal “sangat beli”. Artinya, tren bullish semakin solid.
Dolar AS mencatat performa impresif setelah Departemen Perdagangan melaporkan PDB kuartal II-2025 tumbuh 3,8 persen secara tahunan, lebih tinggi dari estimasi awal 3,3 persen.
Revisi ke atas ini mengejutkan pasar yang sebelumnya tidak mengantisipasi kenaikan, dan segera memperkecil ruang bagi Federal Reserve untuk melanjutkan pemangkasan suku bunga agresif.
Greenback naik 0,58 persen terhadap yen Jepang ke level 149,77, menembus titik tertinggi sejak awal Agustus. Euro jatuh ke level terendah dua pekan dengan penurunan 0,66 persen menjadi USD1,1659.
Indeks Dolar (DXY), yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama, menguat 0,68 persen ke posisi 98,50, juga menyentuh puncak dua pekan. Sentimen ini diperkuat oleh kenaikan imbal hasil obligasi AS.
Yield surat utang 10 tahun naik 2,5 basis poin ke 4,172 persen, sementara tenor 2 tahun melonjak 6,3 basis poin ke 3,661 persen. Hal ini menegaskan daya tarik dolar di tengah prospek suku bunga yang lebih tinggi lebih lama.
Meski pasar masih memperkirakan ada dua kali pemangkasan suku bunga dalam sisa tahun ini, komentar pejabat The Fed mencerminkan pandangan beragam. Ketua Jerome Powell menegaskan bahwa arah kebijakan tetap akan bergantung pada data.
Jeffrey Schmid dari The Fed Kansas City mendorong pemangkasan untuk menjaga pasar tenaga kerja, sementara Austan Goolsbee dari Chicago mengingatkan inflasi masih di atas target.
Di sisi lain, Stephen Miran, pejabat baru The Fed, justru menilai perlu pemangkasan lebih tajam untuk menghindari keruntuhan pasar kerja. Sayangnya, pandangan yang saling bertentangan ini menciptakan ketidakpastian. Tetapi bagi pasar valuta asing, data PDB yang lebih kuat memberi alasan kuat mempertahankan posisi long dolar.
Di Eropa, dolar juga menguat terhadap franc Swiss setelah Swiss National Bank (SNB) mempertahankan suku bunga acuan di 0 persen sesuai perkiraan. SNB memperingatkan risiko dari tarif impor AS yang diluncurkan Presiden Donald Trump, yang bisa menekan prospek ekonomi Swiss hingga 2026. Greenback naik 0,60 persen terhadap franc, ke 0,80, tertinggi dalam dua pekan.
Barclays dalam risetnya menulis bahwa meski dolar menghadapi sentimen bearish selama beberapa bulan terakhir, ketahanannya kini justru menjadi sorotan dan perdebatan di kalangan investor global.
Fase Bullish Kuat dengan Sinyal Jenuh Beli
Dari sisi teknikal, dolar AS berada dalam fase bullish kuat. Indikator RSI harian berada di 71, menandakan tren overbought tetap menguat. Stochastic dan StochRSI masing-masing berada di area jenuh beli, yang artinya ada tekanan beli yang luar biasa.
MACD, ADX, dan CCI seluruhnya mendukung tren kenaikan, sementara Williams %R dan Bull/Bear Power menunjukkan dorongan beli agresif. Semua moving average dari jangka pendek hingga panjang berada di posisi beli, mencatat konfirmasi penuh atas tren naik. Dengan kondisi ini, rangkuman teknikal memberikan sinyal “sangat beli” untuk dolar.
Pivot points menempatkan area kunci pada level 16.655–16.679 sebagai zona support-resistance terdekat. Jika momentum berlanjut, dolar berpotensi menguji resistance berikutnya di 16.698 hingga 16.721. Namun, bila terjadi koreksi teknis, support kuat terlihat di 16.636–16.655.
Dengan kata lain, Dolar AS memanfaatkan kombinasi data ekonomi kuat, imbal hasil obligasi yang meningkat, serta kebijakan bank sentral global yang cenderung lebih longgar untuk memperkuat dominasinya.
Meskipun The Fed masih membuka ruang pemangkasan suku bunga, revisi PDB ke atas mengurangi urgensi pelonggaran cepat.
Selama tren teknikal tetap mendukung dan imbal hasil Treasury bertahan tinggi, dolar kemungkinan akan terus mempertahankan momentum bullish, setidaknya dalam jangka pendek hingga rilis data inflasi berikutnya yang bisa kembali menguji ekspektasi pasar.(*)