Logo
>

Dolar Melemah Seiring Menurunnya Data Inflasi AS

Ditulis oleh Yunila Wati
Dolar Melemah Seiring Menurunnya Data Inflasi AS

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Dolar Amerika Serikat melemah terhadap mayoritas mata uang utama dunia pada perdagangan Rabu waktu setempat, 15 Januari 2025, didorong oleh data inflasi yang lebih lemah dari perkiraan. Angka tersebut mengurangi kekhawatiran pasar tentang percepatan inflasi dan membuka peluang bagi Federal Reserve untuk memangkas suku bunga sebanyak dua kali pada tahun ini.

    Data yang dirilis oleh Biro Statistik Tenaga Kerja AS menunjukkan inflasi tahunan berdasarkan indeks harga konsumen (CPI) naik 2,9 persen hingga Desember 2024. Kenaikan ini sesuai ekspektasi pasar. Namun, inflasi inti yang tidak memperhitungkan harga makanan dan energi menunjukkan pelemahan dari bulan sebelumnya.

    Hal ini, bersamaan dengan laporan indeks harga produsen (PPI) yang diterbitkan sehari sebelumnya. Itu lah mengapa keduanya langsung memberikan tekanan pada nilai dolar.

    Indeks Dolar AS (Indeks DXY), yang membandingkan nilai greenback dengan sekeranjang enam mata uang utama lainnya, turun 0,2 persen menjadi 109,02. Angka ini semakin menjauh dari level tertinggi 26 bulan sebesar 110,17 yang sempat dicapai pada awal pekan. Penurunan ini juga dipengaruhi ekspektasi pasar bahwa The Fed mungkin melonggarkan kebijakan moneternya di tengah data ekonomi terbaru.

    Menurut Uto Shinohara, analis di Mesirow Currency Management, pasar menunjukkan sensitivitas yang meningkat terhadap data ekonomi AS dan wacana tarif baru yang dibawa Presiden terpilih Donald Trump. Presiden terpilih itu dijadwalkan kembali menjabat di Gedung Putih pekan depan, Senin, 20 Januari 2025, dan analis memperkirakan kebijakan tarifnya akan membawa dampak besar terhadap pertumbuhan dan inflasi domestik.

    Pada saat yang sama, nilai tukar dolar terhadap yen Jepang turun tajam sebesar 1 persen ke level 156,41 yen. Mata uang Jepang ini mengalami penguatan signifikan setelah komentar Gubernur Bank of Japan Kazuo Ueda, yang menyatakan kesiapan bank sentral untuk menaikkan suku bunga jika kondisi ekonomi dan harga terus menunjukkan perbaikan.

    Tidak hanya yen, mata uang poundsterling Inggris juga berhasil menguat terhadap dolar setelah laporan inflasi yang melambat secara tak terduga. Inflasi inti di Inggris mencatat penurunan tajam, memberikan angin segar bagi pemerintah dan Bank of England. Poundsterling naik 0,3 persen ke level USD1,2247, didukung oleh data ini.

    Helen Given, Direktur Monex USA, menjelaskan bahwa pergerakan besar pada pound dan yen sebagian besar dipengaruhi oleh kebijakan dan data domestik masing-masing negara. Ia juga menambahkan bahwa pasar tengah menunggu kejelasan mengenai dampak kebijakan perdagangan dan ekonomi pemerintahan Trump terhadap inflasi AS.

    Di zona Eropa, euro melemah tipis 0,1 persen menjadi USD1,0299 di tengah tekanan pada sektor energi dan ketidakpastian prospek pertumbuhan regional.

    Sementara itu, di pasar Asia, yuan China menunjukkan stabilitas dengan nilai tukar di 7,3308 per dolar. Meski panduan nilai tukar yang diberikan otoritas moneter Tiongkok lebih kuat dari ekspektasi, yuan masih mencerminkan bias lemah akibat tekanan eksternal dan tanda-tanda pengetatan pasar uang domestik.

    Secara keseluruhan, pergerakan pasar valuta asing mencerminkan dinamika global yang terus dipengaruhi oleh kebijakan moneter, data ekonomi, serta gejolak politik dan perdagangan antarnegara. Pelaku pasar kini mengalihkan perhatian pada langkah-langkah yang akan diambil pemerintah dan bank sentral dalam menghadapi tantangan ini.

    Produksi Industri Zona Euro Melambat

    Produksi industri di zona euro menunjukkan peningkatan tipis sebesar 0,2 persen pada bulan November, melanjutkan pertumbuhan serupa pada bulan sebelumnya. Peningkatan ini terutama didorong oleh kenaikan produksi energi dan barang tahan lama konsumen. Namun, meskipun mencatat pertumbuhan bulanan, output secara keseluruhan masih turun 1,9 persen dibandingkan tahun sebelumnya dan jauh berada di bawah level pra-pandemi.

    Sektor industri di kawasan tersebut terus terperosok dalam resesi yang kini memasuki tahun kedua. Tekanan berasal dari kenaikan biaya energi yang tajam, permintaan yang lemah dari pasar Asia, persaingan harga yang lebih murah, serta tantangan di sektor otomotif Jerman dalam beradaptasi dengan pola konsumsi yang berubah. Tantangan-tantangan ini secara keseluruhan membuat penjualan terus menurun.

    Data terbaru dari Eurostat mengungkapkan bahwa, meskipun ada beberapa perbaikan bulanan, belum ada tanda-tanda pemulihan yang signifikan di sektor industri. Pesanan baru, terutama dari Jerman yang merupakan ekonomi terbesar zona euro, terus mencatat kinerja buruk. Hal ini menjadi indikator bahwa prospek sektor industri masih suram, meskipun ada kemungkinan sektor ini telah mencapai titik terendah.

    Situasi ini memiliki dampak signifikan pada perekonomian Jerman, yang mencatatkan penurunan pertumbuhan ekonomi selama dua tahun berturut-turut hingga 2024. Penurunan aktivitas industri juga diperkirakan menahan pertumbuhan ekonomi keseluruhan zona euro tetap berada di bawah 1 persen.

    Jerman mencatat penurunan produksi industri terbesar di antara negara-negara besar zona euro. Namun, Prancis, Italia, dan Spanyol juga mengalami kontraksi pada output industrinya. Kondisi ini menegaskan bahwa masalah yang dihadapi sektor industri bersifat menyeluruh di kawasan tersebut, bukan hanya terjadi di satu negara.

    Dalam konteks yang lebih luas, ketidakmampuan sektor industri zona euro untuk pulih dengan cepat tidak hanya memperlambat pertumbuhan ekonomi kawasan, tetapi juga memengaruhi daya saing globalnya. Tekanan dari biaya energi tinggi, lemahnya pasar internasional, dan tantangan struktural di sektor manufaktur menjadi hambatan utama yang harus segera diatasi untuk mendukung pemulihan yang lebih kuat.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Yunila Wati

    Telah berkarier sebagai jurnalis sejak 2002 dan telah aktif menulis tentang politik, olahraga, hiburan, serta makro ekonomi. Berkarier lebih dari satu dekade di dunia jurnalistik dengan beragam media, mulai dari media umum hingga media yang mengkhususkan pada sektor perempuan, keluarga dan anak.

    Saat ini, sudah lebih dari 1000 naskah ditulis mengenai saham, emiten, dan ekonomi makro lainnya.

    Tercatat pula sebagai Wartawan Utama sejak 2022, melalui Uji Kompetensi Wartawan yang diinisiasi oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), dengan nomor 914-PWI/WU/DP/XII/2022/08/06/79