KABARBURSA.COM - Selama masa jabatan pertamanya, Donald Trump telah menguji sejauh mana militer bisa digunakan untuk mencapai tujuan politiknya. Jika terpilih kembali, Trump dan sekutunya berencana untuk melangkah lebih jauh dengan membayangkan militer sebagai alat kekuasaan yang dominan di dalam negeri.
Dikutip dari AP, Senin, 14 Oktober 2024, Trump telah berjanji akan menarik ribuan pasukan Amerika yang ditempatkan di luar negeri dan menempatkan mereka di perbatasan AS dengan Meksiko. Dia juga mempertimbangkan penggunaan militer untuk kebijakan domestik, seperti deportasi imigran, dan menghadapi kerusuhan sipil. Trump bahkan telah menyatakan niatnya untuk membersihkan perwira militer yang dianggap berseberangan ideologi dengannya.
Visi Trump ini berpotensi membawa perubahan dramatis dalam peran militer di masyarakat Amerika Serikat, dengan dampak serius terhadap posisi negara itu di dunia serta batasan yang selama ini diterapkan pada penggunaan militer di dalam negeri.
Saat kampanye Trump memasuki tahap akhir melawan Wakil Presiden dari Partai Demokrat, Kamala Harris, dia menjanjikan tindakan tegas terhadap imigran yang tidak memiliki status hukum permanen. Berbicara di Colorado pada Jumat lalu, Trump menggambarkan kota Aurora sebagai "zona perang" yang dikendalikan oleh geng Venezuela, meskipun otoritas setempat menyatakan bahwa hanya satu blok di pinggiran Denver tersebut yang sempat bermasalah, dan wilayah itu kini sudah aman kembali.
"Saya akan menyelamatkan Aurora dan setiap kota yang telah diserang dan ditaklukkan," ujar Trump di hadapan pendukungnya. "Kami akan menangkap para kriminal yang kejam dan haus darah ini, atau mengusir mereka dari negara kita."
Trump juga menyatakan dia akan menggunakan Garda Nasional, bahkan militer, sebagai bagian dari operasi untuk mendeportasi jutaan imigran yang tidak memiliki status hukum permanen. Meskipun tim kampanye Trump menolak memberikan rincian lebih lanjut tentang rencana tersebut, termasuk berapa banyak pasukan yang akan dialihkan dari penugasan luar negeri ke perbatasan, sekutu-sekutunya tidak ragu menggambarkan operasi ini sebagai misi besar yang akan menggunakan alat-alat paling kuat dari pemerintah federal dengan cara yang baru dan dramatis.
"Bisa saja ada aliansi antara Departemen Kehakiman, Keamanan Dalam Negeri, dan Departemen Pertahanan. Ketiga departemen ini harus dikoordinasikan dengan cara yang mungkin belum pernah dilakukan sebelumnya," kata mantan penjabat direktur Imigrasi dan Bea Cukai di bawah pemerintahan Trump, Ron Vitiello.
Dalam wawancara yang ditayangkan di acara "Sunday Morning Futures" Fox News, Trump ditanya tentang potensi penghasut luar yang mungkin akan mengganggu hari pemilu. Diia mengarahkan perhatian pada apa yang disebutnya sebagai musuh dari dalam.
"Saya pikir masalah yang lebih besar adalah musuh dari dalam," kata Trump.
"Kita memiliki orang-orang yang sangat jahat. Kita memiliki orang-orang yang sakit, orang-orang radikal kiri yang gila. Dan saya pikir mereka adalah ancaman besar. Dan ini seharusnya bisa ditangani dengan mudah, jika perlu, oleh Garda Nasional, atau jika benar-benar diperlukan, oleh militer, karena kita tidak bisa membiarkan itu terjadi,” imbuhnya.
Trump beberapa kali menyebut istilah musuh dari dalam pada pidato terbarunya. Pada Sabtu pekan lalu, dia menggunakan istilah itu untuk merujuk kepada Adam Schiff, anggota DPR dari California yang menjadi kritikus utama Trump dan memimpin penyelidikan kongres yang menyebabkan pemakzulan pertama Trump. Kini, Schiff mencalonkan diri sebagai senator.
Trump dan para penasihatnya tengah menyusun rencana untuk mengubah prioritas dan sumber daya militer, bahkan di saat perang berkecamuk di Eropa dan Timur Tengah. Prioritas utama Trump dalam platformnya yang dikenal sebagai Agenda 47 adalah menerapkan langkah-langkah keras di perbatasan AS-Meksiko dengan memindahkan ribuan pasukan yang saat ini ditempatkan di luar negeri ke perbatasan tersebut. Ia juga berjanji akan menyatakan perang terhadap kartel narkoba dan mengerahkan Angkatan Laut untuk memblokade kapal-kapal yang membawa fentanyl.
Respons Kubu Kamala Harris
Dalam pernyataan tertulis, Juru Bicara kampanye Kamala Harris menyebut mantan presiden Donald Trump menganggap sesama warga Amerika lebih buruk dari musuh asing. Ia menyatakan akan menggunakan militer melawan mereka. "Apa yang dijanjikan Donald Trump ini sangat berbahaya, dan mengembalikannya ke kursi kepresidenan adalah risiko yang tidak bisa ditanggung rakyat Amerika," ujarnya, dikutip dari MSNBC.
Laporan terkait dari Associated Press memberikan gambaran yang lebih besar, selama masa jabatan pertamanya, Donald Trump telah menguji batasan bagaimana ia bisa menggunakan militer untuk mencapai tujuan politik. Jika terpilih lagi, kata tim Kamala Harris, Trump dan sekutunya bersiap untuk melangkah lebih jauh.
Kritik Trump terhadap warga Amerika ini mengingatkan kembali pada pidato Hillary Clinton pada September 2016. Saat itu, Clinton menyoroti basis pendukung radikal Trump dan menyebut, "setengah dari pendukung Trump masuk dalam apa yang saya sebut sebagai 'keranjang yang menyedihkan'." Lebih spesifik lagi, Clinton menyayangkan banyaknya pendukung inti Trump yang rasis, seksis, homofobia, xenofobia, dan Islamofobia.
Meski demikian, pernyataan Clinton tersebut menjadi bahan kontroversi besar bagi Partai Republik, yang kemudian diikuti oleh media. Beberapa kalangan menilai Clinton telah melangkah terlalu jauh. Mengkritik politisi lawan boleh saja, tetapi mengkritik warga Amerika, bahkan yang berprasangka buruk sekalipun, dianggap terlalu keras bagi seseorang yang ingin memegang jabatan tertinggi di negara itu.
Sementara itu, Trump telah beralih dari menyebut banyak warga Amerika sebagai jahat, mengutuk mereka sebagai hama, menyamakan mereka dengan musuh asing, hingga melabeli mereka sebagai musuh dari dalam.(*)