Logo
>

DPR Anggap IHSG Rontok 6 Persen Hal yang Wajar

IHSG kembali anjlok, turun lebih dari 5 persen dalam satu sesi. DPR menilai ini masih wajar dan meminta investor tidak panik.

Ditulis oleh Dian Finka
DPR Anggap IHSG Rontok 6 Persen Hal yang Wajar
Papan pantau IHSG di Bursa Efek Indonesia. Foto: KabarBursa/Abbas Sandji.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Pasar saham Indonesia kembali terguncang setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 5,02 persen dalam satu sesi perdagangan. Sentimen negatif ini dipicu oleh berbagai faktor, antara lain jatuhnya saham-saham berkapitalisasi besar yang menyeret indeks ke zona merah.

    Anggota Komisi VI DPR RI, Sarmuji, menilai penurunan tajam ini lebih disebabkan oleh faktor teknikal dan aksi jual besar-besaran di saham tertentu yang memiliki bobot tinggi dalam IHSG.

    “Ada beberapa sebab, bisa dari faktor teknikal dan lainnya. Tapi khusus yang kemarin, penyebab utamanya adalah saham dengan kapitalisasi besar yang anjlok signifikan, sekitar 23 persen,” kata Sarmuji saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 19 Maret 2024.

    Ia menyoroti kejatuhan harga saham milik Prayogo Pangestu, seperti PTRO dan CUAN, yang turut menyeret saham-saham blue chip, termasuk BRI. “Turunnya luar biasa, sehingga berdampak besar terhadap pergerakan indeks secara keseluruhan,” ujarnya.

    Meski begitu, Sarmuji mengimbau investor untuk tidak terlalu panik. Menurutnya, koreksi tajam seperti ini masih tergolong wajar dalam dinamika pasar saham. “Begitu perdagangan dihentikan sementara (auto rejection), pasar langsung kembali naik. Hari ini pun sudah mulai pulih lagi,” katanya.

    Menanggapi spekulasi kebijakan pemerintah ikut berperan dalam kejatuhan IHSG, Sarmuji berujar dampaknya cenderung bersifat jangka pendek.

    Ia juga mengapresiasi pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menegaskan komitmen pemerintah dalam menjaga stabilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Menurut Sarmuji, sikap tegas pemerintah ini menjadi sinyal positif bagi investor bahwa perekonomian Indonesia tetap dalam kondisi solid.

    Dalam jangka panjang, kata Sarmuji, fundamental ekonomi yang kuat akan membantu pemulihan pasar saham Indonesia. “Saham kita memang mengalami penurunan, tetapi terjadi switching ke Surat Utang Negara (SUN). Itu artinya, investor masih percaya pada pemerintah Indonesia,” katanya

    Borong Saham di Tengah Koreksi IHSG

    Di tengah tekanan besar di pasar saham, aksi jual masif investor ritel dan institusi justru direspons berbeda oleh salah satu konglomerat terkaya di Indonesia, Prajogo Pangestu. Alih-alih ikut panik, ia justru memborong saham di beberapa perusahaannya, seperti PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA), dan secara tidak langsung di PT Petrosea Tbk (PTRO) melalui entitas terafiliasi.

    Berdasarkan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Prajogo membeli 1,77 juta saham BREN dengan harga Rp4.987 per saham, yang meningkatkan kepemilikannya dari 133,69 juta saham (0,09993 persen) menjadi 135,46 juta saham (0,10125 persen).

    “Tujuan transaksi adalah untuk investasi pribadi dan status kepemilikan saham adalah langsung,” ujar Sekretaris Perusahaan BREN, Merly, dikutip Kamis, 20 Maret 2025.

    Tak hanya BREN, ia juga menambah portofolionya di TPIA dengan mengakuisisi 68.500 saham seharga Rp5.830 per lembar pada 19 Maret 2025 sehingga meningkatkan kepemilikannya dari 229.600 saham menjadi 298.100 saham. Total dana yang digelontorkan untuk aksi beli ini mencapai Rp9,22 miliar dengan Rp8,82 miliar dialokasikan untuk BREN dan Rp399,35 juta untuk TPIA.

    Langkah ini mengindikasikan keyakinannya terhadap prospek jangka panjang kedua perusahaan, meskipun pasar sedang bergejolak. Selain itu, entitas terafiliasinya, PT Kreasi Jasa Persada, juga melakukan aksi serupa dengan membeli 72,1 juta saham PTRO pada 17 Maret 2025. Transaksi ini dilakukan pada kisaran harga Rp2.815,1 hingga Rp3.500 per saham.

    “Dengan transaksi ini, kepemilikan PT Kreasi Jasa Persada di PTRO meningkat dari 4,389 miliar saham (43,519 persen) menjadi 4,461 miliar saham (44,234 persen),” tulis Sekretaris Perusahaan Petrosea, Anto Broto, dalam keterbukaan informasinya.

    Kinerja Keuangan BREN, TPIA, dan PTRO

    BREN sebelumnya merilis laporan keuangan untuk sembilan bulan 2024 dengan mencatat pendapatan sebesar USD441,3 juta. EBITDA perusahaan mencapai USD377,0 juta, sementara laba bersih tercatat USD110,7 juta. Meski mengalami sedikit penurunan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, manajemen tetap optimis terhadap pemulihan kinerja di kuartal mendatang. Hal ini didorong oleh penyelesaian gangguan operasional di unit 2 Darajat serta ekspansi kapasitas geotermal yang ditargetkan mencapai 104,6 MW dalam beberapa tahun ke depan.

    Kinerja BREN.

    Salah satu strategi yang mendukung efisiensi perusahaan adalah keberhasilan BREN dalam melakukan refinancing fasilitas Bangkok Bank. Langkah ini menurunkan biaya bunga dari 4,4 persen menjadi 2,5 persen di atas SOFR, memberikan ruang lebih bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi investasi.

    Di sisi lain, TPIA mencatat neraca yang solid hingga akhir 2024 dengan total likuiditas mencapai USD2,4 miliar. Komposisinya terdiri dari USD1,4 miliar kas dan setara kas, USD0,8 miliar marketable securities, serta USD0,2 miliar fasilitas kredit berkomitmen. Salah satu pencapaian lainnya adalah masuknya pabrik CA-EDC dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN), yang diproyeksikan menjadi katalis bagi pertumbuhan industri petrokimia di Indonesia.

    Kinerja TPIA.

    Selain itu, TPIA juga mendapatkan pinjaman senilai Rp2 triliun dari BDMN untuk ekspansi infrastruktur yang diharapkan memperkuat strategi pertumbuhan jangka panjang. Perusahaan juga menegaskan komitmennya terhadap keberlanjutan melalui pengelolaan lingkungan yang lebih ketat serta investasi dalam teknologi ramah lingkungan.

    Sementara itu, PTRO membukukan pendapatan sebesar USD690,81 juta sepanjang 2024, tumbuh 19,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang tercatat USD577,62 juta. Kenaikan ini mencerminkan ekspansi operasional yang dilakukan perusahaan.


    Namun, meskipun pendapatan meningkat, laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik perusahaan justru turun menjadi USD9,95 juta, dari sebelumnya USD12,44 juta pada 2023. Penurunan laba ini dipengaruhi oleh kenaikan beban usaha langsung yang mencapai USD600,52 juta, naik 21,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar USD495,51 juta. Hal ini menyebabkan laba kotor hanya tumbuh tipis menjadi USD90,29 juta dari USD82,11 juta pada 2023.

    Selain itu, beban penjualan dan administrasi juga mengalami peningkatan menjadi USD51,63 juta dari USD46,78 juta pada 2023. Beban bunga dan keuangan yang naik dari USD19,81 juta menjadi USD25,90 juta turut menekan profitabilitas PTRO.(*)

    Disclaimer:
    Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.