KABARBURSA.COM - Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, meminta pemerintah memberikan kelonggaran kepada PT Sri Rejeki Isman atau Sritex untuk tetap produktif dan tidak merumahkan para pekerjanya lantaran statusnya yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Semarang.
Saleh menilai kelonggaran tersebut perlu lantaran Sritex menyangkut urusan bisnis yang memiliki keterkaitan dengan banyak pihak. Menurutnya, persoalan yang menimpa salah satu perusahaan raksasa tekstil itu mesti diselesaikan perlahan. “Perusahaan diharapkan tetap beroperasi. Pemerintah harus memberikan kelonggaran sehingga mereka tetap produktif dan para pekerjanya tidak dirumahkan,” kata Seleh dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 1 November 2024.
Di samping itu, Saleh meminta agar semua pihak mampu menahan diri dan tidak saling menyalahkan. Apalagi, kata dia, jika para pihak mencari kambing hitam dengan menuduh satu pihak atau satu aturan tertentu yang menyebabkan Sritex pailit. Politikus Partai Amanat Nasional ini pun menyebut ada banyak upaya untuk mempertahankan eksistensi Sritex.
“Sebagai perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara tentu tidak mudah untuk dipailitkan. Pasti banyak faktor dan juga telah melintasi waktu yang cukup lama untuk menahan agar tidak pailit. Yang perlu dicari adalah dukungan dan solusi dari seluruh pihak. Jangan saling menyalahkan. Hindari narasi yang membuat pihak lain tersinggung," ungkapnya.
Dalam rangka upaya penyelamatan nasib Sritex, Saleh mengatakan Komisi VII DPR RI akan melaksanakan kunjungan spesifik langsung ke sana. Anggota komisi ini akan meninjau, mendengar, dan menerima masukan langsung dari para pekerja dan manajemen perusahaan. "Komisi VII DPR RI juga akan menggelar rapat dengan pihak pemerintah, pihak perusahaan, dan pihak terkait. Ini adalah bagian dari upaya untuk menyelamatkan Sritex. DPR RI tentu akan mengawal agar masalah ini dapat diselesaikan dengan baik," katanya
Saleh mengapresiasi arahan Presiden Prabowo Subianto yang meminta sejumlah kementerian terkait untuk menyelamatkan Sritex. Menurutnya, dukungan tersebut perlu mengingat Sritex merupakan industri tekstil padat karya yang mampu merekrut dan mempekerjakan banyak tenaga kerja.
Informasi yang ada menunjukkan Sritex saat ini mempekerjakan lebih dari 50.000 tenaga kerja. Jika perusahaan ini tidak diselamatkan, kata Saleh dampak ekonomi bagi masyarakat akan sangat terasa. Pendirian industri besar seperti Sritex bukanlah hal yang mudah, mengingat dibutuhkannya modal besar, jaringan luas, pengalaman, serta sumber daya manusia yang kuat.
"Karena itu, Presiden Prabowo perlu didukung oleh semua pihak untuk menyelamatkan Sritex,” kata Saleh.
Jalan Terjal Sritex Jadi Raksasa
Menurut informasi dari situs resmi perusahaan, Sritex didirikan oleh HM Lukminto pada 1966 sebagai usaha perdagangan di Pasar Klewer, Solo. Pada 1968, Sritex membuka pabrik cetak kain pertama di Solo, memproduksi kain putih dan berwarna. Pada 1978, perusahaan terdaftar sebagai perseroan terbatas di Kementerian Perdagangan dan mendirikan pabrik tenun pada 1982.
Bisnis Sritex terus berkembang hingga pada 1992, pabrik diperluas di Sukoharjo dengan empat lini produksi dalam satu atap, yakni pemintalan, tenun, sentuhan akhir, dan garmen. Pada 1994, Sritex mulai mengekspor produknya, termasuk menjadi pemasok seragam militer untuk NATO dan angkatan bersenjata Jerman.
Sritex memasok seragam militer untuk 33 negara, dan produknya digunakan oleh merek mode global seperti Guess dan H&M. Di tengah krisis moneter 1997-1998, Sritex tetap bertahan dan mencatatkan pertumbuhan delapan kali lipat pada 2001 dibandingkan 1992. Pada 2013, Sritex mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode SRIL, namun perdagangannya dihentikan sementara sejak 18 Mei 2021.
Hingga Maret 2022, utang Sritex mencapai USD1,62 miliar (sekitar Rp25 triliun). Corporate Secretary Welly Salam menyebut pihaknya tengah melakukan restrukturisasi utang dengan kreditur. Masalah utang Sritex bukan pertama kali terjadi. Pada 1994, Bank Indonesia menginstruksikan bank-bank kreditur untuk melakukan restrukturisasi terhadap kredit yang diberikan kepada perusahaan ini.
Masalah kredit Sritex terungkap dalam rapat kerja antara BI dan Komisi APBN DPR RI pada 3 November 1994, dengan nilai kredit macet disebut mencapai lebih dari Rp1 triliun. Namun, Presiden Direktur Sritex, Muhammad Lukminto, membantah keras angka tersebut dan menyatakan kredit perusahaan jauh di bawah Rp1 triliun.
Di tengah tantangan besar yang dihadapi Sritex kali ini, harapan akan solusi terbaik semakin penting, terutama bagi sekitar 50.000 karyawan yang bergantung pada keberlangsungan perusahaan ini.
Efek Domino Sritex
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR, Charles Meikyansah, mendukung upaya pemerintah dalam menyusun kebijakan perlindungan bagi industri tekstil, menyusul nasib pahit Sritex yang dinyatakan pailit.
Charles menjelaskan, meski pabrik masih beroperasi seiring manajemen mengajukan kasasi di Mahkamah Agung (MA) untuk membatalkan putusan PN Niaga Semarang, status pailit terhadap Sritex bisa berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Apalagi, kata dia, dengan adanya potensi massal badai PHK terhadap puluhan ribu karyawan Sritex.
“Kita mendukung upaya Pemerintah yang sekarang tengah berjibaku berusaha memberi penyelamatan untuk Sritex. Karena kalau Sritex sampai bangkrut, pastinya bisa berpengaruh terhadap perekonomian nasional,” kata Charles dalam keterangan tertulisnya, Jumat, 1 November 2024.
Charles menyebut DPR siap bekerja sama dengan pemerintah untuk menyelamatkan Sritex yang merupakan perusahan tekstil terbesar se-Asia Tenggara itu. Ia berharap agar industri tekstil Tanah Air tidak terdampak. "Negara perlu membantu Sritex dengan tujuan agar tidak ada PHK massal kepada para karyawannya. Dan tentunya juga agar industri tekstil kita tidak terdampak,” katanya.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.