KABARBURSA.COM - Wakil Ketua Komisi VI DPR, M. Sarmuji, memberi sinyal kuat bahwa presiden terpilih Prabowo Subianto akan menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan atau APBN Perubahan 2025. Isyarat ini muncul dalam rapat kerja Komisi VI DPR dengan Menteri Investasi/Kepala BKPM, Rosan Roeslani, di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis, 12 September 2024.
Dalam rapat itu, terungkap bahwa anggaran Kementerian Investasi untuk 2025 ditetapkan sebesar Rp681,88 miliar. Jumlah ini menunjukkan penurunan yang cukup signifikan, lebih dari 40 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Sarmuji menyampaikan keprihatinan atas penurunan ini, mengingat investasi merupakan salah satu pilar penting untuk pertumbuhan ekonomi.
Meskipun anggaran Kementerian Investasi turun, Sarmuji menyebut pemerintah telah menyiapkan dana cadangan yang tersimpan di Bendahara Umum Negara (BUN). Dana ini diharapkan dapat dialokasikan untuk penyesuaian dalam APBN Perubahan yang akan diterbitkan pada pertengahan tahun 2025. "Dari perbincangan-perbincangan informal, ada anggaran yang masih disimpan di BUN," ungkap Sarmuji.
Sarmuji mendorong Rosan untuk terus berupaya menambah anggaran Kementerian Investasi demi mencapai target-target yang berdampak positif pada ekonomi. "Saya memberikan support moral kepada Pak Menteri untuk terus berusaha sampai anggaran yang dibutuhkan secara memadai tercapai," kata Sarmuji.
Sementara itu, Rosan berharap parlemen dapat memperjuangkan peningkatan anggaran kementeriannya. Ia meminta tambahan anggaran sebesar Rp 889,32 miliar, yang akan menjadikan total anggaran Kementerian Investasi mencapai Rp1,57 triliun. Mantan Ketua Kadin ini menekankan pentingnya investasi sebagai ujung tombak pertumbuhan ekonomi, terutama dengan target pertumbuhan 8 persen yang ditetapkan Prabowo.
Rosan menyoroti investasi berperan dalam penciptaan lapangan kerja. Namun, ia mengkhawatirkan penurunan signifikan anggaran kementeriannya akan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. "Penyerapan tenaga kerja yang bisa terdampak sedangkan itu adalah salah satu PR kita yang utama," jelasnya.
Kementerian Investasi akan menghadapi tantangan besar ke depan. Rosan mengindikasikan akan meninjau ulang target-target investasi berdasarkan skala prioritas, dengan harapan mencapai target investasi sebesar Rp1.905 triliun pada 2025.
Terjerat Beban Utang
Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia, Salamudin Daeng, menggambarkan kondisi APBN 2025 dengan perumpamaan yang tajam. Menurutnya, APBN saat ini seperti dipenggal oleh beban utang yang semakin menumpuk.
“APBN Indonesia bukan APBN yang hidup, dia telah dipenggal kepalanya,” kata Salamudin dalam keterangan tertulis kepada KabarBursa, Kamis, 12 September 2024.
Dia menjelaskan, pembayaran bunga utang, baik dalam maupun luar negeri, telah menguras sebagian besar anggaran negara. “Bayangkan bagaimana utang menyandera APBN,” ujarnya.
Berdasarkan Rancangan APBN (RAPBN) 2025, pembayaran bunga utang diproyeksikan mencapai Rp552,9 triliun, naik 10,8 persen dari 2024. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp497,6 triliun dialokasikan untuk utang dalam negeri, sementara Rp55,2 triliun untuk utang luar negeri.
Pembayaran bunga utang telah mengalami peningkatan signifikan. Pada 2020, angkanya mencapai Rp314,1 triliun dan kini diproyeksikan mencapai Rp552,9 triliun pada 2025—sebuah lonjakan 75,8 persen dalam lima tahun terakhir. “Kecepatan meningkatnya bunga utang jauh dibandingkan dengan kecepatan naiknya penerimaan dalam APBN Indonesia,” tegas Salamudin.
Lebih jauh, ia juga memperingatkan jatuh tempo utang akan menjadi masalah serius di tahun-tahun mendatang. Tahun 2023, utang jatuh tempo mencapai Rp539,9 triliun, sementara pada 2024 jumlahnya diproyeksikan mencapai Rp335,2 triliun. Jika tren ini terus berlanjut, pada 2025 utang jatuh tempo dan bunga utang bisa menembus angka Rp1.000 triliun.
Kondisi ini, menurut Salamudin, menyisakan sedikit ruang bagi APBN untuk alokasi lainnya, seperti krisis global yang diprediksi akan terjadi pada 2025 hingga 2027. “APBN tersisa untuk gaji dan tunjangan pegawai, dan tidak ada lagi sisa dana yang dapat digunakan untuk menghadapi krisis besar ke depan,” ucapnya.
Padahal, Indonesia memiliki potensi besar dalam sumber daya alam, terutama batu bara dan nikel. “Kita akan memproduksi 1 miliar ton batu bara senilai Rp2.000 triliun. Kita akan menjadi produsen nikel olahan terbesar di dunia,” ujarnya. Namun, Salamudin mengkritisi bagaimana sumber daya tersebut belum optimal mengisi APBN.
Salamudin berharap pemerintah segera mengambil langkah tegas untuk mengembalikan aset-aset ilegal di luar negeri. “Batin elite Indonesia, pemimpin besar Indonesia, yang sejernih intan, dan hatinya yang sekokoh karang laut selatan, akan menuntaskan masalah ini dengan patriotik,” sindirnya.
Utang Naik Terus
Sejak awal pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2014, utang pemerintah pusat terus mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahunnya. Di tahun akhir pemerintahannya ini, Indonesia harus mengeluarkan Rp69 triliun untuk membayar bunga utang selama dua bulan pertama 2024. Angka ini naik 37 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, yang tercatat sebesar Rp50,3 triliun. Kenaikan ini mencatatkan rekor tertinggi dalam lima tahun terakhir.
Peningkatan pembayaran bunga utang terjadi karena utang pemerintah terus membengkak. Per Desember 2023, total utang pemerintah mencapai Rp8.145 triliun, dan per Februari 2024 naik menjadi Rp8.319,22 triliun. Selama tujuh tahun pemerintahan Jokowi (2015-2022), rata-rata rasio beban bunga utang dan cicilan pokok mencapai 47,4 persen dari penerimaan pajak setiap tahun. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2005-2014) yang rata-ratanya hanya 32,9 persen.(*)