KABARBURSA.COM – Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, dan wakilnya, Kartika Wirjoatmodjo, dicecar Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait nasib emiten farmasi yang dianggap “sakit”, yakni PT Indofarma Tbk (INAF).
Dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Kementerian BUMN, Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nevi Zuairina meminta Erick Thohir segera membereskan sengkarut INAF. Pasalnya, dia khawatir persoalan serupa terjadi dikemudian hari.
Nevi mengaku khawatir, persoalan yang terjadi pada INAF menjadi puncak masalah yang menimpa BUMN. Larutnya persoalan INAF juga menjadi pertanyaan baginya, dia pun mempertanyakan audit yang dilakukan BUMN terhadap emiten farmasi tersebut.
“Saya khawatir nanti ada lagi perusahaan yang seperti Indofarma lagi,” kata Nevi dalam Raker Komisi VI bersama Kementerian BUMN di Kompleks Senayan, Jakarta, Senin, 2 September 2024.
Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komsi VI DPR RI Fraksi Paratai Demokrat, Muslim, meminta Erick Thohir beserta jajaran Kementerian BUMN mereformasi birokrasi perusahaan plat merah di sektor farmasi.
Muslim menilai, BUMN farmasi secara keseluruhan mengalami penuruna trend dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya, meski perusahaan BUMN, industri farmasi miliki negara tertinggal jauh dengan swasta.
“Jadi kita kalah dengan swasta, padahal kita punya kewenangan lebih. Biarpun Pak Menteri telah banyak melakukan termasuk mengamputasi beberapa BUMN yang dianggap tidak produktif,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, mantan pejabat INAF yang dinyatakan terlibat kasus fraud akan ditindak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.
Dia menuturkan, BUMN berencana menjadikan INAF sebagai perusahaan made to order. Pada skema tersebut, INAF tidak lagi memiliki kewenangan sebagai perusahaan yang memproduksi obat-obatan.
Lebih jauh, Kartika mengaku telah melakukan banyak efisiensi terhadap INAF, termasuk menjual aset yang dilakukan bertahap untuk membayarkan hak karyawan. Dia menyebut, tunjangan iuran dengan nilai Rp 95 miliar juga akan segera dibayarkan.
“Hak karyawan di grup tunjangan iuran, dengan nilai Rp 95 miliar akan segera dibayarkan,” jelasnya.
Keluh Karyawan Indofarma
Serikat Pekerja (SP) Indofarma tengah berupaya mendapatkan haknya, yaitu pembayaran gaji. Karyawan Indofarma mengaku untuk membeli beras saja mereka sulit. Serikat Pekerja Indofarma menyatakan, perusahaan masih berutang gaji kepada karyawan dengan total sebesar Rp95 miliar.
Ketua Umum SP Indofarma, Meidawati mengatakan, permasalahan ini telah membuat susah para karyawan. Bahkan, beberapa anggota sudah tidak sanggup membeli beras.
“Ada anggota yang WA (WhatsApp), dia bilang ‘Bu tolong berikan gaji kami. Beras satu liter saja enggak ada di rumah. Untuk beras satu liter seharga Rp15.000 saja kami tidak sanggup membelinya,” kata Meidawati, Jumat, 30 Agustus 2024.
Meidawati mengaku sudah melaporkan persoalan yang dihadapi karyawan Indofarma ini kepada banyak pihak, yakni Kementerian BUMN, hingga Kementerian Ketenagakerjaan. “Ke holding, kementerian, sampai teriak-teriak di jalan sudah kami lakukan,” ungkapnya.
Namun, kata Meidawati, hingga saat ini permasalahan yang dialami karyawan Indofarma tak kunjung mendapatkan solusi. Dia pun sangat berharap kepada Komisi VI DPR RI untuk memberikan solusi terhadap persoalan ini. “Kami sudah mengirimkan surat ke manapun. Kami sangat berharap dengan DPR, karena ini adalah rumahnya rakyat, wakilnya rakyat,” pungkas Meidawati.
Sengkarut Indofarma
Sebelumnya, PT Indofarma Tbk mengakui pihaknya tengah mengalami masalah dengan keuangan sehingga kesulitan membayar gaji karyawan.
Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengungkapkan penyebab bermasalahnya keuangan Indofarma karena anak usahanya, PT Indofarma Global Medika (IGM), tidak menyetorkan dana hasil penjualan produk-produk Bio Farma.
Padahal, IGM sebagai pihak yang mendistribusikan atau menjual produk-produk buatan Indofarma, sudah menerima dana dari pihak ketiga atas hasil penjualan produk-produk tersebut. Namun, hasil penjualan tidak disetorkan sehingga menyebabkan Indofarma mengalami kerugian dan tak mampu membayarkan gaji karyawan.
“Jadi Indofarma Global Medika ternyata sudah melakukan penagihan kepada pihak ketiga, dan tagihannya sudah masuk, tapi tidak disetorkan ke Indofarma. Di sinilah problem besarnya,” jelas Arya dalam konferensi pers virtual, Selasa, 21 Mei 2024.
Berdasarkan hasil audit internal, setidaknya ada dana sebesar Rp470 miliar yang tidak disetorkan Indofarma Global Medika ke Indofarma. Akibat kondisi itu, pembayaran gaji karyawan Indofarma dalam beberapa bulan sempat dibantu oleh PT Bio Farma (Persero), sebagai induk dari Indofarma.
Menurut Arya, pada dasarnya Indofarma tidak mampu membayarkan gaji karyawan sejak akhir 2023, meskipun isu pembayaran gaji yang mandek mencuat pada Maret 2024. “Jadi permasalahan ini bukan baru sekarang ini, tapi sudah sejak beberapa bulan sebelumnya, gaji karyawan dibayarkan oleh Bio Farma,” ujarnya.
“Kalau Indofarma itu tidak di bawah Bio Farma, mungkin dari tahun lalu gaji karyawan Indofarma tidak dibayarkan,” sambung Arya.
Dia bilang, Bio Farma pun telah mengeluarkan miliaran rupiah untuk membayar gaji karyawan Indofarma. Namun, kondisi ini tidak bisa berlangsung terus-menerus karena akan membebani keuangan Bio Farma. Maka dari itu, Bio Farma pun membatasi pengeluaran untuk menanggung kewajiban anak usahanya itu. Kondisi ini pada akhirnya berdampak pada mandeknya pembayaran gaji karyawan Indofarma saat ini.
“Sekarang ini dibatasi, enggak bisa lagi Bio Farma menggelontorkan uang kepada Indofarma, sehingga pembayaran gaji karyawan Indofarma terhambat. Kalau terus-terusan ditanggung Bio Farma, ya kasihan Bio Farma,” katanya.(*)