KABARBURSA.COM - Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 18 Tahun 2024 yang mengubah aturan kewajiban domestic market obligation (DMO) diperkirakan akan berdampak pada kenaikan harga di tingkat konsumen serta mengganggu stabilitas ketersediaan minyak goreng di pasaran.
Permendag 18/2024 ini menghapus kewajiban DMO untuk minyak curah dan mengalihkan sepenuhnya kepada MinyaKita, minyak goreng dalam kemasan. Langkah tersebut dipastikan membawa konsekuensi berupa peningkatan biaya produksi, yang pada akhirnya dibebankan kepada rakyat sebagai konsumen.
Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak, mengkritik kebijakan tersebut yang dianggap muncul pada saat yang tidak tepat. "Saat ini daya beli masyarakat sedang terpuruk, baik di kalangan kelas bawah maupun menengah bawah. Kebijakan ini justru menambah beban mereka," ujar Amin dalam keterangan tertulis, Jumat, 30 Agustus 2024.
Ia juga menyoroti kondisi banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai industri serta sulitnya mencari pekerjaan baru, yang semakin memperburuk situasi ekonomi masyarakat. "Mengapa pemerintah mengeluarkan kebijakan ini di saat daya beli masyarakat menurun. Jelas kondisi tersebut membebani rakyat kecil. Semestinya kondisi perekonomian rakyat harus menjadi pertimbangan juga, jangan hanya melihat dari sisi pengusaha sawit saja," ungkap Amin.
Jika kebijakan ini tidak segera disesuaikan, kata Amin, dampaknya akan semakin membebani masyarakat, terutama dengan ketimpangan antara pendapatan yang cenderung stagnan dan laju inflasi akibat kenaikan harga kebutuhan pokok yang terus meningkat. “Meskipun pemerintah sudah menetapkan harga eceran tertinggi (HET), faktanya harga riil di tingkat konsumen selalu lebih tinggi dari HET,” katanya.
Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini juga menjelaskan dasar perhitungan DMO saat ini yang didasarkan pada volume ekspor CPO dan turunannya membuat harga minyak goreng dalam negeri terpengaruh oleh harga internasional. Dengan nilai tukar rupiah yang terus melemah terhadap mata uang global seperti Dolar AS dan Euro, harga minyak goreng, termasuk MinyaKita, di pasar domestik akan terus meningkat.
Amin mendesak agar pemerintah tidak hanya memberikan kebijakan relaksasi bagi pengusaha, namun juga perlu mengeluarkan kebijakan yang bisa meringankan beban rakyat. "Pemerintah wajib menyiapkan langkah-langkah mitigasi terhadap dampak negatif dari Permendag 18/2024,” ujarnya.
Lebih lanjut, Amin menyarankan agar DMO minyak curah tidak dihapuskan sepenuhnya, melainkan tetap diberlakukan secara proporsional sesuai dengan kebutuhan rakyat. Selain itu, ia mengusulkan agar perhitungan DMO untuk setiap produsen tidak hanya berdasarkan volume ekspor, tetapi juga harus memperhitungkan jumlah produksi minyak sawit secara keseluruhan.
Menurut Amin, Permendag 18/2024 ini tampak lebih condong pada kepentingan produsen minyak sawit, karena pemerintah memberi mereka kebebasan dalam menentukan alokasi produksi antara pasar domestik dan ekspor. "Jika harga di pasar ekspor meningkat, demi mengejar keuntungan, tentu produsen minyak sawit akan lebih mementingkan pasar ekspor," jelasnya. Amin menegaskan bahwa kondisi ini akan sangat rawan bagi stabilitas pasokan dan harga minyak goreng di dalam negeri.
"Pemerintah mestinya bisa belajar dari krisis harga dan pasokan minyak goreng yang terjadi beberapa waktu lalu, yang sangat menyulitkan rakyat," tegasnya. Amin juga menyoroti bahwa kendali distribusi yang tidak berada di tangan pemerintah, melainkan di tangan swasta, membuat pemerintah tidak mampu mengontrol stabilitas pasokan dan harga minyak goreng. Ia mengingatkan kembali apa yang terjadi pada tahun 2022 lalu sebagai contoh nyata.
Amin menambahkan, pemerintah seharusnya juga mempertimbangkan konsumen dari kelompok usaha mikro dan kecil (UMKM), selain konsumen rumah tangga. "Kenaikan harga minyak goreng ini akan sangat memukul usaha mikro dan kecil yang saat ini sudah kembang kempis akibat daya beli masyarakat yang merosot," katanya.
DMO Minyak Goreng Kini Hanya Berbentuk MinyaKita
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan sebelumnya mengeluarkan Permendag Nomor 18 Tahun 2024 yang mengatur tata kelola minyak goreng rakyat, khususnya dalam bentuk kemasan.
Permendag ini mengubah skema DMO untuk minyak goreng rakyat yang sebelumnya tersedia dalam bentuk curah maupun kemasan, kini hanya menjadi MinyaKita atau minyak goreng kemasan. "Dengan adanya Permendag 18 Tahun 2024, diharapkan pasokan MinyaKita di masyarakat dapat meningkat," ujar Zulkifli dalam keterangan resmi di Jakarta, Jumat, 16 Agustus 2024, lalu.
Peraturan ini mulai berlaku sejak 14 Agustus 2024 dan diterbitkan sebagai strategi untuk meningkatkan pasokan MinyaKita guna menjaga stabilitas harga minyak goreng dan pengendalian inflasi. Zulkifli menegaskan MinyaKita bukan merupakan minyak goreng bersubsidi dari pemerintah, melainkan kontribusi dari pelaku usaha eksportir produk turunan kelapa sawit yang disalurkan ke pasar domestik melalui skema DMO. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan, peningkatan penyaluran DMO terbukti efektif dalam menjaga stabilitas harga minyak goreng.
Menurut dia, Permendag 18 Tahun 2024 ini adalah penyempurnaan dari regulasi sebelumnya, yaitu Permendag Nomor 49 Tahun 2022. "Selain perubahan pengaturan bentuk DMO menjadi hanya MinyaKita, ukuran kemasannya juga ditetapkan menjadi 500 mililiter, 1 liter, 2 liter, dan 5 liter," jelasnya.
Lebih lanjut, Zulkifli mendorong masyarakat untuk beralih menggunakan minyak goreng kemasan. "Minyak goreng kemasan lebih terjamin kualitas, kebersihan, keamanan, dan kehalalannya dibandingkan minyak goreng curah," tandasnya.(*)