KABARBURSA.COM – Skandal proyek fiktif senilai Rp431 miliar yang membelit PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk membuat geram parlemen. Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam menyebut kasus ini bukan semata hitung-hitungan kerugian negara, tapi tindakan kejahatan yang berlangsung terang-terangan oleh perusahaan pelat merah.
"Korupsi besar senilai Rp 431 miliar bukan cuma merugikan negara, tapi itu adalah perampokan yang dilakukan secara terang-terangan oleh anak usaha Telkom," ujar Mufti Anam di Kompleks Parlemen, Kamis, 3 Juli 2025.
Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus ini. Korupsi diduga terjadi sepanjang 2016 hingga 2018, melibatkan empat anak usaha Telkom—PT Infomedia, PT Telkominfra, PT Pins, dan PT Graha Sarana Duta—yang menunjuk vendor-vendor fiktif dalam pengadaan proyek bernilai jumbo.
Dalam rapat dengar pendapat bersama Direksi Telkom, Mufti tak ingin kasus ini berlalu begitu saja. Ia meminta Direktur Utama Telkom yang baru, Dian Siswarini, untuk menjadikan skandal ini sebagai prioritas dalam 100 hari kerjanya. Laporan kemajuan penanganan kasus pun diminta disertakan dalam agenda awal kepemimpinan.
"Dalam 100 hari pertama kinerja Dirut Telkom yang baru, Ibu Dian Siswarini, kami meminta penjelasan, siapa yang bertanggung jawab atas kasus ini? Kemudian konsekuensinya apa yang sudah dilakukan oleh Telkom untuk memberikan punishment kepada mereka," tegas Mufti.
Sementara itu, Telkom mengonfirmasi sedang memproses pemberhentian terhadap tiga pejabat yang ditetapkan sebagai tersangka, antara lain August Hoth P. M, Herman Maulana, dan Alam Hono. Ketiganya menjabat dalam posisi strategis di Telkom dan anak usahanya selama periode proyek berlangsung.
Mufti mendesak agar audit internal dilakukan secara menyeluruh, termasuk untuk mengantisipasi potensi tindak korupsi lainnya dalam ekosistem Telkom Grup. Ia juga menyoroti pentingnya pemetaan profil pejabat perusahaan untuk mencegah kasus serupa.
"Termasuk Direksi Telkom agar memitigasi profil orang-orang yang bekerja di lembaga ini," katanya.
Tak hanya itu, Mufti juga menyoroti kasus lain yang tengah diselidiki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pengadaan server dan storage oleh anak usaha Telkom, PT Sigma Cipta Caraka (Telkomsigma), yang melibatkan PT Prakarsa Nusa Bakti (PNB).
Dalam perkara itu, KPK menahan tiga tersangka. Mereka berinisial RPLG, AJ, dan IM, terkait pengadaan fiktif senilai Rp266,3 miliar. Modus operandi dalam kasus ini mencakup pembuatan dokumen kontrak backdated dan aliran dana fiktif dari Telkomsigma ke pihak swasta.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencatat kerugian negara akibat skandal proyek fiktif di lingkungan anak usaha Telkom mencapai lebih dari Rp280 miliar. Menyikapi temuan tersebut, Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam menilai pembenahan menyeluruh di tubuh Telkom tak bisa ditunda. Ia mengingatkan bahwa beban itu kini ada di pundak Direktur Utama baru Telkom, Dian Siswarini.
Mufti mengungkapkan saat ini tengah berlangsung penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diduga turut menyeret pejabat Telkom dari jabatan sebelumnya di lingkungan direksi BUMN. Ia menganggap temuan itu menambah daftar pekerjaan rumah yang harus dibereskan.
Kendati begitu, Mufti menyatakan masih menaruh harapan besar pada kepemimpinan Dian yang dinilainya punya rekam jejak profesional dan bersih. Namun ia menggarisbawahi bahwa reputasi individu saja tidak cukup. Jika lingkungan sekitar pimpinan perusahaan justru berisi orang-orang dengan niat menyelewengkan uang negara, maka pembenahan tak akan pernah terjadi.
Ia menegaskan Komisi VI DPR akan terus mengawal Telkom dan seluruh BUMN agar tak menjadi ladang subur bagi praktik penyimpangan yang merugikan negara dan publik. Menurutnya, pengawasan ketat adalah kunci untuk memastikan transformasi korporasi tidak hanya kosmetik, tapi betul-betul menyentuh akar persoalan.
"Maka kami meminta komitmen dari Dirut Telkom yang baru untuk melakukan pembenahan sehingga tidak lagi terjadi kasus-kasus korupsi seperti ini yang sangat-sangat merugikan negara dan uang rakyat," kata Mufti.(*)