KABARBURSA.COM – Bank Indonesia (BI) resmi menurunkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate atau BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,50 persen.
Langkah ini diambil sebagai respons atas proyeksi inflasi yang rendah dan terkendali serta untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di tengah dinamika ekonomi global dan domestik.
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, dalam konferensi pers usai Rapat Dewan Gubernur (RDG), menyampaikan bahwa penurunan suku bunga ini konsisten dengan target inflasi di kisaran 2,5 persen plus minus 1 persen dan bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah sesuai fundamentalnya.
"Berdasarkan asesmen dan prospek tersebut, Dewan Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 20 dan 21 Mei 2025 memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,50 persen. Demikian juga suku bunga deposit fasilite turun sebesar 25 basis poin menjadi 4,75 persen dan suku bunga lending fasilite turun sebesar 25 basis poin menjadi 6,25 persen," kata Perry dalam siaran langsung konferensi pers hasil RDG bulanan yang digelar hari ini Rabu, 21 Mei 2025 siaran langsung YouTube Bank Indonesia.
Operasi moneter pro-market juga terus dioptimalkan guna mendukung efektivitas transmisi kebijakan moneter melalui kecukupan likuiditas di pasar uang.
Gubernur BI itu memaparkan sejumlah data pemerkuat yakni hingga 19 Mei 2025, posisi Instrumen Sertifikat Bank Indonesia Reverse Repo (SRBI) tercatat sebesar Rp869,67 triliun, turun dari Rp923,53 triliun pada awal Januari 2025, yang menandakan upaya ekspansi likuiditas kebijakan moneter yang berjalan dengan baik.
Selain itu, instrumen Surat Berharga Bank Indonesia (SVBI) dan Surat Utang Berharga Bank Indonesia (SUVBI) masing-masing tercatat Rp1,97 miliar dan Rp306 juta per 19 Mei 2025.
“Implementasi dealer utama dan primary dealer yang dimulai Mei 2024 semakin meningkatkan transaksi SRBI di pasar sekunder dan repurchase agreement antar pelaku pasar, sehingga memperkuat likuiditas pasar uang dan pasar valuta asing,” ujarnya.
Dukungan kebijakan moneter juga terlihat dari pembelian Surat Berharga Negara (SBN) oleh BI sebesar Rp96,41 triliun hingga 20 Mei 2025.
Dari jumlah tersebut, Rp64,99 triliun berasal dari pasar sekunder dan Rp31,42 triliun dari pasar primer, termasuk surat berharga syariah. Hal ini menunjukkan sinergi yang erat antara kebijakan moneter dan fiskal pemerintah untuk menjaga stabilitas keuangan.
Dalam hal kredit perbankan, hingga April 2025 tercatat pertumbuhan sebesar 8,88 persen secara year-on-year (yoy), sedikit menurun dibandingkan 9,16 persen pada Maret 2025.
Dari sisi penawaran, bank masih menunjukkan minat penyaluran kredit yang baik, khususnya pada sektor pertanian, listrik, gas, air, dan jasa sosial. Namun, pertumbuhan dana pihak ketiga melambat dari 5,51 persen pada Januari 2025 menjadi 4,55 persen pada April 2025, sehingga persaingan antarbank dalam pendanaan semakin ketat.
Kredit konsumsi tumbuh 8,97 persen, kredit investasi 15,86 persen, dan kredit modal kerja 4,62 persen secara yoy. Pembiayaan syariah juga meningkat sebesar 8,85 persen, sementara kredit untuk UMKM tumbuh 2,60 persen.
“Kami memperkirakan pertumbuhan kredit perbankan sepanjang 2025 akan berada di kisaran 8 hingga 11 persen, dengan dukungan kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk mendorong penyaluran kredit lebih luas,” ujar dia.
Likuiditas perbankan tetap memadai dengan rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga stabil di angka 25,23 persen pada April 2025. Selain itu, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) pada Maret 2025 tercatat tinggi sebesar 25,38 persen, yang menunjukkan permodalan bank yang kuat. Risiko kredit juga tetap terkendali dengan Non-Performing Loan (NPL) bruto sebesar 2,17 persen dan NPL neto sebesar 0,80 persen.
Kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digital terus bertumbuh positif. Volume transaksi melalui aplikasi mobile dan internet banking pada April 2025 mencapai 3,79 miliar transaksi, tumbuh 31,50 persen secara yoy.
Transaksi QRIS Naik
Volume transaksi aplikasi mobile naik 33,14 persen, sementara internet banking tumbuh 8,65 persen. Transaksi pembayaran digital melalui QRIS QR Indonesia Standard juga meningkat signifikan sebesar 154,86 persen, didukung oleh perluasan jumlah pengguna dan merchant.
“Bank Indonesia akan terus memperkuat infrastruktur sistem pembayaran yang aman, andal, dan lancar serta mendorong ekspansi ekosistem ekonomi keuangan digital di seluruh Indonesia, termasuk daerah terdepan, terluar, dan terpencil,” kata dia.
Selain itu, BI mengumumkan sejumlah kebijakan strategis, antara lain penguatan strategi stabilisasi nilai tukar rupiah melalui intervensi transaksi non-delivery forward (NTF) dan pembelian surat berharga negara di pasar sekunder untuk menjaga likuiditas pasar.
Optimalisasi operasi moneter pro-market juga ditingkatkan untuk memperkuat efektivitas penurunan suku bunga, mendukung likuiditas pasar uang dan pasar valuta asing, serta mendorong masuknya modal asing.
Kebijakan lainnya adalah peningkatan rasio pendanaan luar negeri (RPLN) maksimum dari 30 persen menjadi 35 persen dari modal bank, yang berlaku efektif mulai 1 Juni 2025.
Penurunan rasio penyangga likuiditas makroprudensial (PLM) sebesar 100 basis poin untuk bank umum konvensional dan bank syariah juga mulai diterapkan pada periode yang sama untuk memberikan fleksibilitas pengelolaan likuiditas oleh perbankan.
Penguatan publikasi asesmen transparansi suku bunga dasar kredit (SPDK) dan percepatan implementasi QRIS antar negara juga menjadi bagian dari agenda BI, termasuk kerja sama sistem pembayaran digital antara Indonesia, Jepang, dan China,
Dengan langkah-langkah ini, BI optimistis mampu menjaga stabilitas moneter, nilai tukar rupiah, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat dan berkelanjutan. (*)