Logo
>

Ekonom Soroti Kekhawatiran Masyarakat soal Danantara

Diperlukan regulasi yang jelas agar keberadaan Danantara benar-benar membawa manfaat bagi ekonomi tanpa menimbulkan ketidakpastian di pasar keuangan

Ditulis oleh Desty Luthfiani
Ekonom Soroti Kekhawatiran Masyarakat soal Danantara
Gedung Danantara. (Foto: Dok. Danantara)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Pemerintah baru saja meluncurkan holding badan usaha milik negara (BUMN) Daya Anagata Nusantara atau Danantara pada 24 Februari 2025.

    Pembentukan Danantara didukung oleh revisi Undang-Undang BUMN yang memberi payung hukum bagi operasionalnya. Namun, muncul berbagai catatan dan kekhawatiran dari para ekonom terkait efektivitas dan potensi risiko lembaga ini.

    Salah satunya, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai bahwa keberadaan Danantara bisa menjadi game changer dalam investasi BUMN yang selama ini dinilai belum optimal.

    "Porsi investasi BUMN masih rendah dibanding kebutuhan riil untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi enam persen per tahun," kata Nailul kepada Kabarbursa.com dikutip Kamis, 27 Februari 2025.

    Dengan adanya Danantara, diharapkan investasi BUMN bisa lebih masif dan berkualitas, sehingga berkontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi.

    Terutama pembentukan Danantara, yaitu membuat BUMN lebih mandiri dari kepentingan birokrasi, bisa terganjal oleh wewenang Kementerian BUMN yang tetap besar. "Di satu sisi, Danantara dirancang agar BUMN lebih otonom, tetapi di sisi lain, Kementerian BUMN masih memegang saham seri A, yang berarti pengangkatan direksi dan komisaris tetap berada di bawah kewenangan pemerintah. Ini berpotensi menimbulkan konflik kepemimpinan atau dual leadership di tubuh BUMN," tutur dia.

    Selain itu, Nailul menggarisbawahi adanya potensi politisasi dalam pengisian jabatan strategis di Danantara. Pernyataan presiden yang membuka peluang bagi mantan presiden menduduki posisi Dewan Pengawas Danantara bisa menimbulkan spekulasi tentang pengisian jabatan berdasarkan kepentingan politik, bukan kelayakan investasi. Ini bisa berdampak pada kualitas keputusan investasi ke depan.

    Terkait sumber pendanaan Danantara, Nailul menyoroti penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang berisiko menimbulkan kontroversi. "Ada kekhawatiran bahwa uang pajak masyarakat digunakan untuk investasi yang tidak diawasi secara ketat. Jika Danantara memiliki imunitas dari pemeriksaan langsung oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) atau KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), maka transparansi dan akuntabilitas menjadi pertanyaan besar," ujarnya.  

    Ketakutan paling utamanya adalah imunitas Danantara yang tidak bisa diperiksa secara langsung oleh BPK maupun KPK. Padahal setiap uang negara yang disuntik kepada kementerian dan lembaga (K/L) harus diperiksa oleh BPK dan KPK.

    Lebih lanjut, Nailul juga menyoroti dampak Danantara terhadap stabilitas sistem keuangan nasional, khususnya perbankan BUMN atau Himbara. Terjadi kekhawatiran juga adanya investasi gagal yang dapat merugikan nasabah Bank Himbara yang masuk ke Danantara. 

    "Belum ada kejelasan apakah Dana Pihak Ketiga (DPK) nasabah di bank-bank pelat merah akan masuk dalam aset yang dikelola Danantara. Jika benar, ini bisa menimbulkan kepanikan di kalangan nasabah, bahkan berpotensi memicu rush money di bank-bank Himbara," katanya.  

    Sejauh ini, Nailul menilai pemerintah belum memberikan pernyataan resmi terkait mekanisme operasional Danantara secara rinci, termasuk jaminan bahwa investasi yang dilakukan tidak membahayakan dana masyarakat di sektor perbankan. Nailul menegaskan bahwa sebelum implementasi, diperlukan regulasi yang jelas agar keberadaan Danantara benar-benar membawa manfaat bagi ekonomi tanpa menimbulkan ketidakpastian di pasar keuangan.

    Sebanyak tujuh perusahaan yang digadang-gadang bakal menjadi bagian Danantara yakni PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT PLN (Persero), PT Pertamina (Persero), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk, dan PT Mineral Industri Indonesia (Persero) atau MIND ID.

    Pengelolaan Danantara ang diluncurkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo diproyeksikan mengelola profit tujuh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk diinvestasikan kembali serta membiayai proyek-proyek strategis.

    Rosan Roeslani Jadi Bos Danantara

    Menteri Investasi sekaligus CEO Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, Rosan Roeslani, menegaskan bahwa dirinya akan menjalankan kedua peran tersebut secara simultan.

    Tidak ada masalah, kita jalankan beriringan,” ujar Rosan dalam pernyataan pers di Jakarta, Senin 24 Februari 2025.

    Menurutnya, tugas sebagai Menteri Investasi dan Hilirisasi sejalan dengan mandat Danantara, yang memiliki fokus utama di sektor investasi. Keselarasan ini diyakini akan menciptakan sinergi strategis dalam mendorong arus investasi ke Indonesia.

    Lebih lanjut, Rosan menekankan bahwa dengan memegang dua posisi sekaligus, ia tidak hanya dapat mengawal regulasi dan perizinan investasi, tetapi juga mengakselerasi eksekusinya melalui pengelolaan dana yang dikendalikan oleh Danantara.

    Ia juga mencontohkan praktik serupa yang diterapkan di beberapa negara, seperti Uni Emirat Arab (UEA), di mana Menteri Investasi kerap merangkap jabatan sebagai pengelola dana kekayaan negara (Sovereign Wealth Fund).

    Ini merupakan terobosan baru yang akan memperkuat ekosistem investasi nasional,” tutup Rosan.

    Susunan Pengurus Danantara

    Sebagai nakhoda utama, Presiden Prabowo Subianto menunjuk Rosan Roeslani untuk menjabat Kepala Danantara. Nama Rosan bukanlah pemain baru di ranah investasi—sebelumnya ia pernah menjabat sebagai Wakil Menteri BUMN dan memiliki rekam jejak panjang di dunia bisnis serta diplomasi. Per hari ini, ia juga masih menjabat sebagai Menteri Investasi.

    Untuk memastikan tata kelola berjalan dengan baik, posisi Ketua Dewan Pengawas dipercayakan kepada Erick Thohir, Menteri BUMN saat ini. Sementara itu, Muliaman Hadad—sosok yang dikenal sebagai mantan Ketua OJK juga kepala Danantara sebelumnya—didapuk sebagai Wakil Ketua Dewan Pengawas.

    Danantara memiliki dua pilar utama dalam operasionalnya, yakni Holding Investasi yang dikepalai oleh Pandu Sjahrir—Keponakan Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut Binsar Pandjaitan. Kemudian Holding Operasional yang dipimpin oleh Donny Oskaria yang saat ini juga menjabat sebagai Wakil Menteri BUMN. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Desty Luthfiani

    Desty Luthfiani seorang jurnalis muda yang bergabung dengan KabarBursa.com sejak Desember 2024 lalu. Perempuan yang akrab dengan sapaan Desty ini sudah berkecimpung di dunia jurnalistik cukup lama. Dimulai sejak mengenyam pendidikan di salah satu Universitas negeri di Surakarta dengan fokus komunikasi jurnalistik. Perempuan asal Jawa Tengah dulu juga aktif dalam kegiatan organisasi teater kampus, radio kampus dan pers mahasiswa jurusan. Selain itu dia juga sempat mendirikan komunitas peduli budaya dengan konten-konten kebudayaan bernama "Mata Budaya". 

    Karir jurnalisnya dimulai saat Desty menjalani magang pendidikan di Times Indonesia biro Yogyakarta pada 2019-2020. Kemudian dilanjutkan magang pendidikan lagi di media lokal Solopos pada 2020. Dilanjutkan bekerja di beberapa media maenstream yang terverifikasi dewan pers.

    Ia pernah ditempatkan di desk hukum kriminal, ekonomi dan nasional politik. Sekarang fokus penulisan di KabarBursa.com mengulas informasi seputar ekonomi dan pasar modal.

    Motivasi yang diilhami Desty yakni "do anything what i want artinya melakukan segala sesuatu yang disuka. Melakukan segala sesuatu semaksimal mungkin, berpegang teguh pada kebenaran dan menjadi bermanfaat untuk Republik".