Logo
>

Ekonom Dorong Generasi Muda Berani Investasi Langsung, ini Maksudnya

Ditulis oleh Dian Finka
Ekonom Dorong Generasi Muda Berani Investasi Langsung, ini Maksudnya

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Ekonom senior sekaligus founder CORE Indonesia, Hendri Saparini, mendorong generasi muda untuk lebih berani melakukan investasi langsung sebagai alternatif cerdas dalam membangun masa depan finansial. Menurutnya, diversifikasi adalah kunci penting dalam strategi investasi.

    "Jangan hanya mengandalkan investasi di sektor keuangan seperti saham atau deposito. Anak muda perlu mencoba berinvestasi langsung, terutama dalam sektor-sektor yang memiliki potensi ekspor atau menciptakan nilai tambah industri," ujar Hendri dalam CORE Economic Outlook 2025 and Beyond, di Taman Ismail Marzuki, Jakarta Pusat, Sabtu, 23 November 2024.

    Hendri menegaskan pentingnya memiliki keberanian dan kreativitas dalam mengajukan proposal usaha. Menurutnya, investor akan tertarik jika ada konsep yang jelas, rekam jejak yang dapat dipercaya, serta prospek keuntungan yang menarik.

    "Kalau proposalnya bagus dan Anda punya rekam jejak yang meyakinkan, pendanaan bisa datang dari mana saja—baik melalui fintech, investor swasta, atau kolaborasi dengan pihak lain," tambahnya.

    Ia mencontohkan keberhasilan anak-anak muda di Kalimantan Selatan yang membangun fasilitas pengolahan kelapa sawit melalui kolaborasi dengan investor asing.

    "Awalnya, investor asing memegang 70 persen kepemilikan. Namun, setelah proyek berjalan, komposisinya berubah menjadi 30 persen untuk investor dan 70 persen untuk kelompok petani lokal," ungkapnya.

    Hendri juga mengingatkan pentingnya diversifikasi dalam investasi. Ia mencontohkan peluang di sektor agribisnis, seperti produksi cabai yang tidak hanya dijual segar, tetapi juga diolah menjadi pasta atau produk lain yang memiliki nilai tambah.

    "Indonesia harus mulai membangun industrialisasi yang menciptakan pasar baru. Produk seperti pasta cabai atau olahan khusus untuk makanan seperti rendang bisa menjadi peluang besar," jelasnya.

    Menurut Hendri, pemerintah memiliki peran penting dalam mendukung diversifikasi investasi melalui kebijakan yang mendukung industrialisasi di daerah.

    "Pemerintah harus membuka peluang dan memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam proses industrialisasi, terutama bagi generasi muda," tambahnya.

    Sinergi BUMN dan Swasta

    Hendri juga menyoroti pentingnya sinergi antara BUMN, swasta, dan UMKM untuk mendorong kegiatan ekonomi yang lebih inklusif.

    "Kolaborasi ini penting untuk memastikan regulasi yang mendukung dan menciptakan ekosistem bisnis yang sehat," ujarnya.

    Sebagai contoh, Hendri menyebutkan potensi kerugian besar akibat kurangnya kesesuaian regulasi di sektor tambang di salah satu provinsi yang mencapai Rp400 miliar.

    "Kalau regulasi lebih jelas, semua pihak bisa mendapat manfaat BUMN, swasta, dan pemerintah," katanya.

    Hendri mengakhiri dengan optimisme untuk generasi muda. Ia menekankan bahwa energi, ide, dan keyakinan adalah modal utama untuk sukses.

    "Yang penting itu yakin. Jangan mudah menyerah. Ada banyak peluang untuk menciptakan pasar baru dan mendiversifikasi investasi. Dengan strategi yang tepat, generasi muda bisa menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi," tutupnya.

    Tantangan Investasi Tahun 2025

    Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, memprediksi bahwa Indonesia akan menghadapi tantangan berat dalam mendorong percepatan investasi pada 2025. Tantangan ini terutama disebabkan oleh penurunan signifikan anggaran belanja modal pemerintah, dari Rp338,9 triliun pada 2024 menjadi Rp190,6 triliun pada tahun depan dengan penurunan sebesar 43,8 persen.

    “Pemangkasan anggaran ini berdampak pada sejumlah proyek strategis, termasuk pembangunan infrastruktur jalan tol, jembatan, bendungan, serta proyek Ibu Kota Negara (IKN),” ungkap Faisal.

    Meski demikian, Faisal optimistis bahwa percepatan eksekusi proyek investasi pemerintah, seperti program pembangunan tiga juta rumah per tahun, dapat menjadi pendorong investasi domestik. Namun, ia mencatat bahwa daya beli masyarakat yang masih lemah kemungkinan menjadi kendala utama dalam pelaksanaan program tersebut.

    Hilirisasi tetap menjadi motor utama pertumbuhan investasi, terutama pada sektor komoditas strategis seperti bauksit, tembaga, nikel, dan timah. “Investasi di industri logam dasar, terutama pembangunan smelter, menunjukkan tren pertumbuhan yang positif,” ujar Faisal.

    Ia menambahkan bahwa sektor pertambangan dan industri logam dasar diproyeksikan terus mendominasi investasi di sektor primer dan sekunder pada 2025.

    Selain itu, hilirisasi pada sektor pertanian, seperti kelapa sawit dan karet, juga terus didorong untuk meningkatkan nilai tambah produk ekspor.

    Di samping itu pula, sektor farmasi diprediksi mengalami pertumbuhan signifikan, didorong oleh meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kesehatan pascapandemi. Program pembangunan satu juta rumah dan pengembangan 44 kawasan industri dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) juga menjadi elemen penting yang menjaga stabilitas investasi di sektor properti dan kawasan industri.

    Transformasi teknologi dan digitalisasi disebut Faisal sebagai kekuatan baru yang mendorong sektor transportasi dan telekomunikasi. Dalam laporan e-Conomy SEA 2024 oleh Google, Temasek, dan Bain & Company, ekonomi digital Indonesia tercatat tumbuh dari USD80 miliar pada 2023 menjadi USD90 miliar pada 2024, dengan potensi mencapai USD360 miliar pada 2030.

    “Transformasi digital kini menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia, menciptakan peluang besar bagi sektor transportasi, telekomunikasi, hingga e-commerce,” tambahnya.

    Namun, Faisal juga menekankan perlunya reformasi struktural untuk memperkuat daya saing investasi Indonesia. Ia mencatat bahwa Incremental Capital Output Ratio (ICOR) Indonesia yang mencapai 6,3 masih jauh lebih tinggi dibandingkan Malaysia (2,5) dan Filipina (3,3).

    “Struktur investasi Indonesia terlalu terfokus pada bangunan (72 persen), sedangkan investasi pada mesin dan peralatan hanya 20 persen. Ini berbeda dengan Malaysia yang lebih seimbang, dengan 50 persen bangunan dan 42 persen mesin,” jelasnya.

    Faisal menyoroti pentingnya mendorong investasi di sektor manufaktur untuk mengatasi tantangan deindustrialisasi. Selain itu, ia menegaskan bahwa langkah-langkah seperti pemberantasan korupsi, efisiensi birokrasi, peningkatan kualitas tenaga kerja, dan investasi pada penelitian dan pengembangan (R&D) sangat diperlukan untuk meningkatkan produktivitas.

    “Reformasi struktural adalah jalan utama untuk meningkatkan kontribusi investasi terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia,” pungkas Faisal. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Dian Finka

    Bergabung di Kabar Bursa sejak 2024, sering menulis pemberitaan mengenai isu-isu ekonomi.