Logo
>

Ekonom Sarankan Pemerintah Dua Hal ini buat Whoosh: Tak Sekadar Perpanjang Tenor!

Pembengkakan biaya dan dominasi pinjaman dari CDB menjadi kombinasi yang berisiko tinggi

Ditulis oleh Desty Luthfiani
Ekonom Sarankan Pemerintah Dua Hal ini buat Whoosh: Tak Sekadar Perpanjang Tenor!
Ilustrasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Foto: Dok KabarBursa.com

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM — Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung atau Whoosh saat ini tengah disorot setelah pembahasan tersebut dibuka restrukturisasi pinjamannya. Nilai proyek yang membengkak hingga sekitar USD7,3 miliar atau setara Rp113 triliun menimbulkan kekhawatiran baru soal risiko fiskal jangka panjang jika tidak dikelola dengan hati-hati. Bahkan muncul desakan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidikinya.

    Ekonom dan pakar kebijakan publik UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, menilai pemerintah perlu meninjau ulang pendekatan negosiasi yang kini cenderung fokus pada perpanjangan tenor pinjaman hingga 60 tahun. Ia menilai langkah itu hanya menunda masalah tanpa memperbaiki akar persoalan struktur pembiayaan.

    “Perpanjangan tenor tidak menyelesaikan beban. Yang perlu dinegosiasikan adalah bunga pinjaman dan skema pembayaran yang mengikuti kinerja proyek,” ujarnya, Rabu, 5 Oktober 2025.

    Menurutnya, pembengkakan biaya dan dominasi pinjaman dari CDB menjadi kombinasi yang berisiko tinggi. Sekitar 75 persen pembiayaan proyek berasal dari utang luar negeri, sementara proyeksi pendapatan belum terbukti mampu menutup kewajiban jangka panjang. “Kalau arus kas proyek tidak sesuai target, BUMN yang menanggungnya, dan ujungnya bisa membebani APBN,” kata Achmad.

    Ia menilai, kebijakan baru hanya akan realistis bila didukung proyeksi pendapatan yang kredibel dan diversifikasi sumber pemasukan di luar tiket, seperti pengembangan kawasan komersial dan transit-oriented development (TOD) di sekitar stasiun.

    “Pemerintah seharusnya fokus memperkuat sisi pendapatan dan mengurangi ketergantungan dari APBN. Pendekatan non-tiket harus jadi sumber utama yang menopang proyek,” sarannya.

    Achmad juga mengingatkan bahwa perpanjangan tenor hingga 60 tahun memang bisa merenggangkan arus kas jangka pendek, namun berisiko menambah bunga dan ketidakpastian fiskal jangka panjang. Ia menyarankan skema pembayaran berbasis pendapatan atau revenue-linked repayment, di mana cicilan mengikuti kinerja keuangan proyek.

    Selain itu, konversi sebagian utang menjadi ekuitas dinilai bisa menyamakan insentif antara kreditor dan operator. Ia juga menilai pemerintah perlu mempertimbangkan swap kurs dan bunga untuk mengurangi risiko volatilitas nilai tukar, serta menetapkan masa tenggang berbasis capaian operasional, bukan waktu tetap.

    “Negosiasi ulang harus berbasis kinerja, bukan sekadar permintaan keringanan. Kalau proyek ini mau berkelanjutan, risiko dan imbalannya harus dibagi lebih adil,” tegas Achmad.

    Ia juga menekankan pentingnya audit independen terhadap seluruh struktur biaya dan proyeksi keuangan proyek Whoosh, agar publik mengetahui kondisi riil pembiayaan dan risiko yang ditanggung negara.

    Menurut data KCIC, hingga Oktober 2025 jumlah penumpang kumulatif Whoosh telah mencapai 5,1 juta dengan rekor harian di atas 26 ribu penumpang. Achmad menilai capaian ini harus menjadi dasar memperkuat model bisnis proyek, bukan sekadar angka kebanggaan.

    “Data penumpang yang terus tumbuh bisa dimanfaatkan untuk menambah pemasukan komersial, bukan hanya bergantung pada tiket. Ini yang seharusnya menjadi arah strategi ke depan,” ujarnya.

    Achmad menegaskan, proyek Whoosh masih bisa menjadi simbol kemajuan transportasi nasional jika pemerintah mampu menata ulang pembiayaan dengan transparan dan disiplin fiskal yang kuat. “Proyek ini bisa jadi pelajaran penting, bahwa kecepatan bukan satu-satunya ukuran keberhasilan. Kedisiplinan fiskal dan kemampuan negosiasi justru yang akan menentukan masa depannya,” ujar dia.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Desty Luthfiani

    Desty Luthfiani seorang jurnalis muda yang bergabung dengan KabarBursa.com sejak Desember 2024 lalu. Perempuan yang akrab dengan sapaan Desty ini sudah berkecimpung di dunia jurnalistik cukup lama. Dimulai sejak mengenyam pendidikan di salah satu Universitas negeri di Surakarta dengan fokus komunikasi jurnalistik. Perempuan asal Jawa Tengah dulu juga aktif dalam kegiatan organisasi teater kampus, radio kampus dan pers mahasiswa jurusan. Selain itu dia juga sempat mendirikan komunitas peduli budaya dengan konten-konten kebudayaan bernama "Mata Budaya". 

    Karir jurnalisnya dimulai saat Desty menjalani magang pendidikan di Times Indonesia biro Yogyakarta pada 2019-2020. Kemudian dilanjutkan magang pendidikan lagi di media lokal Solopos pada 2020. Dilanjutkan bekerja di beberapa media maenstream yang terverifikasi dewan pers.

    Ia pernah ditempatkan di desk hukum kriminal, ekonomi dan nasional politik. Sekarang fokus penulisan di KabarBursa.com mengulas informasi seputar ekonomi dan pasar modal.

    Motivasi yang diilhami Desty yakni "do anything what i want artinya melakukan segala sesuatu yang disuka. Melakukan segala sesuatu semaksimal mungkin, berpegang teguh pada kebenaran dan menjadi bermanfaat untuk Republik".