Logo
>

Ekspor Sawit RI ke AS Terancam Terpangkas akibat Tarif 32 Persen

Tarif 32 persen dari AS bisa memangkas ekspor sawit Indonesia hingga 20 persen. GAPKI khawatir kalah bersaing dengan produk dari Malaysia.

Ditulis oleh Moh. Alpin Pulungan
Ekspor Sawit RI ke AS Terancam Terpangkas akibat Tarif 32 Persen
Kebun sawit milik PT Salim Ivomas Pratama (SIMP) di Indonesia, salah satu pemasok utama produk minyak sawit ke pasar ekspor global. Industri sawit berisiko kehilangan pasar utama jika tarif impor Amerika Serikat sebesar 32 persen benar-benar diterapkan. Foto: IG @salimivomaspratama.

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Ancaman tarif 32 persen yang dilayangkan pemerintahan Donald Trump terhadap produk asal Indonesia bisa berdampak langsung pada industri sawit. Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Hadi Sugeng, mengatakan ekspor sawit ke Amerika Serikat sangat mungkin mengalami penurunan tajam jika kebijakan itu benar-benar diterapkan mulai Agustus 2025.

    Menurut Hadi, produk sawit termasuk dalam jajaran ekspor utama Indonesia ke pasar AS. Dalam tiga tahun terakhir, rerata volume pengiriman sawit ke Negeri Abang Sam mencapai 2,25 juta ton per tahun. Namun, jika bea masuk sebesar 32 persen diberlakukan, volume tersebut bisa susut antara 15 hingga 20 persen.

    “Daya saing sawit kita akan merosot jika dibandingkan dengan minyak nabati lain seperti minyak kedelai atau minyak kanola, terutama jika negara-negara pengekspor produk tersebut mendapat tarif lebih rendah,” kata Hadi, dikutip dari Reuters, Selasa, 7 Juli 2025.

    Sepanjang 2024, total ekspor produk sawit Indonesia tercatat sebanyak 29,5 juta ton. Amerika Serikat menjadi salah satu pasar penting dengan Indonesia menguasai sekitar 85 persen dari total impor sawit AS. Jika tarif tinggi hanya dikenakan pada Indonesia, produk sawit dari Malaysia berpeluang besar menggantikan dominasi RI karena beban tarif yang lebih ringan.

    Pemerintah Indonesia tak tinggal diam menyikapi ancaman tarif tinggi dari Amerika Serikat. Setelah mendampingi Presiden Prabowo Subianto dalam kunjungan kenegaraan ke Brasil, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto langsung bertolak ke Washington D.C., Amerika Serikat.

    Juru bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Haryo Limanseto, mengatakan bahwa Airlangga dijadwalkan tiba di Washington pada Selasa, 8 Juli 2025, untuk bertemu langsung dengan otoritas perdagangan Negeri Paman Sam. Pertemuan tersebut akan difokuskan pada respons Indonesia terhadap kebijakan tarif baru yang diumumkan pemerintahan Donald Trump.

    Menurut Haryo, Indonesia melihat masih terbuka ruang diplomasi yang bisa dimanfaatkan guna melindungi kepentingan nasional dan industri strategis. “Pemerintah Indonesia akan mengoptimalkan kesempatan yang tersedia demi menjaga kepentingan nasional ke depan,” ujarnya melalui keterangan tertulis, di hari yang sama.

    Sebelumnya Trump memasukkan Indonesia ke dalam daftar negara yang diultimatum soal tarif dagang. Dalam surat tertanggal 7 Juli 2025 yang dialamatkan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto, Trump menegaskan mulai 1 Agustus 2025 seluruh produk Indonesia yang mendarat di pasar Amerika akan dikenai tarif tunggal sebesar 32 persen.

    “Mulai 1 Agustus 2025, kami akan mengenakan tarif sebesar 32 persen terhadap semua produk Indonesia yang dikirim ke Amerika Serikat, terpisah dari seluruh tarif sektoral yang telah berlaku,” tulis Trump pada paragraf kedua surat sepanjang dua halaman itu.

    Tarif ini bersifat menyeluruh—meliputi tekstil, alas kaki, makanan olahan, furnitur, hingga produk karet—dan dikenakan di luar tarif sektoral yang sudah berlaku. Trump menegaskan bea masuk tersebut masih “jauh lebih kecil” dari defisit perdagangan yang dituding disebabkan kebijakan tarif dan non-tarif Indonesia.

    Data dari United States Trade Representative mencatat nilai ekspor barang Indonesia ke Amerika Serikat sepanjang 2024 mencapai USD28,1 miliar, sementara impor dari AS ke Indonesia hanya sebesar USD10,2 miliar. Angka ini meninggalkan surplus perdagangan sekitar USD17,9 miliar di pihak Indonesia—selisih neraca dagang yang selama ini menjadi sorotan dalam berbagai agenda dagang bilateral. Surplus inilah yang oleh Trump dianggap “ancaman terhadap perekonomian dan keamanan nasional AS”.

    “Harap dipahami bahwa tarif-tarif ini diperlukan untuk mengoreksi bertahun-tahun kebijakan tarif dan non-tarif serta hambatan dagang Indonesia, yang telah menyebabkan defisit perdagangan terhadap Amerika Serikat yang tidak berkelanjutan,” tulis Trump.(*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Moh. Alpin Pulungan

    Asisten Redaktur KabarBursa.com. Jurnalis yang telah berkecimpung di dunia media sejak 2020. Pengalamannya mencakup peliputan isu-isu politik di DPR RI, dinamika hukum dan kriminal di Polda Metro Jaya, hingga kebijakan ekonomi di berbagai instansi pemerintah. Pernah bekerja di sejumlah media nasional dan turut terlibat dalam liputan khusus Ada TNI di Program Makan Bergizi Gratis Prabowo Subianto di Desk Ekonomi Majalah Tempo.

    Lulusan Sarjana Hukum Universitas Pamulang. Memiliki minat mendalam pada isu Energi Baru Terbarukan dan aktif dalam diskusi komunitas saham Mikirduit. Selain itu, ia juga merupakan alumni Jurnalisme Sastrawi Yayasan Pantau (2022).