KABARBURSA.COM - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengusulkan skema rent to own sebagai solusi untuk mempermudah masyarakat dalam memiliki hunian.
Dalam skema ini, rumah yang awalnya disewa selama jangka waktu tertentu akan dapat dimiliki oleh penyewa melalui proses cicilan.
“Kami coba dorong bersama BTN untuk mengembangkan konsep di mana menyewa bisa menjadi bagian dari cicilan, yang dikenal dengan skema rent to own,” kata Erick di Jakarta, Rabu, 17 Desember 2024.
Erick menekankan pentingnya dukungan dari Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) agar skema ini dapat segera terwujud. Menurutnya, skema tersebut akan lebih menarik minat masyarakat, khususnya bagi pekerja sektor informal yang sering terkendala dalam memperoleh pembiayaan perumahan.
“Skema rent to own ini harus kita dorong, sehingga uang sewa bisa dihitung sebagai cicilan. Dengan cara ini, pekerja informal pun memiliki kesempatan untuk memiliki rumah. Namun, kami di BUMN bukan kementerian yang membuat regulasi,” jelas Erick.
Sementara, Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN, Nixon LP Napitupulu menjelaskan bahwa usulan skema ini melibatkan mekanisme penyewaan selama dua hingga tiga tahun, sebelum akhirnya dilanjutkan dengan akad pembelian.
“Saat ini, kami sedang mendorong regulasi ini ke Kementerian PKP. Rencananya, setelah menyewa selama dua tahun, pada tahun ketiga, bisa langsung dilakukan akad beli," jelas Nixon.
Selain itu, Nixon menilai kombinasi antara subsidi selisih bunga (SSB) dan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) merupakan skema yang efektif untuk mendukung program perumahan melalui penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi.
Nixon menjelaskan bahwa kombinasi skema ini dapat memastikan likuiditas KPR subsidi tetap berjalan secara mandiri melalui mekanisme sekuritisasi aset, sehingga ketergantungan pada anggaran negara (APBN) dapat dikurangi.
“Makanya, kami usulkan adanya SSB, di mana dana berasal dari bank, sementara pemerintah hanya mensubsidi selisih bunganya. Bank dapat menjual portofolio KPR-nya melalui sekuritisasi, dan dana yang diperoleh bisa digunakan untuk KPR baru. Dengan cara ini, likuiditas tidak hanya bergantung pada APBN dan dana bisa berputar terus,” ujar Nixon dalam acara Dialog Solusi Pendanaan Program 3 Juta Rumah di Jakarta, Senin, 16 Desember 2024.
Nixon mengingatkan bahwa jika sepenuhnya mengandalkan skema FLPP, likuiditas perbankan akan terus bergantung pada APBN. Hal ini karena FLPP menggunakan dana negara dan menawarkan bunga rendah, yaitu 5 persen, yang dapat menghambat proses sekuritisasi.
“Oleh karena itu, kami menyarankan agar skema FLPP ini dikombinasikan dengan SSB, seperti halnya pola yang diterapkan pada Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kombinasi ini akan mendukung keberlanjutan penyaluran KPR dan mengurangi beban pemerintah,” jelas Nixon.
Meskipun demikian, ia menegaskan bahwa keputusan akhir tetap berada di tangan pemerintah.
“Jika memungkinkan, kami berharap mekanisme FLPP tetap dipertimbangkan, namun sebagian bisa menggunakan pola SSB, seperti pada KUR. Skema KUR, yang serupa dengan SSB, bisa meningkatkan besaran penyaluran. Saya berharap hal yang sama bisa diterapkan pada KPR subsidi,” kata Nixon.
Program 3 Juta Rumah tidak Gratisan
Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menegaskan bahwa lahan milik negara yang akan digunakan untuk Program 3 Juta Rumah didapat tidak dengan cuma-cuma alias tidak gratis.
Kata Nusron, agar dapat menggunakan lahan tersebut, harus melalui mekanisme yang menguntungkan negara, bukan diberikan tanpa syarat.
“Tanah negara itu tidak gratis. Tidak ada makan siang gratis. Tanah tersebut akan kami serahkan Hak Pengelolaan Lahan (HPL)-nya ke bank. Skema selanjutnya akan diatur agar negara tidak dirugikan, sementara rakyat tetap mendapatkan akses dengan harga terjangkau,” ujar Nusron usai menghadiri acara Dialog Program 3 Juta Rumah Bersama BP Tapera di Jakarta, Senin, 16 Desember 2024.
Nusron mengungkapkan, saat ada sekitar 79.000 hektare lahan yang berpotensi digunakan untuk perumahan. Namun, pemanfaatan lahan tersebut perlu dianalisis lebih lanjut untuk memastikan kesesuaiannya dengan kebutuhan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
“Setelah kami lakukan analisis, 79.000 ehektar tersebut bisa digunakan untuk perumahan, tetapi apakah sesuai dengan kebutuhan MBR, itu masih perlu kajian lebih lanjut. Pelaku perumahan lebih memahami hal ini,” ujarnya.
Lebih lanjut, Nusron menyatakan, Kementerian ATR/BPN saat ini mengelola sekitar 850.000 hektare lahan yang dapat digunakan untuk berbagai kepentingan, seperti transmigrasi dan tanaman pangan. Khusus untuk 79.000 hektare yang dialokasikan untuk perumahan, ia berkomitmen untuk memberikan kejelasan mengenai pemanfaatannya pada kuartal pertama tahun depan.
“Kami berjanji untuk menyediakan peta topografi pada kuartal pertama tahun depan. Kami akan menunjukkan lokasi dan kondisi lahan, agar para pelaku perumahan bisa menilai kelayakannya,” jelas Nusron.
Sedangkan, yang 850.000 hektare berasal dari tanah cadangan negara (TCUN), yang diperoleh dari bekas Hak Guna Usaha (HGU) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang sudah tidak diperpanjang.
Nusron menekankan bahwa pengelolaan lahan ini sejalan dengan semangat Pasal 33 UUD 1945, yang menegaskan bahwa bumi, air, dan sumber daya alam lainnya harus dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Ia menegaskan bahwa tanah yang tidak dimanfaatkan dengan baik tidak boleh dibiarkan terbengkalai.
“Sesuai dengan amanat UUD 1945, tanah yang tidak produktif harus segera dimanfaatkan. Kami tawarkan untuk digunakan secara maksimal demi kepentingan rakyat,” pungkas Nusron.
Sementara itu, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait mengatakan, pihaknya telah menyusun langkah strategis untuk mendukung program perumahan, salah satunya dengan menyediakan lahan murah atau bahkan tanpa biaya.
Ungkapnya, Penyediaan lahan ini akan melibatkan optimalisasi tanah sitaan koruptor, aset BLBI, lahan idle eks-HGU, serta tanah Barang Milik Negara (BMN).
“Kami telah menjalin koordinasi dengan berbagai instansi untuk mempercepat proses penyediaan lahan yang murah atau gratis melalui optimalisasi tanah sitaan koruptor dan aset lainnya,” ujar Maruarar. (*)
 
      