Logo
>

EUDR Ditangguhkan: Peluang Mempercepat E-STDB dan Konsolidasi

Ditulis oleh Pramirvan Datu
EUDR Ditangguhkan: Peluang Mempercepat E-STDB dan Konsolidasi

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM - Peraturan Deforestasi Uni Eropa (EUDR) yang direncanakan berlaku pada awal tahun 2025 telah diajukan untuk ditunda selama satu tahun. Penangguhan ini memberikan kesempatan bagi petani yang belum memiliki akses terhadap teknologi dan modal, yang mungkin terancam kehilangan akses ke pasar Eropa, untuk memenuhi persyaratan melalui bantuan teknis dalam pemenuhan regulasi tersebut.

    Sejak rencana penerapan EUDR, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah signifikan, terutama Kementerian Pertanian yang mempercepat proses pendaftaran dan pendataan pekebun melalui Sistem Terpadu Pendaftaran Usaha Budidaya Perkebunan (E-STDB). Langkah ini, yang dikenal dengan sebutan Gercep E-STDB, merupakan upaya untuk memastikan produk yang dihasilkan dapat dilacak hingga ke sumber lahan produksi. Seperti dalam keterangannya di Jakarta, Rabu 9 Oktober 2024.

    Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (FORTASBI) menganggap penangguhan penerapan EUDR sebagai peluang untuk mendorong pemerintah agar lebih serius dalam memperbaiki tata kelola komoditas, termasuk kelapa sawit, yang menjadi salah satu komoditas utama ekspor Indonesia. Percepatan E-STDB dan sertifikasi harus semakin diperkuat dan dipercepat, tanpa ada kelonggaran. Tindakan inovatif dalam implementasi diharapkan agar 2,5 juta petani sawit swadaya dapat segera memperoleh E-STDB dan melaksanakan sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).

    Kesempatan ini seharusnya dimanfaatkan pemerintah untuk mendesak Uni Eropa mempertimbangkan mekanisme sertifikasi ISPO sebagai alat bantu dalam penilaian implementasi EUDR. Selain itu, Uni Eropa diharapkan memberikan insentif konkret bagi petani sawit swadaya agar dalam waktu satu tahun dapat memenuhi aturan yang ditetapkan.

    Penerapan EUDR tidak seharusnya dilaksanakan secara sembarangan, mengingat dampaknya terhadap masa depan industri sawit Indonesia dan keberlangsungan hidup jutaan petani kecil. EUDR sebagai alat untuk mendorong perbaikan tata kelola komoditas, termasuk kelapa sawit, harus diterapkan secara holistik dan memastikan petani tetap terlibat dalam rantai pasok ke pasar Uni Eropa, ungkap Kepala Sekretariat FORTASBI, Rukaiyah Rafik.

    Rukaiyah menambahkan bahwa petani sawit swadaya telah mengadopsi praktik perkebunan berkelanjutan selama satu dekade terakhir, sehingga seharusnya tidak sulit bagi mereka untuk mematuhi regulasi serupa. Namun, kondisi saat ini memerlukan kolaborasi yang kuat di antara semua pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil, pemerintah, perusahaan, dan masyarakat Uni Eropa, untuk memastikan bahwa petani sawit swadaya dapat memenuhi regulasi tersebut.

    Rukaiyah juga mengusulkan agar ketentuan sertifikasi EUDR disesuaikan dengan standar yang berlaku di Indonesia, yaitu ISPO, sejalan dengan program pemerintah untuk mempercepat sertifikasi ISPO.

    Komoditas Layak Diperjuangkan

    Ketua Dewan Pengawas Independen Indonesia Palm Oil Strategic Studies (IPOSS), Darmin Nasution mengungkap, kelapa sawit merupakan komoditas yang layak untuk diperjuangkan.

    Jika melihat data-data statistik saat ini, tutur Darmin, sekitar 16 juta masyarakat Indonesia hidup bersandar pada komoditas kelapa sawit. Di sisi lain, dia juga menyebut kelapa sawit memiliki tingkat produktifitas yang tinggi dalam menghasilkan minyak nabati.

    “Di dalam perjalanannya komoditi ini, kalau kita lihat data-data statistik sekarang, Masyarakat Indonesia mungkin 16 juta hidup berasal dari komoditi ini. Sehingga kalau dibilang layak untuk diperjuangkan, ya memang layak. Aneh kalau kita kemudian tidak memperjuangkan ini,” kata Darmin dalam peluncuran buku Sawit, Anugerah yang Perlu Diperjuangkan di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis, 5 September 2024.

    Diketahui, Indonesia merupakan negara terbesar pemasok minyak dengan presentase 59 persen atau setara dengan 45,5 juta ton dalam setahun dari lahan seluas 16,8 juta hektare. Dengan tingkat produktifitas yang tinggi, Darmin menilai terdapat ketidaksukaan yang berasal dari negara-negara lain yang melahirkan kampanye hitam menolak komoditas kelapa sawit.

    “Sehingga lahirlah black campaign. Karena apa? Kalah dia,” ungkapnya.

    Di Indonesia sendiri, kelapa sawit mengalami pertumbuhan sejak tahun 90an. Pada waktu itu, tutur Darmin, pemerintah membentuk Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) dengan bunga 6 persen yang disokong oleh World Bank.

    “Sejak itu, kita juga lahannya luas, sehingga benar-benar, tahun 90an dan tahun 2000an itu terutama, kelapa sawit itu benar-benar pertumbuhannya hebat sekali, sedemikian hebat,” jelasnya.

    Pertumbuhan komoditas kelapa sawit terus bertumbuh hingga mengalami suplai berlebih di tahun 2011. Sehingga, kata Darmin, pemerintah melakukan hilirisasi kelapa sawit dengan mendorong produksi biodiesel untuk menaikan demand produk.

    Dari tahun 2011 hingga 2015, kata Dirman, pemerintah Indonesia terus mendalami hilirisasi kelapa sawit. Hasilnya, kata dia, Indonesia berhasil menghasilkan biodiesel 35 persen kurang dari 10 tahun.

    “Dalam waktu kurang dari 10 tahun kita kemudian sudah mencapai B35,” ungkapnya.(*)

     

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Pramirvan Datu

    Pram panggilan akrabnya, jurnalis sudah terverifikasi dewan pers. Mengawali karirnya sejak tahun 2012 silam. Berkecimpung pewarta keuangan, perbankan, ekonomi makro dan mikro serta pasar modal.