KABARBURSA.COM - Tekanan eksternal global diprediksi akan terus membayangi stabilitas korporasi di kawasan Asia Pasifik (APAC) sepanjang 2026, termasuk Indonesia. Fitch Ratings menempatkan outlook sektor korporasi APAC pada level Netral, menandakan kehati-hatian dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global.
Dalam laporan yang disampaikan melalui surat elektronik, Selasa 9 Desember 2025, Fitch menyoroti beberapa risiko utama: ketegangan geopolitik, tarif dagang baru, dan kerentanan rantai pasok. Semua faktor ini dapat berdampak signifikan terhadap kondisi bisnis di Indonesia.
Bagi Indonesia, tekanan eksternal tersebut berpotensi menekan kinerja sektor manufaktur dan ekspor. Kebijakan tarif Amerika Serikat terhadap produk Asia serta fragmentasi rantai pasok global menjadi tantangan utama. Mengingat sebagian besar industri pengolahan Indonesia masih bergantung pada bahan baku impor, perubahan struktur biaya global bisa mendorong harga naik dan menekan margin keuntungan. Meski demikian, Fitch memperkirakan biaya input secara umum akan sedikit melandai pada 2026.
Fitch memproyeksikan margin EBITDA perusahaan-perusahaan APAC akan meningkat tipis, dari 14,5 persen pada 2025 menjadi lebih dari 15 persen pada 2026, seiring perbaikan arus kas bebas. Namun, tren ini diperkirakan tidak merata, terutama di negara-negara dengan pemulihan ekonomi yang belum konsisten, termasuk Indonesia yang tengah menyeimbangkan dorongan hilirisasi dan melemahnya permintaan eksternal.
Kelemahan pasar properti China dan penurunan investasi infrastruktur juga menjadi ancaman bagi Indonesia. Hubungan dagang yang kuat antara kedua negara membuat fluktuasi ekonomi China berpotensi menekan permintaan bahan baku dari Indonesia. Selain itu, kelebihan kapasitas industri China dapat meningkatkan kompetisi melalui lonjakan ekspor ke pasar lain, termasuk Asia Tenggara.
Fitch juga mempertahankan outlook deteriorating untuk sektor teknologi, otomotif, kimia, dan pelayaran di APAC. Produk elektronik konsumen tetap tertekan akibat pelemahan belanja global, sementara tarif AS yang lebih tinggi memperburuk permintaan. Namun, segmen yang terkait dengan permintaan AI diperkirakan tetap menjadi titik terang di tengah tantangan ini.(*)