KABARBURSA.COM - FTSE Russell resmi mengumumkan perubahan konstituen untuk indeks FTSE ESG Low Carbon Select per September 2025, yang akan berlaku efektif mulai 22 September mendatang.
Perubahan ini kembali menegaskan dinamika seleksi berbasis kriteria lingkungan, sosial, tata kelola (ESG), dan emisi karbon, yang semakin menjadi tolok ukur penting bagi investor global dalam menilai kualitas emiten.
Untuk Indonesia, indeks FTSE Emerging ESG Low Carbon Select menambah dua nama baru, yaitu PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) dan PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK). Keduanya masuk menggantikan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) yang dikeluarkan.
Masuknya AMMN dan EMTK mencerminkan pengakuan atas penyesuaian strategi bisnis maupun tata kelola yang dianggap sejalan dengan standar rendah karbon dan praktik ESG yang lebih baik.
Sebaliknya, keluarnya PGAS dan TLKM menjadi catatan bahwa perusahaan besar sekalipun tidak luput dari evaluasi, khususnya jika eksposur bisnis atau catatan keberlanjutan mereka dianggap kurang mendukung arah indeks ini.
Sementara itu, pada FTSE Asia Pacific ex Japan ESG Low Carbon Select Index, sejumlah emiten papan atas Indonesia justru tersingkir, di antaranya PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR).
Pencoretan nama-nama ini bisa memberi sentimen negatif jangka pendek pada persepsi investor internasional, karena artinya bobot mereka dalam portofolio indeks global yang mengedepankan keberlanjutan akan menurun.
Secara sentimen pasar, kabar ini berpotensi memberi tekanan pada saham-saham yang dikeluarkan, terutama dari sisi aliran dana institusi yang mengikuti benchmark ESG. Investor asing yang berfokus pada portofolio berkelanjutan kemungkinan akan mengurangi eksposur, sehingga dapat mempengaruhi harga dalam jangka pendek.
Sebaliknya, saham-saham yang baru masuk berpotensi menikmati aliran dana segar, seiring rebalancing yang dilakukan manajer aset global. Hal ini dapat menjadi katalis positif bagi AMMN dan EMTK, yang semakin diperhatikan dalam peta investasi internasional.
Lebih luas, dinamika ini menunjukkan bahwa lanskap investasi kini kian ditentukan oleh seberapa kuat emiten menyesuaikan diri dengan standar ESG. Faktor lingkungan, efisiensi energi, hingga strategi dekarbonisasi kini tidak lagi sebatas isu reputasi, melainkan penentu riil terhadap akses modal global.
Bagi pasar Indonesia, masuknya beberapa emiten ke dalam indeks ESG Low Carbon merupakan sinyal positif bahwa transformasi ke arah keberlanjutan mulai diakui di level global. Namun keluarnya sejumlah nama besar juga menjadi pengingat keras bahwa adaptasi terhadap tuntutan ESG masih harus dipercepat agar tidak kehilangan daya tarik di mata investor institusi dunia.
Dengan demikian, perubahan konstituen FTSE ESG Low Carbon Select ini bukan sekadar daftar nama, melainkan cermin bagaimana pasar global menilai arah bisnis korporasi Indonesia di tengah transisi menuju ekonomi rendah karbon.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.
 
      