KABARBURSA.COM – Bursa Efek Indonesia (BEI) kembali mengambil langkah tegas dalam menjaga kredibilitas pasar modal nasional. Mulai Senin, 21 Juli 2025, sepuluh perusahaan resmi dihapus pencatatannya (delisting) dari papan perdagangan BEI.
Kebijakan ini diambil menyusul temuan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai emiten tercatat, baik dari sisi kelangsungan usaha, keterbukaan informasi, maupun kepatuhan terhadap ketentuan bursa.
Langkah ini disampaikan BEI dalam dua pengumuman resmi bernomor Peng-DEL-00004/BEI.PP2/07-2025 dan Peng-DEL-00001/BEI.PP3/07-2025.
Dalam keterangan tersebut, disebutkan bahwa alasan utama penghapusan pencatatan berkisar pada kondisi perusahaan yang mengalami gangguan usaha secara signifikan, ketidakmampuan untuk memenuhi kriteria pencatatan kembali, hingga status suspensi perdagangan yang telah berlangsung lebih dari dua tahun tanpa penyelesaian yang memadai.
“Dengan dicabutnya status sebagai perusahaan tercatat, maka perseroan tidak lagi memiliki kewajiban sebagai emiten di Bursa Efek Indonesia,” tulis Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 2 BEI, Adi Pratomo Aryanto, dalam dokumen resmi yang juga ditandatangani oleh Kepala Divisi Penilaian Perusahaan 3, Lidia M. Panjaitan, serta Mulyana selaku Pelaksana Harian Kepala Divisi Pengaturan dan Operasional Perdagangan BEI.
Kendati demikian, BEI menegaskan bahwa selama status perusahaan masih tergolong sebagai perusahaan publik, kewajiban untuk menjaga keterbukaan informasi kepada publik tetap berlaku. Artinya, mereka masih harus mematuhi regulasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait pelaporan dan pengungkapan informasi material.
Sepuluh perusahaan yang masuk daftar delisting kali ini antara lain PT Mas Murni Indonesia Tbk (MAMI), termasuk saham preferennya (MAMIP), PT Forza Land Indonesia Tbk (FORZ), PT Hanson International Tbk (MYRX) beserta saham preferennya (MYRXP).
Lalu, PT Grand Kartech Tbk (KRAH), PT Cottonindo Ariesta Tbk (KPAS), PT Steadfast Marine Tbk (KPAL), PT Prima Alloy Steel Universal Tbk (PRAS), dan PT Nipress Tbk (NIPS).
Sejumlah nama dalam daftar tersebut bukan pemain baru di bursa. Sebagian bahkan sempat menjadi sorotan dalam pemberitaan pasar modal beberapa tahun terakhir.
Nama Hanson International, misalnya, sempat terseret dalam berbagai polemik hukum dan menghadapi tekanan dari sisi fundamental hingga akhirnya berujung pada suspensi panjang. Sementara emiten lainnya seperti Mas Murni atau Forza Land dikenal publik dengan rekam jejak bisnis yang mengalami pasang surut dalam satu dekade terakhir.
Delisting ini juga menyimpan konsekuensi besar bagi investor yang masih menggenggam saham-saham tersebut. Setelah resmi dihapus dari perdagangan, saham tersebut tidak lagi bisa diperjualbelikan di pasar reguler.
Nilainya menjadi tidak likuid dan peluang untuk menjualnya kembali sangat terbatas, kecuali jika perusahaan bersangkutan mencatatkan kembali sahamnya di masa depan melalui proses yang sesuai ketentuan.
Bagi bursa, keputusan ini menjadi refleksi dari komitmen untuk memastikan bahwa emiten yang terdaftar adalah perusahaan yang sehat, transparan, dan beroperasi sesuai prinsip tata kelola yang baik.
Di saat yang sama, bagi pasar, ini adalah pengingat bahwa menjadi perusahaan publik bukan sekadar status, melainkan tanggung jawab jangka panjang terhadap investor dan integritas sistem keuangan nasional.(*)
 
      