KABARBURSA.COM – Ketua Umum Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) Khoiri Soetomo mengungkapkan, over supply kapal di beberapa pelabuhan penyeberangan membuat pihak operator terbebani.
“Sudah sangat banyak operator-operator kami yang kesulitan untuk bisa membayar kewajiban-kewajiban biayanya. Contoh misalnya ada beberapa anggota yang terlambat membayar gaji kepada para SDM-nya,” kata Khoiri kepada Kabarbursa.com, beberapa waktu lalu dikutip, Jakarta, Selasa 17 September 2024.
Selain kesulitan membayar gaji, lanjut dia, anggota Gapasdap juga mengalami kesulitan finansilan sehingga ada yang tidak mampu membayar cicilan bunga dan pokok kepada pihak perbankan.
Anggota Gapasdap juga sudah ada yang tidak mampu membayar kewajiban kepada supplier, galapangan kapal dan pemasok lainnya. Bahkan, yang paling parah adalah ketika perusahaan harus berpindah tangan akibat kesulitan membayar biaya operasional.
Menurutnya, saat ini sudah banyak perusahaan angkutan penyeberangan gulung tikar akibat tidak dapat bertahan akibat iklim bisnis yang tidak sehat dalam waktu yang lama.
“Ketika jumlah kapal terlalu banyak sementara jumlah dermaga sedikit membuat lebih banyak kapal yang menganggur ketimbang beroperasi. Rata-rata di seluruh lintasan komersial itu dalam satu bulan antara 30-40 persen saja hari operasinya. Nah, ini yang menyebabkan operator pasti akan kelimpungan,” kata Khoiri.
Keterbatasan jam operasi membuat operator merugi karena hanya dapat beroperasi selama 12 hari. Waktu operasi yang terbatas tersebut, kata Khoiri, tidak sebanding dengan biaya operasional di masing-masing kapal.
Ia menjelaskan, ada perbedaan mencolok antara angkutan penyeberangan yang menggunakan kapal dengan angkutan barang yang menggunakan truk yang ketika tidak digunakan maka tidak ada biaya yang harus dikeluarkan.
“Tidak seperti layaknya mobil, kereta api, pesawat terbang, dan moda transportasi yang lain yang itu dia bisa dimasukkan ke dalam garasi, masuk ke hanggar, mesin dimatikan. Tidak keluar biaya sama sekali. Kalau kami kapal tidak dioperasikan, maka dia tetap harus selama 24 jam,” tuturnya.
Tingginya biaya operasional kapal, kata Khoiri, adalah karena mesin harus menyala selama 24 jam meski tidak sedang beroperasi. Selain itu, setiap kapal memiliki ABK yang siaga selama 24 jam untuk memindahkan kapal sewaktu-waktu ketika ada kapal lain yang akan melintas.
Menjaga Iklim Bisnis
Khoiri meminta pemerintah membantu asosiasi dalam menjaga iklim bisnis yang sehat agar dapat menjaga keberlangsungan usaha. Cara menciptakan iklim bisnis yang sehat adalah ketika terjadi keseimbangan antara jumlah dermaga dengan operator dan jumlah kapal yang beroperasi.
Karena, menurut dia, perkara pemberian izin operasi di sektor transportasi penyeberangan seharusnya dibedakan dengan sektor lainnya seperti pariwisata. Ketika pemerintah mengeluarkan satu izin kapal, maka pada saat itu juga waktu operasional operator berkurang.
“Katakanlah 1 bulan 30 hari dikurangi setiap 1 minggu istirahat pergantian untuk melakukan perawatan. Katakanlah 1 bulan bisa beroperasi 26 hari maka ini akan menjadi sangat sehat. Tapi begitu nanti kemasukan tambahan izin baru lagi mulai lagi berkurang jadi 25 hari. Ditambah lagi 1 izin lagi menjadi 24 hari. Ditambah lagi 1 izin lagi menjadi 23 hari dan seterusnya,” ungkapnya.
Menurutnya, pihak Gapasdap telah melayangkan surat kepada Menteri Perhubungan untuk segera menerapkan moratorium perizinan, terutama di lintas-lintas dan komersial. Pihaknya meminta agar pemerintah tidak mengeluarkan izin baru sampai terjadi keseimbangan antara jumlah kapal dan dermaga.
Di sisi lain, di sektor transportasi pelayaran penyeberangan operator-operatornya tidak dapat menentukan harga sendiri agar dapat bersaing karena berebut muatan.
Menurutnya, iklim bisnis yang tidak sehat juga kian parah ketika pada momen libur panjang Hari Raya Idul Fitri, Natal dan Tahun Baru (Nataru) serta libur lainnya operator perusahaan pelayaran disalah-salahkan ketika terjadi kemacetan di Pelabuhan Merak-Bakauheni dan Ketapang-Gilimanuk.
“Adapun hal yang dituduhkan ke operator adalah kurang kapal, kapal terlalu kecil, hingga kapal kurang cepat. Kesulitan Asosiasi Gapasdap saat ini adalah memberikan pemahaman bahwa tidak terjadi kekurangan armada, atau tidak terjadi kekurangan sarana karena yang sedang terjadi saat ini adalah kekurangan infrastruktur, prasarana, atau dermaganya,” kata Khoiri.
Dia menjabarkan, saat ini di Pelabuhan Merak terdapat 68 kapal dari yang sebelumnya 72 kapal dan empat kapal yang sebelumnya eksis.
Namun kini armada-armada tersebut harus tersingkir karena aturan baru di PM 88 yang mengatur tentang kapasitas atau besaran GRP. Sementara jumlah dermaga yang dapat dioperasikan baru tujuh dermaga yang masing-masing berbeda kualitas, kapasitas, dan tidak apple to apple.(*)
Berita atau informasi yang Anda baca membahas emiten atau saham tertentu berdasarkan data yang tersedia dari keterbukaan informasi PT Bursa Efek Indonesia dan sumber lain yang dapat dipercaya. Konten ini tidak dimaksudkan sebagai ajakan untuk membeli atau menjual saham tertentu. Selalu lakukan riset mandiri dan konsultasikan keputusan investasi Anda dengan penasihat keuangan profesional. Pastikan Anda memahami risiko dari setiap keputusan investasi yang diambil.