Logo
>

Gas Bumi Topang Industri Hilir Strategis

PGN, Pertagas, dan Pertamina membangun jaringan gas nasional untuk menopang perusahaan hilir strategis seperti INALUM dan KITB yang bergantung pada pasokan stabil.

Ditulis oleh Syahrianto
Gas Bumi Topang Industri Hilir Strategis
Gedung Pertamina di Jakarta. (Foto: KabarBursa/Abbas Sandji)

Poin Penting :

    KABARBURSA.COM – Di balik pertumbuhan industri hilir strategis di Indonesia, ada satu elemen yang bekerja senyap namun vital: gas bumi. 

    Dengan dukungan jaringan transmisi dan distribusi milik PT Pertamina, PT Pertamina Gas (Pertagas), dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN), pasokan energi kini mampu menjangkau kawasan industri baru, menopang hilirisasi logam, dan memperkuat rantai pasok manufaktur nasional.

    Peran infrastruktur ini menjadi makin krusial seiring meningkatnya permintaan gas dari sektor hilir yang berkembang pesat. 

    Perusahaan-perusahaan seperti PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM), PGN, dan Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB) bukan hanya pengguna energi, tetapi kini menjadi motor utama industrialisasi berbasis gas.

    Sebagai subholding gas Pertamina, PGN, emiten berkode saham PGAS, terus memperluas jaringannya untuk menjangkau pengguna akhir secara lebih merata. Hingga kuartal I 2024, PGN mengelola 13.319 kilometer jaringan pipa, naik dari 12.948 km pada akhir 2023. Pelanggannya mencakup lebih dari 821 ribu, termasuk 3.165 pelanggan industri dan komersial.

    Pada 2024, PGN mencatat pendapatan sebesar USD 3,8 miliar dengan laba bersih USD 339,4 juta, meningkat signifikan dibanding 2023 yang mencatatkan USD 3,6 miliar pendapatan dan USD 325 juta laba bersih.

    “Jaringan pipa ini kami bangun bukan hanya untuk bisnis, tapi untuk menjaga sinergi energi nasional. Gas harus hadir ke kawasan yang butuh, tepat waktu dan tepat harga,” ujar Arief Setiawan Handoko, Direktur Utama PGN, dalam konferensi pemaparan kinerja pada Februari 2025.

    Selain jaringan pipa, PGN juga memperluas lini bisnisnya dengan memasok LPG industri dan memperkuat infrastruktur stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) untuk kendaraan komersial.

    Sementara itu, INALUM menjadikan gas bumi sebagai tulang punggung operasional smelter aluminium mereka. Pada 2024, perusahaan ini memproduksi 274.230 ton aluminium, meningkat 27 persen dari tahun sebelumnya. Penjualannya naik menjadi 276.381 ton, sementara pendapatannya tercatat USD 716 juta, dengan laba bersih USD 173 juta, hampir dua kali lipat dari tahun 2023.

    Namun, Direktur Operasi INALUM, Ivan Ermisyam, menekankan bahwa efisiensi produksi sangat bergantung pada keberlanjutan pasokan energi.

    “Biaya energi itu menyumbang porsi terbesar dalam biaya operasional kami. Maka ekspansi pabrik di Kalimantan tak akan efektif jika pasokan gas tidak stabil dan efisien secara harga,” ujarnya saat menjadi pembicara di Forum PIPES 2025.

    INALUM menargetkan pembangunan fasilitas peleburan baru di kawasan Indonesia Timur yang membutuhkan suplai gas pipa sepanjang tahun, serta kerja sama dengan Pertagas untuk memastikan akses gas langsung ke lokasi produksi.

    Kebutuhan akan gas bumi juga mengemuka di Kawasan Industri Terpadu Batang (KITB), Jawa Tengah. Dengan kehadiran pipa Cisem Tahap I yang telah beroperasi sejak Mei 2024, investor mulai masuk secara masif. Salah satunya adalah PT KCC Glass yang membangun pabrik kaca terbesar di Asia Tenggara dengan kebutuhan energi berbasis gas.

    Menurut Marfan Trihartiko, Kepala Divisi Operasi KITB, keberadaan gas pipa menjadi insentif yang nyata bagi calon tenant industri. “Energi yang andal dan berkelanjutan bukan lagi kelebihan, tapi syarat utama. Kami sangat terbantu dengan infrastruktur gas yang masuk langsung ke kawasan,” ujarnya dalam rilis resmi KITB, Desember 2024.

    Di sisi lain, proyek Cisem Tahap II yang menghubungkan Semarang hingga Cirebon sedang berlangsung dengan target penyelesaian 2026. Pemerintah mengalokasikan APBN sebesar Rp3,3 triliun demi memastikan konektivitas energi di sepanjang pantai utara Jawa bisa optimal.

    Sebagai operator transmisi gas, PT Pertamina Gas (Pertagas) mengambil peran sebagai penghubung antara cadangan gas di hulu dan permintaan dari kawasan industri hilir. Direktur Utama Pertagas, Gamal Imam Santoso, menegaskan bahwa pembangunan jaringan harus berorientasi pada peta kebutuhan riil.

    “Kami tidak hanya bicara teknis. Kami melihat arah pertumbuhan kawasan industri, lokasi hilirisasi, dan memastikan bahwa pipa sampai ke sana,” ujarnya dalam Forum PIPES 2025.

    Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mendukung penguatan hilir ini melalui pengawasan dan percepatan regulasi. Kepala BPH Migas, Erika Retnowati, menyampaikan bahwa swasembada energi tak hanya urusan produksi, tetapi juga distribusi yang efisien dan merata.

    “Gas adalah energi masa depan kita. Tapi ia hanya bermanfaat kalau bisa sampai ke pengguna. Itu sebabnya kami fokus memastikan pembangunan transmisi lintas pulau dan kawasan industri prioritas,” ujarnya dalam konferensi pers Januari 2025.

    Gas bumi bukan hanya soal cadangan besar di hulu, tapi soal bagaimana energi itu bergerak—menjadi listrik, bahan baku, dan kekuatan industri. Dengan konektivitas yang makin solid antara PGN, Pertagas, regulator, dan pelaku industri hilir strategis, Indonesia menunjukkan kesiapan untuk menjadikan gas sebagai pilar utama industrialisasi yang inklusif dan berkelanjutan. (*)

    Dapatkan Sinyal Pasar Saat Ini

    Ikuti kami di WhatsApp Channel dan dapatkan informasi terbaru langsung di ponsel Anda.

    Gabung Sekarang

    Jurnalis

    Syahrianto

    Jurnalis ekonomi yang telah berkarier sejak 2019 dan memperoleh sertifikasi Wartawan Muda dari Dewan Pers pada 2021. Sejak 2024, mulai memfokuskan diri sebagai jurnalis pasar modal.

    Saat ini, bertanggung jawab atas rubrik "Market Hari Ini" di Kabarbursa.com, menyajikan laporan terkini, analisis berbasis data, serta insight tentang pergerakan pasar saham di Indonesia.

    Dengan lebih dari satu tahun secara khusus meliput dan menganalisis isu-isu pasar modal, secara konsisten menghasilkan tulisan premium (premium content) yang menawarkan perspektif kedua (second opinion) strategis bagi investor.

    Sebagai seorang jurnalis yang berkomitmen pada akurasi, transparansi, dan kualitas informasi, saya terus mengedepankan standar tinggi dalam jurnalisme ekonomi dan pasar modal.