KABARBURSA.COM – Dolar Amerika Serikat pada perdagangan Rabu waktu setempat, 3 Desember 2025, bergerak lambat. Greenback layu, terbakar pelemahan fundamental ekonomi dan perbaikan signifikan aktivitas bisnis di zona euro.
Dolar AS tersungkur, sementara sejumlah mata uang utama Eropa dan Asia menguat tajam. Apakah rupiah juga semakin perkasa?
Katalis paling dominan datang dari laporan ketenagakerjaan ADP yang mencatat penurunan 32.000 payroll sektor swasta Amerika pada November. Sayangnya, laporan ini bertolak belakang dengan proyeksi kenaikan 10.000.
Data ini menegaskan sinyal pelemahan pasar tenaga kerja sudah menjadi kekhawatiran pelaku pasar sejak beberapa pekan terakhir. Terlebih, laporan ketenagakerjaan resmi untuk Oktober dan November tertunda akibat penutupan pemerintahan selama 43 hari.
Di sini, pasar semakin mengandalkan laporan ADP sebagai indikator utama. Hasilnya, ekspektasi pemangkasan suku bunga Federal Reserve melonjak menjadi 89 persen untuk pertemuan pekan depan. Dolar pun semakin tertekan.
Dalam waktu yang hampir bersamaan, tekanan kuat dataang dari spekulasi politik Presiden AS Donald Trump. Presiden Trump dilaporkan membatalkan rangkaian wawancara dengan calon Ketua The Fed. Alhasil, peluang Kevin Hassett untuk menggantikan Jerome Powell pada Mei tahun depan, sangat besar.
Bagi pasar obligasi, prospek ini justru menciptakan kekhawatiran baru bagi arah kebijakan. Namun bagi pasar valas, sentimen ini justru semakin melemahkan dolar, karena memperkuat pandangan bahwa suku bunga AS akan turun lebih cepat.
Data Ekonomi Zona Euro Ambil Posisi Menekan
Di sisi lain, pasar global disuguhkan data ekonomi zona euro yang justru bergerak ke arah sebaliknya. Pada laporannya, aktivitas bisnis kawasan tumbuh pada laju tercepat dalam dua setengah tahun sepanjang November. Laju ini didorong sektor jasa yang tetap ekspansif, meskipun manufaktur melemah.
Kombinasi perbaikan fundamental Eropa serta penurunan tekanan inflasi AS menjadikan euro sebagai magnet baru bagi arus modal jangka pendek. Euro melesat 0,43 persen menjadi USD1,1673 dan sempat menyentuh USD1,1677. Angka ini merupakan level tertinggi sejak 17 Oktober dan menandai pembalikan signifikan dari tren pelemahan yang terjadi sejak awal kuartal.
Penguatan euro juga mendapat sokongan dari dinamika geopolitik, setelah Kremlin menyebut Presiden Vladimir Putin menerima sebagian usulan Amerika terkait penyelesaian perang Rusia–Ukraina.
Meski belum ada tanda-tanda damai dalam waktu dekat, pasar menilai adanya peluang stabilisasi tensi, turut mengangkat mata uang Eropa lainnya. Krona Swedia dan krona Norwegia ikut menguat masing-masing 0,76 persen dan 0,6 persen terhadap dolar.
Secara teknikal, Marc Chandler dari Bannockburn Global Forex menilai struktur euro kini semakin kuat dan membuka ruang pengujian kembali level tertinggi tahun ini di USD1,1918.
Penilaian ini selaras dengan sentimen pasar yang semakin meninggalkan dolar seiring turunnya Indeks Dolar (DXY) 0,45 persen ke 98,85. Penurunan ini menjadi yang terlemah sejak 29 Oktober. DXY bahkan sempat menyentuh 98,82, yang artinya terjadi percepatan arus keluar dari dolar dalam sesi perdagangan yang sangat padat sentimen tersebut.
Yen dan Poundsterling Menguat
Di Asia, yen Jepang juga menemukan momentumnya. Mata uang tersebut menguat 0,47 persen ke 155,16 per dolar setelah Gubernur Bank of Japan Kazuo Ueda memberikan sinyal paling tegas bahwa kenaikan suku bunga akan dipertimbangkan pada pertemuan Desember.
Pernyataan ini memperkuat ekspektasi bahwa BOJ mulai meninggalkan kebijakan ultra-longgarnya, sekaligus mempersempit diferensial suku bunga dengan AS. Ini merupakan faktor yang selama dua tahun terakhir menjadi sumber tekanan bagi yen.
Tidak ketinggalan, poundsterling ikut terapresiasi 1,01 persen ke USD1,3346. Meski data jasa Inggris menunjukkan pelemahan dan lapangan kerja turun pada November, pasar tetap menilai Bank of England lebih lambat menurunkan suku bunga dibanding The Fed.
Lalu, bagaimana dengan rupiah?
Rupiah berada di kisaran Rp16.601 per dolar AS, relative stabilitas di tengah tekanan global. Nilai ini menunjukkan rupiah masih bergerak dalam rentang pelemahan moderat terhadap greenback, karena dolar AS masih didukung ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed.
Terhadap yen Jepang, rupiah juga cenderung melemah dengan nilai JPY/IDR di 106,97. Penguatan yen dipicu sinyal hawkish dari Bank of Japan yang mulai membuka ruang kenaikan suku bunga.
Rupiah justru sedikit menguat terhadap poundsterling, dengan GBP/IDR di 22.145, turun 0,07 persen. Pelemahan pound terjadi akibat tekanan pada sektor jasa Inggris dan penurunan tajam lapangan kerja.
Terhadap dolar Australia (AUD), rupiah melemah tipis karena AUD/IDR di 10.987, naik 0,05 persen. AUD menguat karena didorong harga komoditas—emas dan tembaga—yang sedang reli, serta sikap bank sentral Australia yang masih ketat terhadap inflasi.
Sementara terhadap dolar Kanada (CAD), rupiah justru menguat tipis karena CAD/IDR turun 0,02 persen ke 11.915. Pelemahan CAD lebih banyak terkait pergerakan harga minyak global yang sempat terkoreksi, mengingat CAD sangat sensitif terhadap dinamika komoditas energi.(*)